Mohon tunggu...
Tamara MarsyaSafitri
Tamara MarsyaSafitri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Prof.K.H.Saifuddin Zuhri Purwokerto

Saya merupakan mahasiswa semester tiga yang memiliki ketertarikan dibidang jurnalistik. Laman ini dibuat sebagai wadah yang akan menampung tulisan-tulisan terkait dengan jurnalistik yang saya buat. Selain itu saya juga memiliki keterterikan dibidang bisnis, saat ini saya sedang menajalankan bisnis hijab printing.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hijrah Untuk Negeri : Perjalanan H.O.S Tjokroaminoto

4 November 2024   20:13 Diperbarui: 4 November 2024   21:52 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
blog.bintangasik.com

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau H.O.S Tjokroaminoto lahir pada tanggal 16 Agustus 1882 di Bakur, Madiun. Tjokroaminoto merupakan keturunan bangsawan. Ayahnya merupakan Wedana Distrik Kleco, Madiun dan kakeknya pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo. Tjokroaminoto menikah dengan Raden Ajeng Suharsikin pada tahun 1905. Latar belakang Tjokro dan sang istri sebagai seorang priyayi tidak menghalangi perjuangannya untuk memerdekakan kaum pribumi. Sejak kecil Tjokroaminoto menjadi saksi kekejaman penjajah belanda dalam memperbudak buruh pribumi. Oleh sebab itu, Tjokroaminoto berdedikasi kuat mewujudkan "Hijrah" kaum pribumi agar memiliki kehidupan yang lebih baik

Tjokroaminoto menyelesaikan sekolah dasarnya di kota Madiun kemudian melanjutkan pendidikannya di kota Magelang tepatnya di di Opleiding Shool Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA). Selepas lulus dari OSVIA Tjokro bekerja sebagai pegawai pemerintahan. Kewajiban menghormati atasannya di tempat kerja membuatnya gelisah, ia merasa tidak patut harus duduk jongkok menghormati seseorang penjajah. Hal ini lantas membuatnya mengundurkan diri dan melakukan hijrah pertama nya pada tahun 1905 ke kota Semarang. Kala itu, Tjokro hijrah seorang diri . Tjokro terpaksa meninggalkan sang istri yang tengah mengandung guna menunaikan hajat hijrahnya. Setelah mendapat sedikit pencerahan, tak lama ia kembali ke rumah untuk menemui istri dan anaknya yang baru lahir.

Kemudian pada 1906, Tjokro melanjutkan hijrahnya ke kota Surabaya bersama sang istri. Tjokro bekerja di perusahaan swasta yang bergerak di bidang perdagangan. Bersama istrinya Tjokro juga memiliki bisnis kos-kosan, mengingat lokasi rumah mereka yang dekat dengan sekolah tinggi. Salah satu tokoh besar yang pernah menjadi anak kosnya adalah Presiden pertama RI yakni Soekarno yang saat itu masih bernama Kusno Sosrodihardjo. Disela-sela kesibukan bekerja Tjokro sempat menambah keilmuannya di bidang teknik mesin dengan mengambil kelas sore di Burgerlijke Avond School (BAS). Tak berselang lama pada 1907 Tjokroaminoto berhasil lulus dari BAS kemudian bekerja di pabrik Gula sebagai ahli Kimia.

Kepribadiaannya yang kritis mendorongnya menjadi penulis artikel. Berkat keahliannya dalam menulis membuat Tjokroaminoto berhasil menjadi Pemimpin Redaktur media massa milik Belanda. Tjokroaminoto selalu menagih zelfbestuur atau "sistem pemerintahan sendiri" kepada pemerintahan Hindia Belanda. Sehingga membuatnya kerap dikecam bahkan ditahan oleh pejabat Belanda karena secara tidak langsung menyatakan perlawanannya terhadap perbudakan kaum pribumi. Selain itu dalam berbagai kesempatan Tjokro juga secara proaktif mengkampanyekan sosialisme islam sebagai garis perjuangan kedalam tulisan-tulisannya.

