Pemilihan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden Indonesia  telah dilaksanakan pada 9 Juli 2014 lalu, beberapa jam setelah pemungutan suara dan penutupan TPS hasil penghitungan suara cepat (quick count) telah diketahui oleh publik. Hal tersebut terjadi karena pekerjaan  tim lembaga survei yang segera mempublikasikan sekaligus mendeklarasikan kandidat mana yang memenangi pertarungan Pilpres, mengacu pada hasil hitung cepat yang disurvei. Terlepas dari independensi dan afiliasi lembaga survei kepada kompetitor Pilpres, pihak lembaga survei kini sedang dipertaruhkan kredibilitas dan profesionalismenya. Masyarakat sebagai pemilih sedang menanti pemimpin barunya, jika hitung cepat yang disurvei membuat masyarakat bingung, saatnya mengawal kinerja KPU dan sekaligus menantikan hasil kinerjanya yang telah terjadwal pada tanggal 22 Juli 2014.
Survei sebagai hal yang ilmiah
Hasil penghitungan suara cepat (quick count) diperoleh melalui angka-angka statistik, angka-angka statistik itu merupakan pengolahan data dari hasil penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang disurvei. Penentuan jumlah TPS dan pemilihan TPS yang menjadi sampel survei berdasarkan kriteria dan tujuan survei itu dilaksanakan, oleh karena itu setiap lembaga survei memiliki jumlah sampel TPS yang bervariasi, ada yang memiliki sampel 2.000 TPS, 1.250 TPS, 1.500 TPS. Sesaat penghitungan suara di TPS berakhir, dengan cepat hasil suara itu telah sampai kepada pihak lembaga survei, hal itu dikarenakan pihak lembaga survei telah menyebarkan relawan dan timnya di tiap-tiap sampel TPS seluruh Indonesia. Untuk memperoleh hasil suara dengan akurat disamping kriteria dan metode pengambil sampel pada dasarnya ditentukan oleh keakuratan dan kecepatan tim lembaga survei yang melaporkan hasil suara dari tiap TPS sampel. Jadi, ketika kita ingin mempertanyakan keakuratan data survei yang dipublikasi, kita lebih baik mencari tahu bagaimana pihak lembaga survei dalam proses memperoleh dan pengolahan data hasil suara, dan apakah pihak lembaga survei benar melakukan turun lapangan menghampiri TPS-TPS yang disampling.
Keilmiahan survei disebabkan survei memiliki tujuan, memiliki landasan teknik pengambilan sampel, teknik pengambilan data dan teknik pengukuran, kemudian data yang diperoleh diolah dan dianalisis dan selanjutnya siap untuk dilaporkan atau dipublikasikan. Angka-angka yang diperoleh secara sederhana merupakan data yang dikirim oleh relawan dan tenaga lembaga survei di tiap TPS. Yang lebih penting dari hasil angka adalah saat proses sebelum memperoleh dan mempublikasikan data angka, proses tersebut lah yang menjadi pertaruhan sampai sejauh mana keilmiahan-nya. Survei yang kesannnya abal-abal merupakan proses survei yang jauh dari keilmiahan, sebagai salah satu contoh, data angka untuk hasil survei bisa ditentukan tanpa harus memikirkan ilmiah atau tidak, ketika hendak menentukan hasil suara (Saat setelah Pemungutan Suara/saat masa kampanye) calon A 67 %, surveilah orang-orang/masyarakat yang menjadi basis pendukung calon A. Contoh itu merupakan suatu survei yang tujuannya sudah ditentukan sejak awal yakni ingin memperoleh angka untuk kepentingan calon A.
Dampak Pro Kontra Hasil Suara Hitung Cepat (Quick Count)
Hasil hitung cepat telah dipublikasi tidak lama setelah TPS ditutup, siapa pemenang dalam pilpres telah diketahui. Pasangan Jokowi-Jusuf Kalla sudah dideklarasikan mayoritas lembaga survei sebagai pemenang versi Quick Count. Versi hitung cepat sampai hari ini pemenangnya bukan 1 (satu) pasangan, pilpres 2014 menjadi unik dan aneh karena pemenangnya ada 2 (dua) atau kedua pasangan Capres-Cawapres mengklaim dirinya masing-masing keluar sebagai pemenang Pilpres.
Penghitungan suara pilpres secara cepat yang dipublikasi lembaga survei diidentifikasi oleh penulis pada 2 (dua) hal, hal positif dan negatif bagi kehidupan masyarakat dan Bangsa Indonesia. Hal positifnya publik segera mengetahui perkiraan pemenang pada Pilpres dan dapat meminamalisir tindak kecurangan pemilu, sedangkan dampak negatifnya hitung cepat ini membuat masyarakat kebingungan, sumber publikasi yang berbeda tentu membuat pemahaman masyarakat menjadi bercabang.
