Suasana yang hangat penuh kekeluargaan, demikian saya rasakan ketika memasuki ruang tempat diselenggarakannya Kompasiana Nangkring bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Solo Paragon Hotel & Residences, Kamis 20 Agustus 2015 lalu. Karena saya telah berkeluarga dan saya sepakat bahwasanya keluarga menjadi bagian penting atas konsep revolusi mental itulah maka dengan penuh semangat saya ikut bergabung dalam event Nangkring kali ini meskipun saya tidak berdomisili di Solo.
Semua yang hadir tampak antusias menyimak apa yang diperbincangkan para narasumber yang terdiri dari Pemuka Agama yang juga seorang Psikolog Soleh Amini Yahman, Budayawan kelahiran Solo yakni Arswendo Atmowiloto serta dua deputi dari BKKBN masing-masing Dr. Abidinsyah Siregar, DHSM M.Kes selaku Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi serta DR. Sudibyo Alimoeso, M.A. selaku Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga. Hadir pula Kepala BKKBN Dr Surya Chandra Surapaty MPH PhD selaku keynote speaker sekaligus membuka acara.
[caption caption="dok.pri"][/caption]
Revolusi Mental itu Berawal dari Keluarga
Banyak ilmu yang saya serap dalam acara kali ini. Namun semua itu bermuara bahwa revolusi mental itu berawal dari keluarga. itulah kira-kira kalimat yang mampu meresume sekaligus menjadi sebuah kesimpulan yang saya ambil dari keseluruhan pembicaraan yang ada. Apa saja sih pengetahuan tentang keluarga itu? satu diantaranya adalah tentang 8 fungsi keluarga sebagai berikut :
- Fungsi Agama
- Fungsi Sosial Budaya
- Fungsi Cinta dan Kasih sayang
- Fungsi Perlindungan
- Fungsi Reproduksi
- Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
- Fungsi Ekonomi, dan
- Fungsi Lingkungan
Rumus Revolusi Mental berbahasa Jawa pun ada
Konsep yang dikemukakan oleh narasumber Bapak Soleh Amini ini memang berbahasa Jawa, namun bukan berarti tidak bisa berlaku umum di luar jawa sekalipun lho. Rumus ini disebut sebagai 4 T agar terbentuk mental handal dalam keluarga diperlukan empat hal berikut:
1. Teges, mengandung maksud bahwa orangtua harus sadar bahwa dirinya orang tua. Oleh sebab itu dia harus bisa menjadi pribadi yang berkarakter tegas.
2. Tuladha, maksudnya adalah orang yang lebih dewasa dalam keluarga harus menjadi suri tauladan dalam perkataan dan perbuatan. Sehingga tindakan positifnya dapat dijadikan contoh baik oleh lingkungan sekitar.
3. Tememan/Tenanan maksudnya selaku orang tua harus bersungguh-sungguh dalam menjalankan tanggungjawab sebagai orangtua terhadap anak dan keluarga
4. Tegel/Tega disini memiliki maksud baik berupa ketegasan dalam sikap mendidik, termasuk harus tega memberikan sanksi tegas ketika anak atau anggota keluarga melakukan hal negatif/kesalahan sebagai sebuah bentuk peringatan demi terciptanya kebaikan.