[caption id="attachment_370086" align="aligncenter" width="565" caption="Ilustrasi Car Free Day di Jakarta. (KOMPAS IMAGES/ANDREAN KRISTIANTO)"][/caption]
Hampir di setiap kota di Indonesia saat ini memiliki kegiatan rutin Car Free Day yang biasanya diadakan satu minggu sekali atau satu bulan sekali. Car Free Day (CFD) yang berarti hari tanpa kendaraan biasanya dihiasi dengan berbagai acara sehat seperti gerak jalan santai, bersepeda, senam pagi, dll. Kegiatan ini awalnya bertujuan untuk dapat mengurangi jumlah polusi udara. Di mana kita ketahui saat ini bumi sedang mengalami global warming. Udara merupakan faktor yang paling penting dalam kehidupan kita. Namun karena saat ini lebih banyak pembangunan gedung-gedung bertingkat dan pabrik menyebabkan kualitas udara menjadi menurun. Udara segar semakin sulit untuk ditemukan. Berganti dengan asap-asap pabrik dan knalpot kendaraan.
Dengan diadakannya Car Free Day inilah diharapkan bisa sedikit mengendalikan pencemaran udara. Kegiatan ini juga bisa mengurangi ketergantungan masyarakat untuk menggunakan kendaraan bermotor atau alat transportasi yang menghasilkan polusi. Selain itu juga tujuan lainnya untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Karena kemanapun manusia bergerak pasti selalu ada sampah yang dihasilkan.
Namun pada kenyataannya yang terjadi di lapangan tak seperti apa yang diharapkan. Kebanyakan di setiap acara CFD masih saja ditemukan banyak pelanggaran, seperti warga yang tetap membawa kendaraan bermotor dan melewati area kegiatan, meninggalkan banyak sampah di akhir acara, dan bahkan biasanya masyarakat mengikuti CFD hanya untuk mencari keseruannya saja tapi tidak peduli dengan tujuan awal dari CFD tersebut.
Inilah yang dikhawatirkan dan menjadi pertanyaan besar, apakah benar Car Free Day bisa menjadi solusi untuk memperbaiki bumi kita yang rusak? Atau justru Car Free Day menambah kerusakan bumi? Banyak pengalaman CFD yang diadakan di kampus-kampus, di mana kampus melarang seluruh warganya untuk membawa kendaraan bermotor pada hari tertentu namun di hari H sebagian besar masih tetap membawa kendaraannya. Sekalipun tidak diparkir di area dalam kampus, tapi mereka justru parkir di sekitar kampus yang akhirnya menimbulkan masalah baru yaitu kemacetan.
Melihat kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya CFD memang tidak bisa dijadikan solusi. Justru CFD menjadi perkara baru yang akan memperparah keadaan. Lagi-lagi cara yang paling tepat adalah kembali pada diri sendiri. Bagaimana kita bisa menanamkan rasa kepedulian terhadap lingkungan ke setiap individu. Entah dengan cara seminar tentang lingkungan, mengadakan kegiatan penghijauan, atau mengurangi bepergian dengan kendaraan bermotor bila jaraknya tidak terlalu jauh. Minimal semua itu dilakukan mulai dari diri kita sendiri, lalu perlahan mengingatkan dan mengajak orang-orang terdekat untuk mengikuti. (Nitami Adistya Putri)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H