Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengetahui Jejak Pelaut Makassar di Negeri Kangguru Melalui Jendela Australia di Kompas.com

31 Juli 2016   20:20 Diperbarui: 31 Juli 2016   20:46 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto W. Giovanni : Foto bersama Kompasianer bersama Wisnu Nugroho (berdiri-batik merah-ditengah), Caroline Damanik (Dress Batik Coklat Aling pinggir sebelah kiri) dkk Kompas.com

Merinding bulu kuduk saya ketika membaca tulisan Caroline Damanik, wartawan Kompas.com yang berjudul Kisah Mesra Pelaut makassar dengan Orang Aborigin Pada Masa Lalu. Hal ini bukan tanpa sebab,  sekitar 8 Kompasianer satu diantaranya saya, hadir dalam peluncuran Windows on Australia.  Beberapa waktu yang lalu  bertempat di hotel Mandarin Oriental yang berada di kawasan Thamrin,  kami mengenal jejak persahabatan Indonesia-Australia secara lebih dekat dalam kerjasama lintas media. 

Acara yang dikemas dalam rangkaian Halal Bil Halal ini dihadiri oleh berbagai kalangan. Hadir dari pihak Australian Broadcasting Corporation (ABC) antara lain Michel Gutrie, Linley Marshall dan beberapa undangan dari pihak kedutaan besar Australia Lainnya. Sementara itu tiga kelompok media dari Indonesia menghadirkan perwakilanya yakni Wisnu Nugroho selaku pemimpin redaksi Kompas.com; Arifin Arshad Pemimpin Redaksi Detik.com dan Arya Sinulingga mewakili MNC Group. Mereka  menyambut baik kerjasama ini dengan mitra sinergis dari penyebaran konten tentang Australia . Bagi Kompas.com kerjasama ini adalah kali pertama, berbeda halnya dengan Detik.com dan MNC Grup  yang sudah bekerjasama terlebih dahulu dengan jejaring korporasi media dari Australia.

Ada hal yang menegaskan bahwa kerjasama lintas media antar negara ini mendapat respon positif dari pemerintah Republik Indonesia. Hal itu ditengarahi dengan turut hadirnya pemangku kebijakan bidang terkait yakni Bapak Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Kerja. Bahkan Bapak Ade Komarudin selaku Ketua DPR RI turut pula hadir untuk menguatkan sinyalememan positif kerjasama antar lembaga dari dua negara. Mengingat dalam DPR sendiri terdapat BKSAP (Badan Kerjasama Antar Parlemen) yang secara spesifik menangani kerjasama antar Parlemen di dunia.  Inilah sinergi positif antara pemerintah - media dan negara tetangga dalam rangka penyebarluasan informasi melalui konten media.

Tak pelak tiga sosok luar biasa yang telah menjadi ujung tombak penyebaran konten itupun turut hadir. Caroline Damanik dari Kompas.com,; Juanita Wiraatmaja dari MNC Group serta Habibie dari Detik.com.  Mereka adalah 3 Jurnalis yang ditunjuk oleh masing-masing media untuk melakukan eksplorasi tentang Australia dan menulis/meliputnya menjadi sebuah konten yang menarik untuk ditelisik. Selama kurang lebih satu bulan mereka diterjunkan di Australia. Banyak liputan dengan sudut panjang yang berbeda serta hal-hal baru yang menarik untuk disebarkan. Ini dia kunci dari apa yang disebut sebagai Jendela Australia. Tulisan atau reportase merekalah yang disebarluaskan. Diharapkan mampu mengabarkan tentang apa dan bagaimana Australia-Indonesia.

Ada Indonesia dalam Australia. Entah apapun bentuk irisannya. Namun seperti yang diungkapkan oleh ketiga jurnalis pada acara malam itu membuat saya ingin mengetahui lebih lanjut tentang Australia. Benua satu ini hanya terpisah oleh Samudra Hindia. Di penghujung laut Selatan nun jauh disanalah arah pandang Australia berada. Bagi saya pribadi, Australia belum sepenuhnya mampu menawan hati. Hanya beberapa item yang lekat dengan kesan Australia saja yang saya ketahui. Seperti misalnya Kanguru, Perth, Sidney. Ah sungguh masih teramat sedikit dalam memori saya jika harus menyebut sesuatu yang terkait dengan Australia. Kenapa?! jawabnya jelas kurang referensi, atau semacam konten yang bisa saya baca di media yang biasa saya akses. Bukan berarti saya tidak memiliki ketertarikan dengan Australia. Mungkin inilah kenapa ABC menjalin kerjasama dengan 3 media di Indonesia. Dan penyebaran konten tentang Australia yang mereka lakukan bagi saya khususnya  adalah hal yang tepat sasaran. Saya salah satu yang masih belum familiar dengan Australia, jika dibanding dengan Eropa , Amerika ataupun Asia pada khususnya.

