Masjid tak ubahnya bangunan peribadatan lain menjadi tempat berlangsungnya ibadah. Meski sejatinya, beribadah dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan situasi yang memungkinkan. Bagi umat Islam, menjalankan shalat bisa dilakukan di rumah, di lapangan/alam terbuka hingga saat dalam berada dalam kendaraan pada sebuah perjalanan.
Memuliakan masjid dengan mendatanginya untuk melakukan proses peribadatan tentu lebih afdol. Shalat berjamaah di masjid mendapatkan pahala 27 kali lipat dibanding ketika seorang muslim melakukan shalat sendirian.
Demikian saat Ramadlan datang. Masjid menjadi tempat yang banyak dimuliakan umat Islam. Rangkaian ibadah di masjid berlangsung hampir 24 jam. Selain shalat lima waktu, malam hari dilaksanakan shalat sunah tarawih, witir hingga qiyamullail lail/shalat malam.Â
Lantunan ayat suci Alquran rutin diperdengarkan dari tiap masjid yang mengadakan tadarusan. Masih ditambah lagi dengan kuliah/ceramah subuh ataupun ashar. Dari berbuka puasa, sahur bahkan kegiatan mabit/bermalam yang dikenal dengan istilah Itikaf pun diadakan di masjid selama Ramadlan.
Masjid kala ramadlan ibarat menjadi rumah Tuhan yang banyak disinggahi. Tak jarang totalitas ibadahpun banyak dijalani dengan berdiam diri dalam masjid. Seperti halnya yang pernah saya lakukan pada Ramadlan sebelumnya.Â
Laksana jelajah masjid yang pernah saya jalani, Â ada sebuah proses perjalanan spiritual tersendiri kala berada disana. Tidak serta merta dalam makna ibadah, melainkan ada pula sisi lain yang kemudian menjadi cerita menarik.
Tahun 2007 menjadi awal saya menjalani ibadah Ramadlan di masjid yang menjadi simbol kebanggaan negara. Sebagai masjid negara, Istiqlal menampung umat Islam dari berbagai daerah bahkan manca negara yang hendak beribadah.
Tak jarang, Istiqlal dikunjungi oleh tamu manca negara yang bertujuan untuk menikmati wisata arsitektur. ya, masjid Istiqlal sendiri menjadi simbol toleransi mengingat arsitekturnya dirancang oleh seorang anak pendeta beragama Nasrani yang bernama Friedrich Silaban. Tampak pula di seberang Istiqlal bangunan gereja katedral yang pada jam tertentu gema lonceng dibunyikan. Sungguh, nuansa Islam Indonesia begitu lekat ketika kita berada disana
Suasana Istiqlal yang sedemikian lapang seakan memberi kelapangan bagi tiap orang yang datang. Menginap di Istiqlal/itikaf pun kerap saya lakukan saat Ramadlan. Terlebih saat Ramadlan, Istiqlal menjadi salah satu tempat jujugan untuk berbuka puasa dengan nasi kotak yang dibagikan secara cuma -cuma.