Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mimi Lan Mintuna itu Bernama Ibu Roselina dan Pak Tjiptadinata

18 Juli 2016   11:16 Diperbarui: 18 Juli 2016   23:47 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.Pri Dua Sejoli, Layaknya Mimi Lan Mintuna

Dimana ada Bu Lina disitu ada Pak Tjiptadinata. Sebuah kalimat yang sudah mengalami serangkaian pembuktian. Sungguh dua sejoli yang sejati. Diusia yang tidak lagi muda, Ibu Lina dan pak Tjiptadinata selalu runtang-runtung, Dalam istilah Jawa disebut seperti mimi lan mintuna. sungguh saya tidak ingin melewatkan momentum istimewa bagi sosok istimewa di Kompasiana. Hari ini 73 tahun sudah usia  Ibu Lina.Tiada kata lain selain ucap tulus, sebait doa dan mungkin rangkaian kata yang saya tulis ini. Bu Roselina, Selamat Ulang Tahun, Sehat, Bahagia selalu dan teruslah menginspirasi kami semua. semoga hal ini juga menjadi upaya saya untuk terus melakukan pembelajaran  makna tentang bagaimana sosok perempuan berkeluarga.

Tiga kali saya bertemu, bertatap muka, dan bertegur sapa dengan Bu Lina dan Pak Tjipta. Semoga Ibu tidak melupakan saat pertama saya bertemu ibu di sudut Kota Slawi. Saat dimana saya dibuat terkesima dengan sepenggal jalan cerita hidup yang disampaikan Pak Tjipta dihadapan sebuah forum yang diselenggarakan oleh kawan-kawan Waskita Reiki Tegal. Sebagai pribadi, sungguh saya bersyukur bisa bertemu dua insan yang sudah melewati asam garam kehidupan. Dan seperti yang pak Tjipta pernah sebutkan bahwa semua itu layaknya pembelajaran di Universitas Kehidupan, University of Life.

Awal bertemu dan mengenal mereka, saya tidak hanya dibuat terkesima, namun juga sempat menitikkan air mata. Betapa pasangan hidup ini benar-benar telah mengarungi samudra kehidupan yang luas dengan terjangan gelombang yang sedemikian dasyat. Perputaran roda kehidupan yang mereka alami begitu lengkap dengan kisah penderitaan dan perjuangan hidup yang sebenar-benarnya. Semua itu terukir sempurna sebagai sebuah sejarah  perjalanan hidup yang berakhir dengan kebahagiaan, happy ending. Tak pelak, dipertemuan pertama dengan Ibu Lina tahun 2014 lalu saya sempat "ngudar rasa", sedikit melakukan pelepasan atas rangkain perjalanan yang menyesak di benak dan relung terdalam jiwa.

Bu Lina, Pak Tjipta, sepasang yang ditakdirkan Tuhan bersatu dalam ikatan suci pernikahan 2 Januari 1965. Pasangan dengan selisih usia 2 bulan itu mengawali bangunan terkecil dalam hidup berbangsa yakni berkeluarga. Betapa saya sulit memisahkan nama Roselina dengan Tjiptadinata. Nama mereka seperti sudah terpatri dengan sangat eratnya. Saya tidak bisa hanya menyebut bu Lina tanpa Pak Tjipta, demikian sebaliknya. Setiap menulis sepenggal tentang Bu Lina, tak bisa lepas begitu saja dari penggalan lain yang terkait dengan pak Tjipta.

 

Pertemuan kedua dengan mereka di Januari tahun 2015. Masih di Pojok Kota Slawi  dalam agenda bakti sosial kebangsaan yang digelar Yayasan Waskita Reiki. Kali itu saya tidak datang sendirian melainkan mengajak serta Ibu saya serta suami. Tidak saya duga, sore itu suasana bahagia memancar pada semua yang hadir. Kami menjadi saksi perjalanan pernikahan Pak Tjip dan Bu Lina yang sudah lebih dari separuh abad. Acara Potong Kue ulang tahun pernikahan menjadi bagian yang tidak terlupakan. Semua Kami yang hadir mendapat potongan kue tersebut. Sungguh ada haru bahagia melihat pasangan hidup yang selalu tampil berdua yang nyaris seperti tanpa ada cela. 

Selama ini sering kita dengar kalimat "dibalik kesuksesan laki-laki terdapat perempuan hebat dibelakangnya". Sungguh, saya tidak memaknai kesuksesan sebagai penggalan terpisah dari perjalanan panjang seperti yang dituliskan Pak Tjip-Bu Lina dalam sepasang buku mereka : Beranda Rasa dan Penjaga Rasa. Rangkaian perjalanan hidup yang penuh lika-liku, kepedihan yang mengantarkan pada sebuah kebahagiaan lengkap sudah terpahat. Tidak sekedar sebagai sebuah suratan takdir, melainkan keteguhan-kebesaran hati. Dan semua itu bermuara pada the power of love, menyerupai judul lagu yang dinyanyikan oleh Diva dunia yang bertumbuh di Perancis , Celine Dion. Betapa besar kekuatan cinta kasih diantara keduanya. Tidak lagi sekedar soulmate, belahan Jiwa namun Bu Lina telah menjadi Jantung-Hati dan Urat nadi bagi Pak Tjipta selama menjalani hidup sedari belum apa-apa.

Susah senang bersama, ungkapan sederhana yang bisa saya simpulkan dari Bu Lina-Pak Tjipta. Buku-buku mereka berisi tentang kisah yang rugi jika dibaca sekali. Membaca berulang kali apa yang dituliskan oleh mereka adalah sebuah pengembaraan hidup yang membuat saya semakin memahami realitas hidup dan kehidupan. Jujur saya akui, belum mampu menjadi perempuan setegar dan sekuat Ibu Lina. Saya dan pasangan hidup saya  masih sangat jauh untuk disebut sebagai mimi lan mintuna.  Tapi saya yakin ini adalah sepenggal proses yang akan menggenapkan. Semoga Tuhan berkehendak memberi kelancaran upaya menuju kesempurnaan meski itu sifatnya hanya mendekati kesempurnaan itu sendiri.

Dari Pak Tjipta-Bu lina jugalah menjadi perantara bagi saya mengenal Kompasiana. Hingga akhir tahun 2015 di ajang kompasianival kembali saya bertemu dengan mereka. Bu Lina -Pak Tjipta ditilik dari usia mereka yang kini sama-sama 73 tahun, mematahkan sebuah teori sosial kependudukan yang pernah saya baca bahwa usia diatas 50 tahun tergolong usia tidak produktif. Melihat Bu Lina dan Pak Tjip, tiada yang tidak produktif. Diusia kurang lebih sepertiga abad, dua hati dua jiwa dan dua sejoli ini teramat produktif menulis di Kompasiana. Mereka juga aktif di berkeliling ke beberapa kota di Indonesia, meski mereka tinggal di Australia dalam berbagai kegiatan sosial.

Kini, Sepasang Buku karya Bu Lina dan Pak Tjipta telah berulang kali saya baca. Tidak pernah ada kata bosan menyelami kisah-kisahnya. Semoga saya bisa memetik banyak buah dari pelajaran kehidupan dari kalian berdua. Sekali lagi Selamat Ulang tahun Bu Lina, Sugeng Tanggap Warsa. Betapa beruntung Pak Tjip beserta anak-anak karena memiliki sosok perempuan tangguh seperti Ibu Lina. Semoga saya bisa menjadi perempuan setangguh Ibu Lina, apapun keadaannya sekarang dan nanti

Salam Hormat dan hangat selalu teruntuk Bu Roselina, Pak Tjiptadinata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun