Pemerintah memutuskan menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per tanggal 3 September 2022 seiring kenaikan harga yang terjadi secara global. Pengurangan subsidi energi ini mutlak dibutuhkan sebagai bagian dari upaya mencapai target defisit fiskal di bawah 3 persen pada tahun 2023. di sisi lain, angka konsumsi BBM di Indonesia tumbuh signifikan sehingga berapapun minyak yang didatangkan dinilai tidak akan cukup dan akan membebani kas negara. Ancaman kenaikan harga kebutuhan pokok sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, potensi bertambahnya jumlah penduduk miskin, dan kerentanan sosial lain yang akan dihadapi terutama oleh kelompok masyarakat paling bawah.Â
Kebijakan subsidi BBM masih memberikan manfaat bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dengan adanya subsidi BBM daya beli masyarakat menjadi terjaga, mencegah adanya inflasi berlebih terutama terkait kenaikan harga kebutuhan pokok yang dipengaruhi oleh biaya transportasi. Bahkan sebuah studi yang dilakukan LPEM-UI, PIE-DESDM dan USAID (2003) menyimpulkan bahwa subsidi BBM oleh pemerintah umumnya tidak tepat sasaran dengan kelompok yang dituju yakni kaum dhuafa, melainkan adanya subsidi ini membantu banyak kelompok kalangan kaya (Nugroho, 2005). Bahkan menurut data yang dihimpun Energy Institute, konsumsi energi primer di Indonesia pada 2023 mencapai 10.108 petajoules (PJ), tertinggi di ASEAN diikuti Thailand 5.007 PJ, dan Vietnam 4.891 PJ (Lubis, 2024)Â
Apabila pemerintah membiarkan hal tersebut terus terjadi tanpa adanya perbaikan atau tindak lanjut, maka subsidi BBM akan menjadi beban fiskal pada APBN yang tidak efektif dimana kelompok masyarakat atas yang memiliki kendaraan pribadi akan lebih banyak menggunakan BBM, dan kelompok miskin mendapat manfaat lebih sedikit. Selain itu ketergantungan pada subsidi juga memiliki efek jangka panjang yang akan memperburuk kualitas hidup masyarakat. Berikut perbandingan harga BBM di kawasan ASEAN.Â
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa harga BBM di Indonesia termasuk cukup murah dibandingkan negara lain yang ada di ASEAN sehingga hal ini perlu dimanfaatkan dan diregulasi dengan baik. Oleh sebab itu, kebijakan subsidi BBM sebenarnya masih diperlukan karena memiliki tujuan yang baik untuk membantu kelompok miskin dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Namun, dalam kebijakan ini perlu adanya perbaikan atau penyempurnaan mekanisme kebijakan agar manfaat yang diperoleh tepat sasaran seperti dengan mempersempit masyarakat penerima subsidi melalui syarat tambahan atau skema baru.Â
Berikut permasalahan yang mungkin timbul dan solusinya.
1. Kenaikan harga minyak globalÂ
Karena peningkatan harga minyak dunia yang signifikan, maka diperlukan adanya penyesuaian tarif subsidi BBM agar tidak memperbesar beban pada anggaran subsidi energi dan menjaga defisit fiskal tetap di bawah 3% dengan tetap memperhatikan kondisi dan daya beli masyarakat setempat.Â
2. Kenaikan harga kebutuhan pokok, inlasi, bertambahnya penduduk miskin dan kerentanan sosialÂ
Pemerintah akan mengubah skema subsidi menjadi penyaluran dana kompensasi kenaikan harga BBM dengan uang elektronik yang wujudnya KIS, KIP, KKS untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan pokoknya dengan syarat khusus dan skema yang jelas sehingga dapat tepat sasaran. Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi dengan membuat standar kendaraan tertentu seperti kendaraan bermotor dengan harga >Rp20.000.000 dan mobil pribadi dilarang menggunakan BBM bersubsidi.Â