Menulislah Dengan Hati
Awal saya menulis, saya pun cukup bingung. Harus mulai dari mana tulisan saya?. Lantas, saya bertanya pada salah satu rekan yang berprofesi sebagai wartawan. Kebetulan dia alumni Unsoed juga,sempat menjadi wartawan Sindonews. Panjang lebar saya bertanya tentang teori dan teknis menulis. Tapi jawaban darinya membuat saya tersadar dan mencoba menjadikan itu sebagai sebuah "mantra magis". Menulislah dengan hati, kalimat yang cukup mencengangkang dan sulit untuk diterjemahkan. pun dicari definisinya. Namun kita akan menemukan maknanya manakla kita mulai menulis..menulis...dan menulis.Â
Jangan takut salah. Salah berulang kali mengucapkan Plase, feel free. Jangan jadikan menulis sebagai beban. Lepaskan saja apa yang ada dalam kepala/fikiran dan hati kita. Entah apa bentuknya, tuliskan. Jangan pernah takut salah atau merasa kurang benar dalam menulis. Terkait kaidah bahasa dan lain-lain , itu nanti akan mengikuti manakala kita sudah berani dan bisa memulai. Ketika kita menulis dengan hati, maka sadar ataui tidak akan tercipta orisinalitas yang menjadi point penting dalam menulis.
Dari Orisinalitas ide tersebut ada hal lain yang bisa lebih digali, yakni lokalitas yang akan memunculkan ciri khas tersendiri. Menggunakan kosa kata sederhana juga akan membantu kita mengembangkan tulisan tanpa terkedala dengan istilah yang terkadang justu menjadikan ide/gagasan tertwan/berhenti akibat kurang menguasai istilah/keseluruhan maksud yang ingin disampaikan.
Mengupayakan kalimat/paragraf pembuka semenarik mungkin juga akan membantu tulisan kita menjadi lebih greget dan tidak mudah ditinggalkan oleh pembaca. Bahkan saya memberi contoh, tak masalah menggunakan bahasa Ngapak/Banyumas dalam artikel/ tulisan. Demikian pula dengan bahasa sunda atau bahasa daerah lain yang justru bisa memperkaya khasanah literasi dalam tulisan. Justru bukan tidak mungkin tulisan tersebut bisa menjadi sarana untuk transformasi nilai bahasa lokal. Manfaatnya pasti akan terasa bagi perkembangan literasi daerah dengan semangat multikultural bukan?
Lebih lanjut saya pun memberi masukan terkait rencana Student English Forum untuk menjadikan Voice of Sef hadir dengan sentuhan multimedia kekinian. Lantas bagaimana kira-kira para mahasiswa ini ke depan akan mewujudkan Vosef dalam konsep E-Magazine??
tunggu dalam tulisan chapter berikutnya ya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H