Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menyapa Pemilih yang "Jinak-jinak Merpati" dalam Pilpres 2019

27 Maret 2019   09:40 Diperbarui: 27 Maret 2019   09:58 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam setiap angka yang dihasilkan dari survey politik  lembaga manapun, terdapat angka "istimewa". Angka tersebut bukan saja menyoal berapa proses perolehan kandidat yang  berpeluang menang, berapa margin atau selisih angka dengan perolehan suara kandidat yang kalah. Dan 1 angka yang disebut istimewa yakni swing voters. Para pemilih mengambang inilah yang kesannya menentukan berubahan konstelasi persaingan. Suara swing voters pun  cenderung menjadi rebutan.

Seberapa signifikan suara swing voters menjadi penentu kemenangan?. Dalam kondisi normal dimana  pemilu  berlangsung tertib, damai , lancardan tidak dalam tekanan kelompok yang membahayakan keselamatan nyawa pemilih,maka swing voters tidak selalu menjadi penentu kemenangan. 

Terlebih ketika berdasarkan survey ,  rentang margin atau selisih prosentase kandidat yang menang dan yang kalah cukup besar jumlahnya. Sebut saja pada kisaran 20 %. Maka Swing voters yang digadang-gadang sebagai kelompok pemilih istimewa pun akan kehilangan momentum politik. 

Apa yang saya sampaikan diatas  tentu akan berbanding terbalik dengan asumsi Adhi Massardi sebagai ketua umum perkumpulan swing votres. Sebanyak 30 % dari swing voters berpeluang sebagai penentu kemenangan kandidat. Tentu saja dengan catatan selisih prosentase kemenangan berdasarkan survey pendahulu hanya dibawah 15 % saja. 

Nah,namun apakah Adhi Massardi selaku Ketua umum perkumpulan swing voters bisa menjamin bahwa semua anggota kelompoknya akan satu komando memberikan suara untuk kandidat tertentu?.

Sebagai pemilih rasional, tentu saja tidak semudah itu. Yakin swing voters pun akan terbelah dengan sendirinya. Tidak bisa diarahkan dukungannya ke satu kandidat saja.

Selain swing voters, trend politik kekinian menyebut juga istilah "undedicated voters". Agak menyergit saya membaca istilah tersebut. Saya mencoba mereka-reka apa sebenarnya arti dari undedicated voters?. Benarkan ada kelompok pemilih yang benar-benar tidak punya dedikasi waktu, tenaga, dan keinginan untuk memilih saat pilpres 17 April 2019 nanti.

Kira-kira apa penyebab dari undedicated voters ini. Sama-sama belum menentukan pilihan, undedicated voters pada umumnya menggunakan hak pilihnya berdasarkan alasan emosional personal. 

Sementara swing voters cenderung menggunakan hak pilih semata-mata karena trend rasionalitas mereka. Maklum saja, swing voters berasal dari kelompok yang antusias terhadap pembicaraan politik. Sehingga mpmentum debat, diskusi hingga agenda kampanye yang menyuguhkan program serta unsur dialektis akan mampu merubah pilihan mereka.

Sejenak  mari kita pisahkan antara swing voters dengan "undedicated voters". Agar kita lebih fokus dalam mengenal siapa, apa dan bagaimana kelompok pemilih emosional ini. 

Saya pun menyebut para "undedicated voters" ini sebagai pemilih yang jinak-jinak merpati. Ciri-ciri pemilih yang jinak Jinak Merpati (JJM) ini secara usia berkisar antara 17-36 tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun