Mohon tunggu...
syaifuddin djamilus
syaifuddin djamilus Mohon Tunggu... Lainnya - PNS

Jajah Deso Milang Kori

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kepulauan Krakatau, Mungkinkah Jadi Kawasan Wisata?

28 April 2018   23:58 Diperbarui: 29 April 2018   00:09 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.COM/NI LUH MADE PERTIWI F)

Dua ratus tahun kemudian, yaitu pada 20 Mei 1883, Gunung Krakatau kembali aktif, diawali dengan meletusnya Gunung Perbuatan. Letusan dahsyat Gunung Krakatau mencapai puncaknya pada 27 Agustus 1883, sekira pukul 10.00, dan menggelapkan langit di wilayah Selat Sunda. Pada saat langit gelap karena tertutup abu gunung api tersebut, terjadilah tsunami. Dalam waktu 22 jam, kegelapan mencapai radius 200 km..

Tsunami mencapai Merak, yang terletak di ujung Barat Laut Pulau Jawa pada pukul 10.30, hal ini menunjukkan kecepatan gelombang menjangkau jarak Krakatau-Merak sekitar 50 km hanya dalam waktu 30 menit, dengan ketinggian gelombang pasang air laut mencapai 40 meter..

Di ujung Tenggara Pulau Sumatera, tepatnya di Desa Katimbang (sekarang bernama Desa Banding, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan), juga dijangkau gelombang pasang selama kurang lebih 30 menit..

Sebelum dilanda tsunami, di Desa Katimbang itu dilaporkan ada sekitar 2.000 orang yang meninggal akibat abu panas dan adanya kebakaran (Verbeek, 1885, dalam Simkin dan Fiske, 1983)..

Jika di tempat lain yang terdampak dari letusan dahsyat Gunung Krakatau manusia meninggal karena tsunami, maka di tempat ini, di Pesisir Rajabasa, Lampung Selatan, banyak manusia yang meninggal karena panasnya abu dan batu apung..

Abu panas bersuhu tinggi menerobos celah-celah lantai rumah, yang sebagian besar bertingkat atau panggung..

Krakatau, termasuk wilayah perairannya, dengan luas 2.405,10 hektar, ditetapkan sebagai Cagar Alam oleh Gubernur Jenderal Belanda, pada tanggal 11 Juli 1919, melalui Keputusan Nomor 83.Stbl.392..

Tahun 1981, Kepulauan Krakatau secara administrasi pemerintahan masuk ke wilayah Provinsi Lampung, dimasukkan menjadi kesatuan kawasan konservasi dengan Semenanjung Ujung Kulon, sebagai Taman Nasional Ujung Kulon, yang dikelola oleh Balai Taman Nasional, berkedudukan di Labuan, Kabupaten Pandeglang..

Tahun 1990, melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 85/Kpts/II/1990, tanggal 28 Februari 1990, secara khusus Cagar Alam Kepulauan Krakatau ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi, dengan luas secara keseluruhan 13.735,10 hektare, terdiri atas Cagar Alam (CA) seluas 2.535,10 hektare dan Cagar Laut (CL) seluas 11.200 hektare..

Tanggal 3 Mei 1990, pengelolaan CA dan CL Kepulauan Krakatau dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung..

Tahun 1991, UNESCO, melalui keputusannya nomor Sc./ECO/5827.2.409, memberi penghargaan kepada Taman Nasional Ujung Kulon (termasuk didalamnya Kepulaun Krakatau dan Semenanjung Ujung Kulon) sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site) alam, karena memiliki potensi nilai-nilai universal dari keanekaragaman hayati dan keunikan perkembangan geomorfologi..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun