Ajang tahunan Kompasianival selalu ramai diperbincangkan jauh-jauh hari. Lebih dari sekedar kopi darat bagi para penghuni platform keroyokan dibawah naungan atap kompas Grup. Tahun ini merupakan Ksianival ketiga bagi saya dan mewajibkan diri  hadir. Tentu bukan untuk ngarep alias berharap mendapat reward eh award dari Kompasiana. Melainkan karena saya sudah lama tidak ke Jakarta  (cukup klise bukan alasannya?).
Kompasiana Award memang memiliki prestise tersendiri bagi para penulis setia di Kompasiana. Tentu yang tujuannya bukan untuk meraup rupiah semata. Semua juga tau, menulis di Kompasiana tidak ada bayarannya, kecuali kalo lagi hoki menang lomba, atau sekedar menang live tweet, instagram competition saat Nangkring. Beruntungnya sihh Kompasiana selalu berinovasi dalam berbagi kesejahteraan bagi para loyalis yang keukeh mau menulis. Content Afiliation salah satunya, ditunggu juga yang lainnya ya.
Maka dari itu, tiap tahun digelarlah pemilihan calon kandidat peraih KAward. Wujud apresiasi yang pertentu menjadi lestari tentu dengan sekian kompensasi atas prestasi yang diraih. Kalau saya sihh masih jauhh dari angan-angan bisa dapat award, sebab saya masih terlalu moody untuk sebuah prestasi kualitas tulisan.Â
Iri apalagi dengki tentu tidak. Yang ada justru malah jadi termotivasi. Membaca tulisan-tulisan yang khas secara kualitas pesan yang disampaikan maupun gaya bahasa menjadikan ruang belajar menulis secara otodidak. Ala bisa karena Biasa. Beruntungnya di Kompasiana tidak ada sekat antara yang senior dengan junior, antara yang berada dengan yang sedikit papa, Apalagi antara yang di Jakarta dengan yang di daerah lainnya.Â
Buktinya saya, kalau ditanya saya itu Kompasianer mana, sungguh bingung Jadinya Jogja, Solo, Jakarta,Surabaya, Malang, Bali hingga Lampung pernah saya jabani. Semua itu demi apahh? demi bisa mengenal penghuni Kompasiana yang luarr biasa. Ditambah lagi karena memang saya tidak punya gawean alias Pengacara...pengangguran banyak acara.
Sepertinya sudah lumayan banyak prolog , sebuah pengantar dari saya menuju dukungan terbuka bagi para kandidat Nominator Peraih KAward. Sebelumnya izinkan saya sedikit protes dengan penggunaan istilah Jagoan. Ada kesan kurang ramah gender ( jiahhhh...aspiraiasi dari Ladiesiana nihh). Dalam persepsi saya, Jagoan itu identik dengan jenis kelamin laki-laki. Jangan sampai ya, peraih KAward 2017 ini semuanya berjenis kelamin laki-laki. Nohh ada UU Kesetaraan Gender. Dalam politik, yang merupakan ruang baca paling Hot saja ada aturan wajib kuota 30 % perempuan. Bagaimana dengan peraih KAward kalau belum apa-apa muncul stigma Jagoan? Ini tafsir bahasa kata Jagoan , asal kata Jago (ayam dengan jenis kelamin Jantan), Nah tuhh kan, anak ayam jika secara kulitas konten tulisan oke punya juga bisa loh dapat KAward.
Baiklahhh..baiklah...dari sekian pos nominasi, tak banyak figur yang saya beri dukungan alias usulkan. Ini dukungan terbuka, tanpa proses bisik-bisik tetangga, apalagi kolusi  dan nepotisme punya. Bagi yang namanya tidak saya sebutkan..yakinlah bahwa dukungan terbuka ini sifatnya hanya usaha. Toh bukan saya penentunya. Tapi saya percaya bahwa pemberian KAward tidak semata karena subjektifitas kedekatan personal dengan para admin hingga penggede Kompasiana.
Mereka yang berhak menerima KAward akan menjadi sorotan warga Kompasiana. Tetap loyal, setia dan terus berkarya atau menghilang bak ditelan bumi setelahnya. Isshhh ini kok lama-lama saya sudah kayak memberi kata sambutan saja. Maka Langsung saja ini dukungan saya, maaf saya hanya punya beberapa nama saja. Tidak semua nominasi saya punya jagoan. Seperti judul diatas maka yang saya ajukanpun hanya 2 saja sesuai tema Kolaborasi Lintas Generasi.
1. Syifa Annisa For K Of The Years/The Best Opinion
Mahasiswa yang tengah menempuh tugas akhir dan menjadikan Kompasiana sebagai ruang penelitianya ini sangat tahan banting. Perempuan yang masih bisa dibilang muda ini selalu yakin bahwa "kesempurnaan fisik" yang tercerabut akibat glukoma yang dia derita tidak menghalanginya untuk tetap aktif baik menulis maupun mengikuti aktifitas Nangkring dan berkomunitas di kompasiana. Cita-Cita syifa sebagai seorang calon sarjana dari Universitas Negeri Jakarta ini cukup sederhana, lulus dan bisa bekerja di Media. Dimana lagi kalau bukan di Kompasiana. Meskipun sekarang dia aktif sebagai freelancer di Komisi Penyiaran Indonesia untuk memantau konten media elektronik. Butuh keikhlasan dan kesabaran lebih ketika bersama syifa pada acara kompasiana. Sekedar pulang bareng, menunggui langkahnya yang tidaklah selancar kaki-kaki kita yang bisa dibilang normal. Kadang syifa tidak mau dituntun/digandeng agar berjalan dengan aman tanpa tersandung . maaf ya Syifa, saya tau bahwa syifa teramat tidak suka disebut sebagai orang yang tidak sehat secara fisik. Namun sungguh semangat dan pemikiran yang syifa tuangkan lewat tulisan itu kuliatasnya diatas rata-rata. Salah satunya saat Syifa mengkritisi Plagiatisme dalam kasus munculnya karya-karya yang diaku sebagai karya AFI Banyuwangi (Asa Firda Inayah). Semangat Ya Syifa, karya-karyamu luar biasa.
2. Thamrin Sonata for Spesific Interest/Lifetime Achievment?