Gerakan massa 212 yang dihelat pada Minggu 2 Desember 2018 di Monumen Nasional telah berlalu. Riuh redam pemberitaan masih saja bersliweran di lini media sosial. Awam saya memaknai gerakan massa tersebut memiliki sisi makna holistik. Ya, simbol warna putih yang hampir digunakan sebagai atribut massa peserta kegiatan 212 seolah ingin menegaskan bahwa misi yang mereka emban adalah misi suci. Salah satunya membumikan kalimat Tauhid yang ditulis dalam bentuk bendera atau topi bahkan di beberapa bagian pakaian yang mereka kenakan.
Makna holistik 212 pun kian kentara manakala kegiatan yang berlangsung damai tersebut menjadikan shalat berjamaah sebagai salah satu rangkaian acara. Lebih-lebih dengan dihadiri oleh beberapa tokoh yang berasal dari kalangan Habaib. Pekik takbir dan gema shalawat menyertai tiap sesi. Meski akhirnya ada sisi lain yang coba diselipkan. Atau memang sudah sedemikian rupa diskenariokan?
Hadirnya Prabowo Subianto di tengah peserta dengan bonus memberikan orasi dalam sekejap merubah suasana. Dalam pandangan awam saya, nilai holistik 212 memang memiliki posisi tawar yang menjanjikan. Niat semula dari para peserta yang hadir untuk beribadah, Â dengan mudah mendapatkan bonus motivasi politik. Lagi-lagi tak sedikit pihak yang kemudian menjadikan hal tersebut sebagai sebuah tema kontroversi.
Salah satunya, terkait pemberitaan yang mengungkap bahwa pasca kegiatan 212, panitia masih memiliki beberapa kewajiban yang masih harus dibayar alias utang. Seperti yang dilansir oleh Tempo.co pada 8 Desember lalu, memuat kutipan pernyataan dari Supriyadi selaku Bendahara reuni 212 bahwa pihaknya masih memiliki utang, misalnya untuk bayar panggung besar. Â Supriyadi juga menambahkan bahwa biaya penyelenggaraan reuni 212 mencapai sekitar 1 Milyar.
Ditegaskan oleh Bernard Abdul Jabar selaku ketua Panitia Pelaksana Reuni Akbar 212, bahwa tak satu sen pun ada sumbangan dari pasangan calon peserta Pemilu Presiden 2019. Konon sumbangan itu justru berasal dari sumbangan individu yang tergabung dalam kepanitiaan. Termasuk penyumbang di luar panitia yang berasal dari berbagai kalangan.
Lagi-lagi dalam kacamata awam saya membaca sebuah bilangan yang cukup Fantastis. 1 Milyard bukan jumlah yang sedikit untuk sebuah kebutuhan  pelaksanaan acara , terlebih bernuansa Ibadah. Saya teramat yakin, bahwa massa yang hadir di acara 212 penuh dengan semangat keikhlasan. Bahkan banyak pihak mengungkap bahwa selama acara berlangsung, makanan, minuman, obat-obatan hingga segala hal yang terkait dengan kebutuhan peserta tersedia dengan sangat melimpah ruah dan gratis.Â
Beberapa peserta yang hadir bahkan membawa kisah heroik rela menjual aset seperti sepeda motor hingga binatang peliharaan untuk bisa memenuhi kebutuhan transportasi , konsumsi dan akomodasi selama mengikuti kegiatan 212. Ya, mereka rela datang dari pelosok daerah untuk tujuan dan niat suci beribadah. Jika peserta sudah sedemikian heroiknya rela mengorbankan materi yang tak seberapa agar bisa mengikuti kegiatan 212, Panitia pun demikian halnya, lantas siapa yang menikmati buah dari semua itu?
Ya, tak lain dan tak bukan adalah Prabowo. Calon Presiden yang kemunculannnya selalu menyisakan kontroversi. Saya yakin panitia 212 bukanlah sekedar event organizer yang memiliki tujuan profit dibalik suksesnya acara. Demikian pula sederet Tokoh kenamaan pun beberapa Habaib yang turut menyemarakkan acara dengan doa-doa.Â
Untuk sebuah kemasan acara Heroik lagi Holistik biaya operasional 1 M dengan utang yang tersisa, siapa kira-kira yang harus menanggungnya? itu pertanyaan kemudian terlintas dibenak saya. Jika ketua panitia mengklaim bahwa tidak ada sumbangan dari calon Presiden, sebegitu "kurang"nyakah biaya kampanye pasangan Prabowo-Sandi, sehingga mereka dengan suka cita menungganggi kegiatan holistik untuk sebuah pentas politik?
Dalam dunia politik, itu sah-sah saja. Namun yang perlu dicerna adalah, audit panitia demi nama baik 212 kedepan. Jangan karena utang yang belum terbayar, maka kisah-kisah heroik peserta yang hadir dari pelosok daerah menjadi sia-sia begitu saja karena panitia kehilangan kepercayaan dari para mitra kerja yang telah memberikan support fasilitas namun belum juga terbayar.
Bagaimana dengan hadirnya elit politik dari Gerindra, PKS, PAN? Apakah mereka ikut memberikan sumbangsih materiil kepada Panitia? Atau jangan-jangan mereka menjadikan kegiatan 212 sebagai ajang konsolidasi internal dengan memberangkatkan kader-kadernya dengan support logistik seperti model kampanye pada umumnya?