Pertama, dengan hasil hitung cepat yang dipublikasikan lembaga survei di berbagai media membuat masyarakat dapat memperkirakan kandidat yang akan memenangi pertarungan Pemilihan Presiden. Karena biasanya pun hasil hitung cepat tidak jauh berbeda dengan hasil suara yang dipublikasi oleh KPU. Saat terjadi perbedaan yang mencolok antara hasil suara hitung cepat dengan perhitungan KPU, pihak-pihak yang merasa dirugikan akan mencurigai bahwa terjadi kecurangan. Setidaknya, hasil hitung cepat bisa dijadikan acuan untuk perkiraan pihak mana yang menang dalam pemilu, sekaligus memandu setiap pihak untuk mengawal hasil suara manual yang dihitung mulai dari tingkat TPS, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan terakhir diplenokan di tingkat Nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Modus mengubah hasil suara yang merugikan suatu pihak, dan disisi lain pihak lawannya diuntungkan merupakan bentuk pelanggaran pemilu yang merusak demokrasi yang selama ini dibanggakan di Indonesia. Hasil suara yang terekam di Form C1 diartikan sebagai titipan rakyat atas pilihannya kepada negara ini melalui pihak penyelenggara pemilu. Saat penyelenggara pemilu terduga dan terbukti melakukan pelanggaran atau kecurangan berarti telah terjadi pengkhianatan atas suara rakyat.
Kedua, Kebingungan karena pemahaman masyarakat bercabang. Jika mengacu pada hasil hitung cepat dapat diartikan bahwa tidak ada kandidat yang kalah dalam Pilpres 2014. Kedua pasang   Capres-Cawapres diketahui publik sama-sama menjadi pemenang Pilpres. Pasangan Prabowo-Hatta Radjasa setidaknya diklaim menang oleh 4 lembaga survei, dan kemenangan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla diklaim oleh 7-8 lembaga survei. Masyarakat belum mampu menentukan siapa pemenang dari pertarungan Pilpres 2014, bila ingin memaksakan untuk menentukan jagoannya sebagai pemenang maka lihat dan tontonlah kubu yang mengklaim kemenangannya. Percabangan pemahaman masyarakat akan membuat kebingungan di tengah kehidupan masyarakat, belum ada pegangan yang dapat diyakini untuk menjawab pertanyaan siapa kandidat yang memenangi Pilpres. Kebingungan ini terus berlanjut sampai rilis perhitungan suara secara resmi yang dipublikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Persoalan pemahaman masyarakat yang bercabang tidak sederhana pada kebingungan masyarakat, lebih jauh persoalannya akan mengarah pada konflik horizontal masyarakat di tengah kehidupannya. Saling klaim antar kubu, antar kelompok masyarakat jika tidak diawasi akan menciptakan suasana tidak harmonis dalam masyarakat, dan terakumulasi pada stabilitas nasional. Untuk itu penulis pun mengapresiasi keputusan pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang melarang media untuk mempublikasi hasil hitung cepat (quick count), mengingat dampaknya lebih besar pada kerugian bagi masyarakat dan bangsa sendiri.
Menanti 22 Juli 2014
Kita patut mengapresiasi keputusan KPI yang melarang publikasi hasil hitung cepat di media-media, hal itu kita maknai sebagai penghormatan sekaligus memberi kepercayaan pada penyelenggara Pemilu Pilpres. KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum sedang dinantikan kinerjanya, kinerja yang penuh tanggung jawab, integritas, profesional dan transparan. Satu hal yang sedang berlangsung saat ini yang bisa dilihat dari kinerja KPU adalah tranparansi dalam proses penghitungan suara mulai dari tingkat terendah menuju ke tingkat lebih tinggi. Pembuktiannya melalui ketersediaan publikasi hasil suara yang menampilkan scan C1 tiap TPS dari seluruh pelosok Indonesia, publikasi C1 oleh KPU ditampilkan pada link berikut ini http://pilpres2014.kpu.go.id/c1.php . Seluruh komponen Bangsa ini telah melewati proses pemungutan suara 9 Juli dengan baik, tidak terjadi situasi yang mengganggu stabilitas Bangsa dan keharmonisan masyarakat. Selanjutnya kita semua pun berharap menuju 22 Juli 2014 dan setelahnya kondisi dan situasi tersebut tetap terjaga, walaupun kisruh pendapat, klaim akibat polemik hasil hitung cepat yang sempat mewabah di berbagai media. Selamat menantikan pemimpin yang diharapkan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H