Sepenggal cerita menarik diungkapkan oleh 3 jurnalis malam itu, semacam testimoni, pesan dan kesan. Namun sungguh menyisakan rasa penasaran. Termasuk ketika saya harus menuliskan sesuatu di Kompasiana. Harus ada sesuatu yang lebih dari sekedar reportase kegiatan tentunya. Sebab ini luar biasa. Akhirnya saya pun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menggenapkan rasa penasaran saya dengan informasi yang bisa di dapat di jendela Australia yang mengusung Has Tag atau tagar #JelajahAustralia2016  

 Sungguh, saya tidak mampu menyarikan apa yang dituliskan oleh mbak Olin (demikian panggilan Caroline Damanik). Saya pun mencoba mengawali cerita ala saya terkait dengan jejak pelaut Makassar di Negeri Kangguru ini. Konon, ketangguhan nenek moyang Indonesia yang sebagian diantaranya menjadi pelaut menorehkan sejarah bagi suku Aborigin, penduduk asli Australia. Tersebutlan Arnhem land yang  yang menjadi lokasi berdiamnya suku Yolngu. Dari merekalah kedekatan Orang Makassar dengan penduduk Asli Australia dimasa yang lalu tercipta. Wajar jika beberapa tahun lalu sempat tersiar kabar bahwa sejarawan diminta menulis ulang tentang sejarah Australia. Tentu saja ini sebuah benang merah yang tidak bisa dipisahkan antara rekam jejak kapal pinisi yang digunakan para pelaut Makassar dengan awal peradaban di belahan Australia saat itu.

Caroline Damanik menuliskan banyak hal tentang awal kedatangan  pelaut dari Makassar. Hingga muncul sebutan "mangathara" oleh Masyarakat Yolngu, sementara itu pelaut dari Makassar menyebut Arnhem Land sebagai "marege". Membaca tulisannya benar-benar seperti membawa saya melongok jendela. Betapa dekat saya rasakan keberadaan Australia dan sepenggal sejarah masyarakat Aboriginnya. Tidak hanya mengupas tentang sejarah, Olin memanjakan pembaca setia kompas.com dengan beberapa tulisan lain.

Ada Lebih dari 15 tulisan yang menjabarkan banyak hal tentang Australia. Termasuk kisah menjalani puasa selama bulan Ramadlan disana. Namun agaknya saya tertarik untuk menelusur jejak sejarah pelaut makassar. Dalam tulisan kedua yang saya baca berjudul "Berkunjung ke Pantai "Orang  Makasar" di Autralia Utara" ini Olin, mengajak saya sedikit berpetualang dengan cerita off road sepanjang jalan menuju ke pantainya orang Makassar. Batapa bangga saya , ternyata nama Makassar diabadikan sebagai nama salah satu pantai di Utara Australia. Meski istilahnya sudah berbah dalam bahasa Inggris yang menjadi "Maccasan" dan dikenal sebagai Maccasan Beach. di Australia Pantai ini dikenal juga dengan nama pantai Wurrwurrwuy.

Tak berhenti sebatas Maccasan Beach, Olin terus membawa saya menelusuri jejak makassar di Australia melalui tulisan- tulisannya. Kali ini Olin mengupas tentang peninggalan yang dalam bahasanya dia sebut sebagai warisan orang makasar bagi masyarakat Aborigin. Dua kata yang disebut Masayrakat Aborigin adalah"rupia" dan "Prau". Dua kata itu identik dengan arti uang dan perahu. Olin juga mengulas tentang pengaruh seni , ritual budaya yang secara tidak langsung mewarnai budaya setempat. Dalam hal dagang bahkan Orang Makassar cenderung berbagi keuntungan sehingga dalam tulisannya olin menyebut bahwa Orang Makassar sangat dirindukan oleh masyarakat Aborigin.

Dan sebuah tulisan yang teramat menggembirakan berjudul "Menjalin Kembali Silaturahim Suku Aborigin dan Orang Makassar" menjadi puncak sementara yang bisa saya garisbawahi bahwa program Jelajah Australia membawa pesan yang luar biasa. Hal itu terungkap dalam ulasan tentang upaya konsulat Jenderal RI di Darwin, Omer Siregar bersama Duta Besar RI di Canberra menyebutkan bahwa hubungan Darwin dengan Ambon, Darwin-Bali dan Darwin-Makassar itu memiliki hubungan yang sangat erat disebut sebagai diplomacy of proximity.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun