Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Koboy Kampus", Mahasiswa Masa Gitu?

29 Juli 2019   00:28 Diperbarui: 29 Juli 2019   00:38 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber Tribunnews.coom

Film Indonesia kian bervariasi mengangkat tema dan jalan cerita. Di antara sekian banyak genre film horor Indonesia yang mengangkat kisah mistis, film dengan latar latar belakang aktifitas remaja masa kuliah masih dibilang cukup jarang. Salah satunya film Koboy Kampus arahan sutradara Pidi Baiq .Berbeda halnya dengan kisah film yang mengangkat kehidupan anak remaja SMA yang cukup populer sebelumnya berjudul Dilan.

Sedikit berbeda dengan film sebelumnya, Koboy Kampus memiliki segmentasi penonton yang lebih sempit dan terkesan kurang antusias dibandingkan dengan film Dilan. Kenapa segmen penonton sempit? karena latar cerita begitu spesifik mengangkat kisah mahasiswa Institut Tekhnologi Bandung (ITB) Jurusan Seni Rupa.

Dengan mengisahkan kehidupan ala mahasiswa zaman meletusnya reformasi hingga lengsernya rezim Soeharto, film ini menampilkan sisi lain. Sisi heroik yang berbeda dari kebanyakan. Jiwa kritis yang nyleneh hingga muncul pemikiran tentang konsep membentuk negara yang diberi nama The Panas Dalam.

Disaat sebagian mahasiswa turun ke jalan untuk ramai demontraasi Pidi Baiq,  yang diperankan oleh Jason Ranti yang berambut gondrong ala mahasiswa justru asyik menyanyi, dan bercengkrama dengan 5-6 orang karibnya dalam sebuah ruang seni.

Mahasiswi asing asal Inggris turut memberi nuansa yang sedikit berbeda dari kampus kebanyakan selama ini. Banyak lagu dan adegan yang lucu dan mengundang tawa. Namun entah kenapa saya kurang begitu bisa menikmati inti cerita yang ringan namun terkesan berat. Atau sebalikny cerita berat yang dibuat ringan.

Selalu ada tanda tanya dalam tiap adegan yang terkesan menonjolkan si Pidi Baiq dalam sessi apapun. Mahasiswa kok gitu? termasuk ketika pemeran pembantu yang muncul beradu akting ala aktifis 98 yang ramai berunjuk rasa. Beberapa kali saya menyergit, tidak adakah empati ? atau memang mereka hidup dalam imaji yng berbeda tentang sebuah negeri? Sah-sah saja dan menjadi hak siapa saja apalagi sekelas Pidi Baik yang merupakan sososk multitalenta dalam seni. 

Nyanyin-nyayian nyleneh ala Pidi Baiq memang sangat realistis namun pemikiran untuk membuat republik panas dalam menimbulkan kesan mereka adalah mahasiswa yang asik dengan dunianya sendiri. Ah mungkin karena saya bukan mahasiswa Seni Rupa atau seni sastra lainnya. Meski demikian akting para pemeran mahasiswa sangat alami, meski pada beberapa adegan kesan elit cukup terlihat. Kesan biasa bahkan sedikit kecewa saya rasakan begitu keluar dari ruang biskop selepas menonton Koboy Kampus

Sebagai sebuah karya saya begitu apresiasi. Namun dilihat dari pesan moral kepada mahasiswa zaman sekarang, saya justru khawatir, pola pikir untuk membentuk republik tersendiri cenderung disalah artikan menjadi sesuatu yang berbahaya secara ideologi. Cukuplah kiranya mahasiswa menjadi apatis dengan politik. Namun Jika kemudian mereka yang apatis dengan politik lantas membentuk republik ala mereka sendiri? Sungguh tak bisa saya bayangkan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun