"Selamat ya Ito.." begitu seru kawan melalui sambungan telepon Sabtu 17 Agutus 2019 lalu. Siang itu kami tengah menikmati perayaan kemerdekaan RI melalui  secangkir kopi. Sedari pagi- siang-sore hingga malam di hampir setiap sudut wilayah ramai dengan nuansa merah putih.Â
Riuh redam suara speaker dan soundsistem yang menggemakan lagu kebangsaan diiringi pekik semangat perlombaan. Anak-anak, dewasa hingga mereka yang sudah berusia lanjut larut dalam perayaan Agustusan ala masing-masing.
Tersiar kabar upacara  bendera dan peringaatan detik-detik proklamasi dari istana negara hingga dari  berbagai pelosok Indonesia. Itu semua menjadi perlambang betapa bahagianya rakyat Indonesia atas anugerah kemerdekaan yang telah 74 tahun terjalani. Tahun ini, bukan saja para anggota paskibraka yang menjadi sorotan media massa, melainkan pula Sang Ibu negara.
Ibu Iriana Jokowi dalam balutan busana adat Sumatra Utara saat upacara peringan 74 tahun kemerdekaan RI tampil begitu memikat. "eye catching" dengan warna merah, sarung tapak Satur, aneka aksesoris lengkap berupa kalung, anting, hingga bulang (hiasan kepala)  namun tetap luwes, anggun dan menawan. Terbiasa tampil dengan sederhana, momentum 17 Agustus menjadikan Ibu Iriana tampil lengkap dalam balutan  kain tenun khas batak yang berasal dari Simalungun.
Tidak hanya Torang Sitorus dan timnya yang berbahagia pada momentum dimana ibu negara mengenakan kain khas daerah mereka. Melainkan seluruh masyarakat Batak pada Umumnya dan Simalungun pada khususnya. Ulos yakni kain tenun yang merupakan bagian dari tradisi budaya masyarakat Batak seakan  menyatu sempurba  pada sosok Ibu negara, the first lady of Indonesia yang notabene berasal dari Jawa. Apresisasi penuhi teruntuk tim busana Ibu Iriana yang telah memberikan tempat tersendiri bagi kain tradisional Simalungun yang bisa dibilang langka.
Alangkah Indahnya Indonesia dengan beragam tradisi budaya yang kaya dengan beragam jenis kain dan busana adat. Tak hanya Jawa dengan batiknya saja. Melainkan pula kain yang berasal dari Sumatra Utara yang kerap dikenal oleh awam dengan sebutan ulos. Layaknya batik di tanah jawa yang memiliki beragam nama dan varian, di tanah Batak sana ternyata kain tradisionalnya pun beragam jenis. Sebut saja, kain tenun Toba, mandailing hingga Simalungun.
Torang Sitorus, merupakan salah satu putera Batak  yang ingin menjadikan kain tradisional  ini menjadi lestari dan memiliki nilai tinggi tak hanya secara tradisi. Melalui sambungan telpon, lelaki yang telah mengoleksi lebih dari 300 kain ulos dari berbagai daerah di Tanah Batak ini mengungkapkan banyak kisah dibalik kain tenun Simalungun.Â
Ia tak hanya mengoleksi , namun juga terjun langsung ketengah para penenun kain Tradisional di daerah-daerah Sumatra Utara. Kepedulian, kepiawaian dan optimisme yang dimiliki terus dia sematkan agar para penenun tidak patah arang.Â
Akhirnya kain tenun tradisional mulai ditinggalkan peminatnya. Para penenunnya pun harus cukup bersabar karena untuk menghasilkan selembar kain tenun tradisional butuh waktu minimal dua minggu dengan upah yang jauh dari standar.Â