Tjokroaminoto sangat dikenal masyarakat sebagai orator ulung. Tjokro berpidato dengan lancar dan penuh keyakinan. Suaranya lantang besar seperti militan namun indah memukau. Dentum suara Tjokro yang menggeledek membuat khalayak kagum tergila-gila. Tjokro selalu berhasil menyihir ribuan pendengar ketika bersuara di atas podium. Oleh sebab itu, dia dikenang sebagai Sang Singa Podium. Pemerintah Belanda merasa terancam dengan hasutan Tjokro kepada pribumi yang berbunyi "Bangsa Indonesia tak boleh lagi dianggap sebagai seperempat manusia!". Kata-kata tersebut berhasil menggugah gairah perlawanan buruh pribumi. Tidak sedikit diantara mereka membelot dan mogok bekerja pada pemerintah Hindia Belanda. Berkat pidato-pidatonya Tjokro berhasil mengobarkan api semangat kebangsaan dan harapan kaum pribumi akan penghidupan yang lebih baik. Kekuatan Tjokroaminoto di tanah Jawa diakui oleh pihak Belanda sehingga Tjokro disebut sebagai Sang Raja Jawa Tanpa Mahkota atau De Ongekroonde Van Java.

Kiprah Tjokroaminoto di dunia politik diawali dengan bergabung kedalam organisasi Serekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 10 September 1912 sekaligus menjadi ketua organisasinya. Tjokro mengubah SDI menjadi SI (Sarekat Islam) agar mampu menjangkau lebih banyak masyarakat. Berkat kepemimpinannya, SI berkembang pesat sehingga berhasil menjadi organisasi terbesar di Pulau Jawa dengan 2 juta anggota. Namun, dalam perkembangannya Tjokro harus menerima kenyataan bahwa SI terpecah menjadi dua yakni SI putih (berlandaskan Islam) dan SI merah (berlandaskan komunisme). Perpecahan ini tidak terlepas dari upaya penjajah Belanda yang ingin mengacaukan persatuan diantara rakyat pribumi.

H.O.S Tjokroaminoto menunjukan keseriusannya dalam berhijrah ketika tanpa ragu meninggalkan status kebangsawananannya dan tanpa takut menghadapi segala rintangan sekalipun harus berunglang kali mendekam dibalik jeruji besi. Selama masa hijrahnya Tjokro dan sang Istri hidup dalam kesederhanaan. Untuk memenuhi kebutuhan ia menyewakan kamar kos. Terdapat lebih dari dari sepuluh tokoh yang pernah menjadi anak kos Tjokro seperti Agus Salim, Musso, Kartosoewirjo, Soekarno, dan sejumlah tokoh pergerakkan lainnya. Rumah Tjokroaminoto merupakan muara diskusi para pemuda. "Semua tokoh yang berpisah jalan pada 1940an pernah makan dirumah Tjokro" kata sejarawan Anhar Gonggong. Tak bisa dipungkiri hampir semua anak kos Tjokro mewarisi gaya kepemimpinannya meskipun pada akhirnya mereka berpisah karena menemukan jalan pemikiran masing-masing. 

Tjokroaminoto telah berhasil menebarkan benih-benih persatuan dan kesatuan dalam diri setiap generasi. Oleh karenanya, kini H.O.S Tjokroaminoto dikenang sebagai "Guru Para Pendiri Bangsa".  Presiden pertama Republik Indonesia mengaku bahwa ia banyak mengadaptasi ilmu-ilmu yang dimiliki Tjokro terutama dalam rangka menjadi seorang pemimpin yang besar. "Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator."- H.O.S Tjokroaminoto. Tjokro berharap siapapun yang berguru pada nya dapat mewujudkan harapan dan impiannya memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

Hijrah H.O.S Tjokroaminoto merupakan perjalanan suci. Sebagai pemimpin bangsa Tjokroaminoto tidak pernah takut melawan badai penjajahan, sekalipun harus membawanya berhijrah dari penjara satu ke penjara lain.  H.O.S Tjokroaminoto sebagai pejuang bangsa sejati telah berhasil membangunkan jiwa-jiwa yang tertidur dalam penindasan dengan mengobarkan semangat kemerdekaan. Cinta dan tulus Tjokro pada negeri telah mengantarkan bangsa Indonesia kepada Kemerdekaan abadi. Kini Sang Merah Putih telah berkibar megah, berkat keberanian dan kegigihan para pendiri bangsa yang mengamalkan ajaran guru bangsa H.O.S Tjokroaminoto. 

"Hanya ada satu cara untuk hijrah yakni dengan setinggi-tinggi ilmu, sepintar-pintar siasat, dan semurni-murni tauhid"-H.O.S Tjokroaminoto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun