Mohon tunggu...
Hutami Pudya
Hutami Pudya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Semoga bermanfaat" ^_^

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kamseupay Serang Anak-anak

14 Mei 2012   07:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:19 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13369791971790584100

[caption id="attachment_177044" align="alignnone" width="297" caption="Ilustrasi (Sumber:kimochiku.blogspot.com)"][/caption]

“Iyyyuuh, kamseupay!”

Kalimat tersebut terlontar dari mulut salah satu siswa saya, sebut saja Nani. Nani adalah siswa kelas 5 SD. Ia melontarkan kalimat bernada aneh tersebut saat melihat tingkah temannya yang tidak ia sukai.

“Jijik. Kampungan Seukali Udik Payah. Itu bu artinya,” jawab Nani ketika saya tanya apa arti ucapannya tadi. Kamseupay memang sedang “booming” di kalangan masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak.

Istilah kamseupay muncul ketika Marissa Haque, Dee Djumadi Kartika, dan Memes berseteru, Januari 2012 lalu. Marissa Haque menulis istilah tersebut di blognya karena kesal dengan pernyataan Dee Djumadi Kartika di Twitter.

Seperti yang dikutip di Merdekapost.com, kicauan penyanyi Dee Djumadi di akun Twitternya @DeeDeeKartika, pada tanggal 2 Januari 2012, menyatakan disertasi artis era 80-an dan politisi, Marissa Haque dalam memperoleh gelar S3 gagal, bahkan disertasi tersebut katanya tidak original alias bikinan orang lain. Hal inilah yang membuat Marissa Haque mendidih dan menulis istilah kamseupay di blognya.

Sebenarnya, kamseupay adalah kata makian, cacian, untuk mengungkapkan rasa tidak suka atau marah. Kamseupay semakin populer dengan adanya iklan provider dan sinetron remaja yang kerap mengulang istilah tersebut beberapa kali di setiap adegan. Nani tahu istilah kamseupay karena sering menyaksikan sinetron remaja itu. Saya yakin, bukan hanya Nani, yang menjadi “korban” kamseupay.

Tayangan televisi memang sangat dahsyat menghiptoispenontonya, termasuk anak-anak. Apalagi anak-anak belum bisa memfilter secara maksimal, mana hal baik dan hal buruk. Kita tak punya daya menghentikan tayangan-tayangan yang kurang baik ditonton oleh anak-anak, yang bisa dilakukan adalah selektif dalam memilih tayangan untuk mereka. Jangan biarkan anak-anak kita menonton tayangan televisi yang memang belum pantas mereka tonton. Jika anak-anak terlalu sering menonton tayangan untuk orang dewasa atau remaja, tentu akan mempengaruhi pola pikirnya. Pola pikir mereka seperti “dikarbit” untuk cepat dewasa.

Selain itu, dampingi anak saat menonton televisi, meski yang ditonton adalah tayangan untuk anak-anak. Agar jika ada sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak, bisa langsung ditanyakan kepada orang tua.

Seandainya semua orang tua bisa selektif dan mendampingi anak-anak saat menonton televisi, tentu anak-anak terbentengi dari perilaku kurang baik yang ditayangkan di televisi, termasuk istilah kamseupay atau istilah makian lainnya.

Hati-hati, kamseupay yang sering diucapkan di televisi, dan sering didengar anak, membuat anak belajar untuk memaki dan memandang rendah orang lain. @TamiPudya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun