Kehilangan sebuah karakter dalam diri memang membuat seseorang akan merasa ada sesuatu yang tidak tepat, ya tidak tepat adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi itu. Kehilangan sebuah karakter dalam diri seperti halnya kita bernafas terengah-engah, tetap sampai ditujuan dengan cara yang menyakitkan. Ada dimana masa transisi diantara kita sesungguhnya menjadi kita yang sekarang, ada masa dimana kita yang sekarang menjadi kita yang sesungguhnya. Tepat, yaitu transisi. Sela-sela waktu diantara kita merasa akan menjadi diri kita, atau bahkan kita merasa tidak akan menjadi diri kita.
Masa transisi ini yang membuat saya pribadi merasa tidak nyaman. Seorang penggila petualang, penggila alam, penggila kebebasan harus terkekang dengan jam kantor, retorika sosial kehidupan kantor, wajah-wajah sok memelas dari para calon-calon petinggi bangsa atau bahkan staff kantor sepanjang karirnya. Timpuk sana sini hanya mencari teman yang berwajah sama dalam membunuh karakter lawan-lawannya. Kau pikir menjadi seorang didalam lingkaran Birokrasi itu enak?
Kau pikir kalau sudah menjadi pejabat itu enak? Saya saat ini menjawab 'Tidak'. Pertama karena saya mempunyai jiwa kebebasan dalam hal waktu bekerja, Kedua karena saya seorang yang mempunyai kekonyolan-kekonyolan dalam menghasilkan sebuah kepuasan pribadi, Ketiga karena saya tetap akan menjadi diri saya yang Idealis dengan kopi ditangan kiri saya dan rokok ditangan kanan saya. Keempat menjadi saya adalah sebuah hal yang tidak mudah, bahkan untuk saya pribadi. Setidaknya alasan-alasan tersebut membuat saya frustasi hingga calon istriku menenangkanku.
Mungkin dia yang saat ini mengertiku karena bagi saya tidak mungkin menceritakan hal-hal detail seperti ini kepada Ibu dan Ayah saya. Kita semua tahu bahwasanya Orangtua mempunyai pemikiran yang sedikit 'Aneh' tapi itu sebuah pemikiran yang tepat. Bukannya saya tak mau mendengar dan mencerna solusi dari Orangtua tapi ini lebih dari itu, ini antara saya dan diri saya, ini antara kebebasan, ini tentang transisi.
Jiwa saya akan tetap menjadi seorang yang bebas, jiwa saya tetap akan menjadi seorang penikmat keindahan pesona Tuhan di bumi Indonesia. Lingkaran-lingkaran saat ini yang saya alami mungkin orang lain lebih memahami karena pernah  merasakannya terlebih dahulu. Tapi secara spesifik ada hal yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata namun hanya bisa diterjemahkan dari sebuah hal yang namanya tindakan. Saat ini saya tidak bertindak apapun, saat ini saya kalah.
Ingin didengar tanpa harus mendengar, ingin dilihat tanpa harus melihat, ingin diam tanpa disuruh untuk diam. Seperti pepatah di negeri seberang "Kita tidak bisa merubah arah angin, akan tetapi kita bisa mengubah arah layarnya"Â semoga orang-orang disekeliling saya bisa membantu saya mengubah arah layar bahtera kapal kehidupan yang ada dan saya alami. Saya yakin tidak hanya dalam masalah ini oranglain jua merasakan apa yang "nyaris" sama persis yang saya pribadi rasakan.Â
Ketika hidup tak berjalan sesuai harapan, maka harapanlah yang harus hidup di dalam perjalanan. Negeriku terbangunlah, Aku merindukan mu. Merindukan dimana saat aku dan orang di sekelilingmu tertawa tanpa ada rasa curiga, tertawa tanpa ada jarak dan tertawa tanpa ada yang melarangnya. Idealisme yang tumbuh tetap harus dipelihara tanpa harus meredupkannya, idealisme yang ada seayaknya dibungkus sesuai dengan tempatnya, idealisme yang terlihat harus dipergunkaan di waktu dan saat yang tepat.Â
Aku kalah, akan tetapi aku akan menang suatu hari nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H