Riuh ramai, sedikit berdesakan, beberapa ember berisi cairan aneka warna berjejer di halaman sebuah rumah sederhana di bilangan Pondok Aren Tangerang Selatan. Tidak ada kata terlambat bagi saya yang telah menempuh sekian jarak demi menjawab sebuah tanya: Apa sih bedanya batik Tangsel dengan batik dari daerah lain di Indonesia?. Ya, Sessi workshop Batik mendatangkan pemandangan yang tidak biasa sekaligus menjawab rasa penasaran saya.
Hampir semua sisi rumah mulai dari halaman, teras depan, ruang tamu hingga ruang samping tampak disulap layaknya ballroom tempat talkshow sekaligus workshop batik berlangsung. Beberapa diantaranya "Ngariung" alias bergerombol. Laki-laki maupun perempuan membaur dalam prosesi membatik yang sedemikian menarik. Di ruang samping hingga belakang beberapa terlihat kompor kecil dengan nyala api yang membuat lilin atau malam mencair dalam wajan berukuran mini. Ada 4-5 orang duduk mengelilingi satu kompor lengkap dengan cairan lilin diatas wajan . Ditangan kiri masing-masing memegang kain putih polos, biasanya sih identik dengan kain mori atau blacu. Sementara tangan kanan mereka memegang canting, alat untuk membatik.
Ya, membatik tidak sekedar menorehkan cairan lilin diatas kain putih sesuai dengan pola atau motif yang ada. Membatik mengandung makna filosofi nilai yang penuh dengan kesabaran, ketelatenan, ketelitian, hingga detail titikpun mampu menjadi perlambang sebuah proses ketekunan. Wajar jika kemudian Batik ditasbihkan sebagai Warisan Kemanusiaan Untuk Budaya Lisan dan Non Bendawi Milik Indonesia” pada 2 Oktober 2009 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Wajar jika kemudian keberadaan batik bertumbuh di tiap daerah hampir di seluruh Indonesia.
Adalah Ibu Nelty
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H