Rencana, ya rencana adalah sesuatu yang disusun dan berharap dapat terjadi. Tetapi tidak jarang rencana yang sudah disusun meleset bahkan tidak terjadi. Itulah yang kemudian menimbulkan rasa kecewa yang mendalam. Dalam hal menyikapi kejadian yang tidak sesuai rencana setiap orang berbeda, bergantung dengan pengalaman dan karakternya.
Setiap orang pasti pernah mempunyai rencana, dan pastinya ada rencana tersebut yang tidak dapat berjalan, artinya setiap orang pernah mengalami rasa kecewa walaupun sedikit. Semakin bijak seseorang, maka semakin bijak juga dalam menyikapi rasa kecewa tersebut. Orang bijak akan menganggap bahwa kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda, dan akan menjadikan pelajaran yang berharga masa yang akan datang. Sebaliknya orang awam akan mengambil kesimpulan dari kegagalan rencana dengan menyakiti diri sendiri atau mencari kambing hitam.
Baru-baru ini teman penulis yang kebetulan bekerja di luar kota dan memiliki kesempatan berkunjung ke keluarga tidak bisa setiap saat. Artinya terkadang jadwal yang sangat padat membuat teman penulis harus membatalkan niatnya untuk bertemu dengan keluarga. Kebetulan pada bulan ini jadwal kegiatan di kantor tidak sepadat seperti bulan-bulan lalu, sehingga teman penulis merencanakan untuk mengunjungi keluarganya.
Rencana berkunjung ke keluarga teman penulis sebenarnya masih maju dan mundur, karena pertimbangan waktu dan ongkos yang mahal karena kenaikan harga BBM. Salah satu pertimbangan terberat adalah keadaan rutin sang istri, untuk apa pulang jika istri lagi uring-uringan karena datang tamu bulanan katanya memberikan alasan. Tetapi semangat pulang teman penulis menjadi semakin setelah isyarat yang diberikan sang istri. Istrinya bercerita bahwa tadi sore setelah sholat Ashar dia mengikuti pengajian di Mushola tempat tinggalnya. Isyarat tersebut langsung ditangkap teman penulis.
Isyarat dari sang istri teman penulis membuat semangat 45 teman penulis mengalahkan pertimbangan ekonomi dan lain lain. Terbayang sudah keceriaan keluarga dan kesenangan yang akan dialami setibanya di rumah. Keesokan harinya langsung teman penulis mencari ticket ke kota tujuan dan memutuskan untuk pulang beberapa hari.
Sampai di rumah waktu sangat tepat yaitu sekitar jam 19.30 WIB. Kedatangan teman penulis di sambut dengan makan malam bersama, waktu makan malam terasa begitu cepat berlalu dan kemudian satu persatu anak-anak melakukan aktifitas masing-masing, yang ada hubungan dengan kegiatan sebagai pelajar. Sementara anggota keluarga sibuk dengan kegiatan masing-masing, teman penulis mulai mempersiapkan stamina dan meminum susu sebagai amunisi untuk pertempuran yang sudah dibayangkan sejak dalam perjalanan pulang.
Kedua sejoli yang mennggu waktu anggota keluarga yang lain memasuki peraduan masing-masing, mereka menghabiskan waktu dengan menonton berbagai info yang dapat memperluas pengetahuan dan lain-lain, walaupun untuk mencari saluran tersebut sangat sulit. Karena biasanya waktu-waktu tersebut yang ada hanya sinetron percintaan yang lebay oleh anak-anak atau sinetron mistik yang sangat mustahil.
Sejenak terlihat hening sampai sang istri teman penulis mengajak pergi ke supermarket terdekat untuk membeli pembalut. Setengah tidak percaya teman tersebut dengan kondisi yang terjadi, karena setahunya sebelum perjalanan pulang isyarat yang ada , sang istri masih mengikuti pengajian dan melakukan kewajiban sebagai seorang muslimah. Ya kata istrinya bahwa karena cuaca dingin jadi tamunya datang tidak beraturan. Sebagai seorang suami yang bijak walau hati dongkol karena rencana yang disusun berantakan tetap menemani istri membeli yang dibutuhkan.
Istrinya rupanya paham bahwa apa yang terjadi sesuatu diluar rencana tapi mau bagaimana lagi tidak mungkin “lampu merah” mau diterobos. Menyadari kekecewaan sang suami, rupanya sang istri ingin mengurangi kekecewaan tersebut. Sehingga terjadilah lobi lobi tingkat tingggi antara dua sejoli. Sang istri mengajak untuk menikmati dunia luar dan mencari tempat yang dahulu pernah mereka gunakan saat memadu kasih. Ternyata semua itu hanya mengurangi sedikit beban dari teman penulis, dan masih ada rasa kecewa yang tetap mengganjal, masih ada yang kurang katanya. Melihat hal tersebut akhirnya sang istri berkata bahwa kalau untuk masalah tamu nya yang datang lebih cepat itu menjadi persoalan, “masih banyak jalan menuju Roma” kata sang istri. Mendengar ungkapan istrinya, teman penulis menjadi semangat dan ingin segera ke “Roma” dengan jalan lain sesampainya di rumah. Sesampainya di rumah ternyata anggota keluarganya masih belum pada tidur??????????????.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H