Mohon tunggu...
tampi utami
tampi utami Mohon Tunggu... Guru - Puisi

Tentang rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pilu yang Tersuguh

1 Januari 2019   15:02 Diperbarui: 1 Januari 2019   15:18 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dia tak seperti dulu. senyum itu palsu. candanya tak seperti biasa. tatapannya tak lagi sama.

dia ditelan oleh kecewa. kerut didahinya adalah bukti ketidak inginannya aku ada.

kata yang terucap dari lisannya hambar, bahkan menyakitkan. 

aku dilahap oleh luka. sebab aku mencipta kecewa. kataku tak lagi didengar, hadirku tak lagi dinantikan.

aku ingin pergi, mengerogoti luka yang kutoreh sendiri.

bukan. maafku tak akan ampuh mengembalikan waktu yang telah berlalu.

aku sendiri, dihujani bisikan setan yang menyesatkan.

aku seperti hidup dalan peti. sesak dan gelap. 

kenapa tidak berkata jangan saat aku akan berpaling dan masa yang ditentukan. aku disambut senyuman, dihujani kesakitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun