Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Lebaran, Memaafkan dan Butuh Waktu Untuk Melupakan

29 April 2023   21:57 Diperbarui: 29 April 2023   22:02 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber m.brillio.net

Meminta maaf dan memberi maaf adalah sebuah keutamaan saat lebaran.  Padahal tanpa harus menunggu lebaran, meminta maaf atas semua kesalahan bisa dilakukan kapan saja kepada siapa saja dan dimana saja. Tanpa perlu menunggu tradisi mudik. Saling memaafkan adalah proses yang tampak mudah namun tak sedikit yang tetap menyisakan gundah.

Manusia adalah tempat dimana khilaf dan salah tercipta. Proses interaksi sesama, belum lagi perbedaan logika, kepentingan dan target capaian dalam hidup rentan menimbulkan perselisihan, kesalahpahamam hingga rasatak nyaman akibat hal yang dianggap tak berkenan. Semua itu manusiawi, sepanjang tidak membawa dampak yang merugikan bahkan mengandung unsur kekerasan yang mengarah ke tindak kejahatan.

Proses saling memaafkan hendaknya jangan hanya bersifat formalitas dan seremonial sesaat sekedar menjadi pelengkap saat lebaran. Memaafkan secara hati akan berdampak pada kondisi psikis dimana damainya hati serta memperbaiki relasi menjadi proses positif dalam berinterasi sosial. Hal yang perlu digaris bawahi adalah saat sudah saling memaafkan sebisa mungkin tidak mengulang kesalahan.

Bisa dikatakan, dalam sebuah proses saling memaafkan terjadi proses evaluasi diri, instrospeksi yang menjadi catatan ke depan agar terhindar dari situasi dan kondisi yang kurang membuat nyaman satu sama lain. Berjabat tangan antara dua orang yang saling memaafkan bukanlah sekedar bahasa tubuh dan simbol fisik. Ada proses yang jauh lebih penting, yakni kebekuan hati yang mencair dan kembalinya kehangatan dalam jalinan komunikasi, interaksi dan terbangunnya relasi positif lagi produktif.

Konon memaafkan itu mudah, namun ada beberapa karakter personal yang tidak serta melupakan rekaman peristiwa yang menorehkan luka, duka dan kesedihan yang berkepanjangan. Terlebih jika mengarah pada trauma, maka butuh waktu lebih meski terkadang sudah bisa memaafkan. Saya termasuk yang mudah memaafkan namun butuh waktu untuk melupakan.

Sisa trauma sesekali muncul akibat dipicu oleh peristiwa yang serupa, seolah memancing rekaman memori peristiwa yang membuat goncangan emosi. Acapkali lamunan membawa penggalan memori yang kurang mengenakkan. Telinga terngiang oleh bentakan, cacian hingga kata-kata yang  sempat membuat shock akibat dibentak di depan umum tanpa saya tahu apa kesalahan saya Seringai wajah yang mengerikan akibat emosi muncul tiba-tiba, sungguh suasana yang sangat tidak nyaman.

Bersyukur saya bukan penderita trauma akut, sehingga dalam keseharian saya masih mudah bergaul dan berinteraksi sosial tanpa hambatan psikis yang cukup berarti. Sebagai pribadi yang jauh dari rasa dendam, rasanya saya sudah memaafkan mereka sesaat setelah mereka memperlakukan saya dengan kurang mengenakkan. Hal itu terbukti ketika saya tidak terpancing emosi dan memperkeruh suasana. Saya memilih untuk mengalah, menyingkir dan mencoba menerima semua.

Apa daya, luka hati terlanjur tercipta. Sebagai  manusia biasa ingin sembuh dari luka menjadi harap paripurna. Kiranya memaafkan baru menjadi lapis luar proses pengobatan, masih butuh waktu untuk melupakan sehingga kata maaf lahir batin memiliki implikasi luar dalam, bukan semata dalam ucapan. Termasuk dampak kesehatan psikis dan mental yang harus tetap menjadi nomor satu.

Apalah arti saling berjabat tangan, mulut mengucap kata maaf, saling menempelkan pipi bahkan peluk erat disertai tangisan, bila masih ada ganjalan hati yang menodai fikiran dan tindakan kedepan. Yakinlah, jika lebaran tahun ini segala usaha untuk saling memaafkan tunai sudah dilakukan. Namun kiranya ada hal yang membutuhkan waktu lebih sebagai sebuah proses evaluasi ke depan, bahwa untuk melupakan hal-hal yang sifatnya menimbulkan ketidaknyamanan batin yang cukup mendalam adakalanya butuh waktu tambahan.

Jika ada salah dan khilaf kata, sikap dan tindakan semoga kita saling memaafkan.

salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun