Tulisan ini saya dedikasikan untuk semua yang mengalami kegagalan di SNMPTN atau UM lainnya.
Saya adalah salah satu dari sekian banyak siswa yang gagal dalam SNMPTN 2012. Sedih, kecewa, dan malu tentu saya rasakan (bahkan mungkin sampai sekarang) ketika melihat tulisan "Mohon maaf, Anda dinyatakan tidak diterima." di layar komputer saya. Lebih memalukan lagi, saya lalu menangis di hadapan keluarga (padahal saya bukan anak yang cengeng). Terbayang oleh saya segala usaha yang telah saya lakukan demi menghadapi seleksi ini. Mulai dari belajar, bimbel, berkutat dengan soal-soal, dll. Semuanya seperti menjadi sia-sia ketika perjuangan itu dibayar dengan kegagalan.
Tak ingin berlarut dalam kesedihan, saya segera mempersiapkan diri untuk menghadapi UM (Ujian Masuk) universitas impian saya. Kali ini perjuangan saya tidak sebesar sebelumnya. Semangat dan optimisme saya sudah terkikis oleh kegagalan SNMPTN, tapi saya tetap berdoa untuk yang terbaik. Akhirnya, tibalah hari pengumuman hasil UM itu. Kembali saya harus menghadapi kalimat yang sama, "Maaf, Anda tidak diterima." Saat itu, entah mengapa saya bisa menerima hasil tersebut dengan lebih legowo, walaupun rasa kecewa tetap ada.
Hidup harus terus berjalan. Maka, dengan mengumpulkan semua keberanian dan dukungan dari keluarga, saya memutuskan untuk menunda kuliah hingga tahun depan. Keputusan yang berat, tentunya. Apalagi semua teman-teman saya telah diterima di universitas masing-masing dan siap menuju ke kehidupan mahasiswa, sedangkan saya masih diam di tempat. Status saya juga "nanggung", siswa bukan, mahasiswa juga bukan.
Banyak dari teman saya yang bertanya, "Kamu yakin mau nunggu setahun?" atau memberi saran "Kenapa gak masuk swasta aja?" atau "Kenapa gak coba jurusan lain yang lebih mudah?"
Banyak sekali pertimbangan yang telah saya lakukan sebelum mengambil keputusan ini. Jadi untuk pertanyaan pertama, saya menjawab, "Yakin." Alasan mengapa saya tidak beralih ke swasta, karena biaya kuliah di swasta sangat besar (apalagi untuk jurusan pilihan saya). Saya tidak sampai hati untuk memberi beban berat kepada orang tua. Lalu, saya tidak mau beralih jurusan karena saya ingin kuliah di jurusan yang sesuai dengan passion saya. Saya tidak mau mengorbankan cita-cita saya demi bisa kuliah atau demi tidak malu karena berstatus "pengangguran".
Kesimpulan yang dapat saya ambil adalah, kegagalan bukanlah alasan untuk meninggalkan cita-cita atau passion kita. Justru kegagalan itulah yang akan menjadi motivasi baru bagi kita untuk mencapai kesuksesan di masa yang akan datang. Menghabiskan lebih banyak waktu (seperti menunda kuliah ini) untuk mencapai sesuatu bukan berarti kita bodoh. Malah terkadang sesuatu yang dicapai setelah gagal, usaha panjang, dan air mata akan jauh lebih terasa manis daripada yang dicapai dengan mudah.
Jadi, jangan menyerah dan patah semangat ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H