Sudah seminggu lebih gelaran Ngoplah (Ngobrol di Palmerah) itu berlalu. Nyatanya ada hal menarik yang tidak sekedar ingin saya tulis sebagai hal yang menggugurkan sebuah kewajiban. Ini tentang sesuatu yang luar biasa. Jauh dari kesan muluk-muluk. Berawal dari suapan kecil yang kena dilidah, selanjutnya terjadilah wawancara sederhana, terbuka dan bersambung dalam bentuk wawancara tidak langsung melalui Whashap.
Sore itu gerimis menjadi pengiring hajat Ketapels (kompasianer Tangerang Plus) di video room studio Kompasiana lantai 6 Gedung, Kompas Gramedia. Ini momen istimewa bagi saya, karena kali pertama saya bertandang ke Kompasiana. Seperti menjadi hukum alam memang, sesuatu yang dirasa istimewa pasti akan bertemu dengan keistimewaan lain sebagai sebuah rangkaian yang berkorelasi satu sama lain.
Usai pemaparan materi tentang wawancara dan pengantar reportase, peserta bak dibanjiri oleh menu camilan yang beraneka macam. Jajanan pasar yang terdiri dari kue-kue tradisional, makanan kering khas camilan rumahan tertata dalam piring-piring. Hingga muncul suatu kejutan. Ibarat makanan penutup yang meninggalkan kesan manis yang mendalam. Tersedialah puding dalam kemasan Cup diantar langsung oleh pencipta kreasi usahanya sendiri.
Tanpa ragu, semua menikmati suap demi suap sendok kecil plastik bening. Siapa tak kenal dengan Puding? Orang awam kadang ada yang menyebutnya dengan agar-agar, atau lebih modern sedikit dengan sebutan jelly. Sebenarnya ada ciri khas yang membedakan puding dengan agar-agar. Puding memiliki tekstur lebih lembut karena ada campuran susu dalam bahan pembuatannya. Sementara kebanyakan agar-agar dibuat tanpa tambahan susu. Dari warnanya agar-agar berwarna lebih bening.
Puding ini berukuran kecil. Cukup terasa nyaman bila dipegang dalam geggaman tangan. Rasanya manis, teksturnya lembut. Dikemas dalam cup plastik bening lengkap dengan tutup dan ditempel stiker merk. "PawoneNuy",  kata itu yang digunakan untuk mengenalkan brand- puding buatannya. Kesan pertama  nampak biasa saja. Kesan selanjutnya akan muncul setelah puding masuk dalam mulut. Bedakan rasanya, rasakan bedanya. Lumerrrr dan lekkerrr, cocok dikonsumsi kapan saja. Apalagi bagi pemuja berat badan ideal, puding ini cocok untuk pengganti camilan berlemak yang akan membuat berat badan tubuh semakin bertambah.
Siapa yang mengira, admin Kompasiana punya kreatifitas usaha. Ditengah kesibukannya menekuni dunia per-adminan, tertunaikan pula kreatifitas wirausaha. Melalui puding inilah Nur Hasanah, perempuan asal Tegal berbagi sedikit cerita dibalik usahanya.  Perempuan bertubuh mungil ini  menyelesaikan pendidikan Jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Padjajaran - Bandung. Sore itu mengawali "wawancara" santai mbak Nuy menjawab beberapa pertanyaan seputar rasa ingin tahu saya dibalik terciptanya puding-puding nan manis lagi lembut.
Tam : Sejak kapan sih mbak memulai usaha puding ini?
Nuy  : Mulai usaha puding  November 2015, namun 6 bulan sebelumnya mulai otak atik resep puding, bikin label dan sebagainya
Tam : kalau menjadi  admin di Kompasiana sendiri sudah berapa lama mbak?
nuy  : dari November 2012 (lama juga ya, sudah hampir 4 tahunan kurang lebihnya)
Tam : Bagaimana mensiasati  antara waktu kerja menjadi admin kompasiana dengan waktu produksi puding mbak?