Sekarang aku memang tak pernah berdo'a
Tapi bukan berarti aku tak memperdulikanmu
Hanya saja aku tak percaya lagi
Pada do'a yang kini dingin
dan terperangkap pada kotak amal
di pintu masuk toko-toko kelontong
Sekarang aku memang mengabaikan perintahmu
Tapi bukan berarti aku seorang pembangkang
Hanya saja aku tak lagi percaya
Pada perintah dan aturan
Yang kini keruh dan terasa menyebalkan
Layaknya tumpukan sampah di pinggir kali
Sekarang aku memang meninggalkan masjid
Dan memilih debu jalanan
Tapi bukan berarti aku tak mencintaimu
Hanya saja aku tak percaya lagi
Pada dinding putih pucat
yang dipenuhi graffiti serupa rambut pemuda afrika
pada kubah kering setengah bulat
yang kini begitu pelupa
seperti senja
kerap melupakan pagi yang mengawalinya
sekarang aku memang tak membaca kitabmu
tapi bukan berarti aku tak mengingat ayatmu
hanya saja aku tak percaya lagi
pada ocehan para bigot berjenggot usang
yang mengobral firmanmu
semudah membuang ludah ke comberan
demi arwah trotsky yang menangisi perangai stalin
demi puisi wiji tukul yang tersangkut di pohon simbol karl marx tua
demi luberan lumpur yang layak ditenggak aburizal bakri
demi seekor panda di sampul jurnal WWF keparat itu dulu
demi busa bir dimalam-malam dingin
demi cintaku pada pinggul seksi Demi more
Aku sedang berdoa padamu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H