Sesuai janji saya dalam tulisan sebelumnya bahwa saya akan menurunkan tulisan tentang nasib para wa/cagub pada pilkada 11 Juli mendatang. Kemarin kita sudah membuat analisa swot untuk wa/cagub no.1. Sekarang mari kita analisa wa/cagub no.2
Profil cagub/cawagub no 2 ini terbilang sangat jarang terekspose oleh media. Ada tetapi kurang greged. Namun demikian bukan berarti kedua calon ini tidak melakukan apa-apa atau tidak memiliki akses ke calon pemilih di DKI Jakarta. Menurut penulis, bisa jadi benar bahwa air tenang menghanyutkan. Mungkin saja demikian meski memang harus memiliki kerja keras yang lebih optimal.
Kalau dilihat dari background kedua pasangan ini, dari segi organisasi dan pendidikan serta pengalaman politiknya, calon ini masih diperhitungkan sebagai lawan bagi calon atau kandidat lain. Diam dan tidak banyak ekspose nampaknya menjadi jargon untuk menghemat tenaga dan finance di ujung pertarungan nanti.
Sebagai purnawirawan Cagub ini masih memiliki pengaruh di jajaran militer namun tidak sekuat Nono Sampono. Pribadinya yang tidak banyak bicara menjadikan beliau nampak tenang dan sedikit berwibawa. Namun hal ini harus diperbaiki dalam rangka dan kaitan politik dan image seorang leader.
Dengan cawagub yang masih muda, kontestan no 2 ini nampak kurang siap memilih cawagub yang bisa mengangkat dan sederajat dengan cagubnya. Nampak bahwa usia cagub dan cawagub seperti bapak dan anak. Usia yang terpaut jauh akan mempersulit kinerja positif dalam hal manajemen pemerintahan nantinya. Selain itu akan terjadi kesulitan dalam membangun komunikasi disebabkan usia yang terpaut cukup jauh ini.
Cagub dan cawagub no kontestan 2 ini berasal dari nonpartai alias independen. Dari satu sisi, independen merupakan revitalisasi dari sebuah kondisi di mana masyarakat telah begitu jenuh dengan partai. Namun, kondisi dan kultur politik di negeri ini bisa berubah bukan disebabkan oleh pandangan dan peristiwa politik itu sendiri tetapi bisa juga terjadi karena lebih mempertimbangkan kepentingan-kepentingan sesaat. Artinya, bila pada awalnya independen menjadi sebuah jawaban terhadap titik kulminasi terhadap partai yang menjenuhkan, bisa saja terjadi sebaliknya. Independen tidak lagi memiliki bargaining position di tengah kultur politik yang dijembatani oleh kepentingan tadi. Lalu? Independen yang lahir akibat kejenuhan masyarakat terhadap partai tetap menjadi isu marginal yang terus berada di pinggiran.
Catatan ini akan menjadi sebuah penilaian terhadap cagub dan cawagub no 2. Mampukan dua cagub dan cawagub ini bertarung dengan kondisi dan catatan di atas? Kembali, masyarakatlah yang akan menentukan. he..he..jgn lupa baca lagi ramalan saya menganai cagub dan cawagub yang anda tokohkan besok.
Gambar oleh detik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H