Mohon tunggu...
Hutami Pudya
Hutami Pudya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Semoga bermanfaat" ^_^

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jangan Kembarkan Baju Si Kembar

9 September 2012   12:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:42 3213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1347192959464041378

[caption id="attachment_198034" align="aligncenter" width="468" caption="Ilustrasi (Sumber gambar: gambargambar.com)"][/caption]

“Anak kembar tidak selalu semuanya disamakan. Termasuk pakaian mereka berdua. Sebab hal ini akan berdampak pada perkembangan psikologi mereka,” demikian yang diutarakan Seto Mulyadi, psikolog anak sekaligus Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak kepada reporter Insert Investigasi, yang ditayangkan pada Minggu (9/9/2012).

Pria yang akrab disapa Kak Seto itu menuturkan, si kembar yang selalu dikembarkan apa yang mereka gunakan, membuat mereka memiliki kedekatan yang berlebihan. Apalagi mereka diperlakukan seperti itu hingga dewasa.

Di Amerika, tambahnya, pernah terjadi anak perempuan kembar yang tak ingin menikah lantaran sudah nyaman dengan kembarannya. Kembar identik tersebut memutuskan untuk hidup berdua, selamanya.

“Bahkan bisa saja saat mereka dewasa, salah satu di antara mereka ada yang lebih dulu menikah, saudara kembarnya akan merasa sangat kehilangan. Tak menutup kemungkinan menimbulkan frustasi lantaran ia tak bisa bersama dengan saudara kembarnya lagi. Kasus ekstrim, ada yang sampai bunuh diri lantaran saudara kembarnya meninggal dunia,” jelas pria dengan poni khasnya itu.

Di tempat yang berbeda psikolog Rosemini, mengatakan orang tua yang memiliki anak kembar identik selalu ingin menyamakan apapun yang mereka kenakan, hanya untuk kesenangan semata.

“Orang tua biasanya hanya ingin lucu-lucuan saja, saat mengenakan pakaian atau benda yang sama untuk si kembar. Padahal setiap individu pasti memiliki keinginan yang berbeda. Si A ingin warna merah, bisa saja saudara kembarnya ingin warna hijau. Dampak negatif menyamakan apa yang digunakan si kembar cukup besar,” tegasnya.

Saya melongo mendengar penjelasan Kak Seto dan Rosemini. Selalu mengembarkan baju si kembar bisa berdampak luar biasa?

Di sekolah saya ada beberapa anak kembar. Salah satunya ada di kelas saya, cuma saudara kembarnya ada di kelas lain. Mereka kembar identik dan baru duduk di kelas 1 SD. Saya dan guru lain hampir tak bisa membedakan mana yang Rara, mana yang Riri. Kalau sedang mengenakan pakaian bebas muslim di hari Jumat, mereka selalu mengenakan pakaian yang sama. Mereka tampak lucu dengan pipi tembamnya. Tak hanya itu, tas, tempat pensil, sampul buku, hingga kotak makan dan tempat air minum pun sama.

Meski sudah mereka berada di kelas terpisah, kalau jam istirahat Rara dan Riri tak bisa dipisahkan, selalu ingin bersama. Kalau lagi melihat mereka bermain bersama, rasanya haru. Mereka kompak dan tampak saling menyayangi.

Hingga suatu ketika, Rara tidak masuk sekolah lantaran demam. Hari itu Riri tampak murung seharian. Bahkan kerap menangis. Saat saya tanya mengapa menangis, ia hanya menjawab Rara sakit demam. Mendengar jawaban tersebut, saya menenangkan Riri dan meminta Riri berdoa untuk Rara agar cepat disembuhkan Allah. Memang tampak romantis mereka berdua.

Usai mendengarkan penjelasan Kak Seto dan Rosemini, saya teringat keromantisan Rara dan Riri tesebut. Semoga saja perlakuan menyamakan benda yang digunakan Rara dan Riri tak sampai menimbulkan dampak negatif pada perkembangan psikologi mereka kelak.

Pesan saya yang hanya seorang guru SD dan bukan psikolog, apapun yang berlebihan itu tidak baik, termasuk berlebihan mengembarkan barang-barang yang dipakai si kembar. @TamiPudya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun