Karya : Tamariah Zahirah
Di rentang anomali cuaca yang curam, badai datang menodai kharisma semesta dalam pergantian wajah baru musim. Merajuk senyum pada sekuntum kesabaran ketika daun-daun ranum luruh berjatuhan. Seraut lusuh mengabu bersama patahan ranting pohon di tanah retak keabadian tempat bermukim jiwa.
Mengetuk lamat-lamat hati menuju pelataran hari berdamai dengan keikhlasan. Desau rindu merunduk senyap dirajam lelahnya derap. Kecamuk rasa ini membisu dalam bingkai etalase keterbatasan kata. Kian ringkih seumpama luka yang miris meremas duka nestapa.Â
Haruskah merelakan segala asa terhempas di jalan kebuntuan yang kerap merentang jarak. Tanpa memberi celah di rongga napas, mustahil lepas dari genggaman takdir yang amat keras. Selintas sapa hadirkan ketenangan kala jenuh mengacaukan kepingan puzzle harapan.Â
Singgahlah sebentar saja! Beri ruang raga untuk menepi di pertapaan malam paling sepi. Melantunkan lafaz doa yang termaktub dalam kesakralan kalam suci. Usah sesali perihal waktu yang berkemas pergi. Perlahan tinggalkan rumah gersang di barisan kenang yang masih tersusun rapi.
Jangan terlampau gegabah, memutuskan untuk menyerah biarkan musim berotasi tuntaskan janji. Beri kepercayaan luka untuk  mengemas tangis, sebelum tabah membungkus perih. Hingga hilang  gerimis. Ranting kering yang patah selepas bumi pasrah menadah hujan, percayalah kelak kembali ditumbuhi dedaunan wangi yang basah.Â
Bekasi, 05 Maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H