Karya : Tamariah ZahirahÂ
Angin malam menyapa bilik-bilik terasing jiwa. Detik jauh beranjak, sisakan sepenggal sepi di setiap jejak pengembaraan. Denting lelah menyuarakan kidung kematian dalam keranda kesunyian waktu. Seonggok hati ranggas, kering di patahan amuk rindu.
Jauh sudah menyusuri lembah terjal bebatuan. Tersesat di belantara kenang, mencari secuil kasih dari secawan madu surgawi. Hanya mampu memunguti kepingan lelah yang tersisa. Adakah separuh malam terjeda, agar mampu sandarkan rasa yang kian membuncahi dada?Â
Rindu kian meronta di ujung musim kering penantian. Menerobos masuk, cumbui setiap lekuk nadi. Hasrat temu menabuh gebu di peraduan punggung kedamaian. Haruskah kub*nuh obsesi dalam pekat birahi fana yang menggagahi setiap jerat sendi hati. Lalu mati terkubur pasti, bersama remahan pagi yang sekarat.
Ada debar yang menggelegar setiap kali rintih tergelar. Lembar gemetar candu, kobarkan asmara yang membara. Memantik pijar rasa dalam keterbatasan kuasa. Melangit asma di sudut-sudut semesta bernapas cinta. Agar dapat mendengar gemuruh ingin yang menghimpun banyak harapan pada angkasa kerinduan.
Hadirkan bayang, mengeja sepintas rupa yang bertandang. Datanglah sekadar menghapus resah yang bersarang. Mampukah kugapai teduh di bawah rindang pepohonan yang mulai menjatuhkan daun usang. Sementara aku dijajah dahaga di antara Padang Sahara gersang.Â
Keraguan kerap menguji sebesar apa setia. Membisikan kata menyerah dengan lantang, menyuarakan genderang perang. Lelucon dan caci mengiringi tiada henti, memaksa untuk menepi. Namun mencoba tegar menghadang rintang. Demi setampuk rindu yang gigih menemui jalan pulang.
Bekasi, 28 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H