Mohon tunggu...
tammi prastowo
tammi prastowo Mohon Tunggu... profesional -

belajar menulis dengan jujur. email: tammi.prastowo@yahoo.com. tulisan lain ada di http://rumahdzaky.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Yang Kau Inginkan Tak Selalu yang Kau Butuhkan

3 September 2010   02:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang kau inginkan tak selalu yang kau butuhkan. Inilah alasan yang paling logis disampaikan untuk menentramkan batin kita ketika gagal meraih segala yang diingini. Memangbanyak keinginan yang kita tumbuhkan. Setiap saat pun terus bertambah. Melihat orang lain beli sesuatu, langsung tumbuh keinginan kita untuk memiliki barang yang sama. Waktu jalan-jalan lihat baliho iklan produk baru, kita pun ingin segera memilikinya. Menonton televisi pun menumbuhsuburkan keinginan dalam hati.

Saya sempat merasa heran dengan keinginan saya yang selalu bertambah. Mengapa bisa sebanyak ini? setelah saya mengambil jarak dari pusaran keinginan itu, saya pun menemukan pemicunya. Menurut saya, keinginan berkembang bak jamur di musim hujan karena saya memberi nilai terlalu tinggi untuk setiap barang yang diinginkan.

Ambil contoh pengalaman pribadi saya. Sewaktu teman saya membeli laptop, saya pun langsung ingin memiliki barang yang sama. Sekian lama pikiran saya terbebani oleh keinginan tadi. Saya ingin mempunyai laptop karena itu akan sangat membantu dalam bekerja. sebagai penulis, saya ingin setiap saat dan setiap waktu bisa menuangkan apa yang terlintas dalam benak. Apalagi saya juga tengah membangun jaringan dengan orang-orang yang bervisi saya di dunia maya. Dengan laptop saya akan bisa melakukan hal tersebut. Itulah dasar pemikiran yang mengobarkan keinginan saya.

Setiap keinginan yang terus dipelihara akan menggerakkan alam bawah sadar untuk mewujudkannya. Begitulah nasihat yang pernah saya terima. Karena sering saya pikirkan, akhirnya keinginan punya laptop sering muncul dalam obrolan saya dengan istri. Akan tetapi, lama-lama istri saya kesal juga. Terlebih ketika saya menyinggung batalnya membeli laptop karena uang hasil menulis buku terpakai untuk keperluan keluarga yang lain. dari teguran istri itu saya mencoba memikirkan ulang keinginan tersebut. Seberapa penting laptop bagi kehidupan saya? Apakah fungsinya masih bisa digantikan oleh komputer yang sudah ada?

Mulailah saya merekonstruksi pemikiran saya tentang keinginan tadi. saya harus realistik, makanya saya berusaha jujur dalam menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Ternyata saya masih bisa bekerja sebagai penulis walau tanpa laptop. Ini disebabkan karena saya diberi fasilitas komputer di meja kerja. Jika ingin menulis di rumahpun, saya bisa menggunakan komputer yangada. Di rumah dan kantor saya tetap bisa menulis.

Saya pun harus menguji asumsi-asumsi yang saya munculkan. Pertama, saya perlu laptop karena supaya saya bisa bekerja saat tugas luar kota. Asumsi ini sekarang sudah tidak berlaku lagi. pindahnya saya ke divisi R&D membuat saya lebih banyak berada di ruangan. Saya sudah tidak berhubungan langsung dengan para penulis di luar. So, semakin kecil kemungkinan saya mendapat tugas luar kota. Apalagi berdasarkan pengalaman, saya pun selama ini tidak sempat menulis selama dinas luar. Jadi asumsi pertama itu patah.

Kedua, saya perlu laptop agar saya bisa bekerja saat pulang kampung. Setelah ada prameks, saya memang sering pulang kampung. Karena mudah mengakses layanan ini, hampir setiap acara keluarga saya berusaha ikuti. Nah, pada waktu di kampung, ternyata saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk berkumpul bersama orang tua dan sanak saudara. Saya nyaris tidak menggunakan sebagian waktumudik untuk menulis. Sementara untuk sekedar menyapa teman-teman di dunia maya bisa saya lakukan menggunakan handphone.

Dari sini saya menyimpulkan bahwa saya ternyata belum membutuhkan laptop. Fungsinya sebagai alat kerja masih bisa diambil alih oleh dua komputer yang ada di kantor dan rumah. setelah berpikir objektif tadi, Alhamdulillah sekarang keinginan itu sudah tidak membebani pikiran.

Barangkali anda pernah merasakan beratnya menggendong keinginan. Ketika keinginan itu semakin membebani benak kita, cobalah untuk menurunkannya dari gendongan. Pandanglah keinginan itu dengan seksama, lalu jawablah dengan jujur seberapa besar nilai barang tersebut bagi kehidupan kita. Kesadaran akan arti barang tersebut, memudahkan kita mengambil sikap yang tepat. jika suatu keinginan nampak berkilau karena manfaat abstrak yang akan kita dapatkan (misalnya gengsi), lebih baik anda tinggalkan keinginan tadi. gunakan energi anda untuk menyelesaikan urusan lain yang lebih penting. sebaliknya, jika dialog jujur anda menyimpulkan barang tersebut harus ada agar kehidupan anda berjalan lancar, berarti keinginan itu sudah naik status menjadi kebutuhan. Mau tidak mau, anda harus berusaha memenuhinya.

Berkaitan dengan kebutuhan, kita harus lebih banyak bersyukur. Tanpa kita sadari, sebenarnya Allah swt sudah memenuhi setiap kebutuhan hidup kita. Oksigen tersedia secara cukup bagi kita tanpa kita harus memintanya. Jantung, hati, otak, dan semua organ tubuh kita bekerja normal tanpa kita harus memintanya. Bagitu pula kebutuhan akan rasa aman, pertemanan, dan keharmonisan. Ternyata jauh lebih banyak kebutuhan yang sudah disediakan Allah swt bagi kita tanpa harus memintanya secara rinci. Kalau sudah demikian, maka nikmat apa lagi yang berasal dari tuhanmu yang kita dustakan? Fabi ayyi alaa irobbikuma tukaddzibaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun