Mohon tunggu...
Rosmale Gundhi
Rosmale Gundhi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hoping a better life with no party

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meramal Nasib Cagub No.4

13 Juni 2012   05:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:02 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini giliran saya memprediksi dan meramal cagub No.4. Mohon agar penilaian dan ramalan ini tidak ditanggapi dan dipolitisir secara berlebih. Kalau bisa sebaliknya, penilaian ini justeru dijadikan sebagai input positif yang kemudian menjadi bahan dan kebijakan partai dalam mengambil keputusan.

Cagub yang diusung oleh PKS dan sedikit PAN ini pernah gagal saat mencalonkan Wakapolri, adang Daradjatun pada pemilukada 2009 lalu. Peristiwa Adang kemudian menimbulkan carut marut PKS mengenai dana talangan kampanye dari Adang sebesar 40 triliun yang tidak jelas rimbanya. Begitupun dalam pemilihan ketua DPRD DKI, PKS mengalami kekalahan. Padahal, Demokrat meruapakan rekan koalisi yang cukup signifikan pada saat itu. Namun, mengapa yang muncul menjadi ketua DPRD DKI bukan dari PKS? Kegagalan ini sebenarnya sangat memukul para petinggi PKS secara moral karena pada saat itu DKI merupakan basis kuat bagi partai berlambang padi kapas yang mengapit bulan sabit ini.

Kekalahan pada pemilukada 2009dan DPRD DKI 2009 itu selain menjadi pukulan yang memalukan tentu juga menjadi pertanyaan besar, mengapa mereka kalah justeru di kandang sendiri? Mari kita cermati bersama.

PKS berawal dari sekumpulan anak-anak pengajian yang super enerjik dengan cita-cita yang sangat bersih. Pada zaman rezim Soeharto, bentuk pengajian ini dilaksanakan secara sembunyi agar tidak terdeteksi oleh rezim berkuasa. Mereka berupaya menghindar pencitraan buruk rezim dengan slogan yang menakutkan, SUBVERSIF.

Ketika reformasi terjadi pada 1998, pengajian yang memiliki basis mahasiswa di seantero Indonesia ini kemudian tidak menyia-nyiakan moment untuk mengikrarkan diri sebagai partai. Maka diberilah nama Partai Keadilan tanpa kata Sejahtera yang dipimpin pada waktu itu kalau tidak salah oleh Nur Mahmudi.

Di awal pergerakan, Partai Keadilan masih memiliki visi dan misi yang amat mulia yaitu menggarap “sawah” istilah untuk masyarakat agar memahami esensi Islam yang murni dan mengajak mereka untuk masuk ke dalam Islam yang kaffah (sempurna) seperti yang mereka pahami.

Namun PK kemudian kalah dalam pemilu pertama yang diikutinya. Karena jumlah pengikut yang tidak signifikan sebagai syarat sebuah partai. Elektoral tresholdnya rendah. Maka pada tahap berikut (kedua) PK berubah menjadi PKS agar tetap bisa mengikuti pemilu.

Hidayat Nurwahid terpilih sebagai pengganti Nur Mahmudi yang kini menjadi Walikota Depok. Nurwahid kemudian ditunjuk Presiden sebagai Ketua MPR. Nurwahid adalah seorang ustadz lulusan Madinah yang maaf belum menguasai secara penuh arti lembaga MPRdan kinerja di dalamnya sehingga keberadaan beliau di lembaga ini tidak melahirkan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat baik di Jakarta maupun di kota-kota lain di negeri ini. Beliaupun kemudian pensiun tanpa perubahan sama sekali.

Hidayat dan Pilkada DKI

Sebelum mantan MPR ini turun gunung, Tri Wicaksana alias Bang Sani telah dijagokan untuk cagub DKI pada pilkada 2012 ini. Menimbang calon gubernur lain sebagai lawan cukup berat – maka PKS menurunkan Nurwahid sebagai cagub agar seimbang dengan lawan yang ada.

Keputusan dan perubahan ini - secara moral - akan menggores kesan buruk para kader yang telah beberapa bulan sebelumnya meyakini dan mengkampanyekan Bang Sani itu. Walau tidak nampak secara kasat mata. Ini juga berpengaruh terhadap simpatisan yang selama ini banyak mendukung PKS. Mereka pasti bertanya dalam hati, kenapa harus diganti? Mereka ini yang mungkin luput dan dilupakan padahal mereka cukup signifikan.

Mengapa harus Hidayat Nurwahid? Mungkin selain karena Hidayat dianggap sebagai tokoh nasional, beliaupun menjadi trigger yang mampu menyatukan friksi di kalangan kader yang menyempal dari PKS. Tokoh yang dianggap caliber itu kemudian bersedia dicalonkan menjadi cagub pilkada 2012 nanti.

Berpasangan dengan Cagub yang didukung oleh kalangan akademis namun tidak didukung partai lain menjadi kendala tersendiri. Wah repot juga nih kans untuk Hidayat menjadi Gubernur. Kalaupun menang, PKS hanya pada putaran pertama. Pada puataran kedua nanti, PKS akan dikeroyok ramae-rame seperti tahun 2009 lalu.

SWOT ANALYSIS

Bagaimana kemungkinan Hidayat memenangkan Pilkada 2012 nanti? Lihat dan cermati catatan berikut:

Ketokohan Hidayat Nurwahid yang menggantikan Bang Sani sebagai trigger pemersatu kader di lapis bawah merupakan indikasi lemahnya rekruitmen PKS terhadap konstituen. Banyak simpatisan kemudian melemah semangatnya disebakan tingkah politik dan kebijakan partai yang tidak sesuai dengan visi simpatisan di akar rumput.

Pada pemilukada 2009 –saat mengusung Wakapolri itu banyak kesalahan strategi PKS yang dilakukan. Pendekatan politis terhadap partai lain dirasa kurang signifikan. Hampir boleh dibilang tidak ada lobi politik dengan partai lain. Ini sedikit nampak sombong dengan menganggap dirinya sebagai kekuatan no 1 di DKI. Kesombongan inilah yang mengakibatkan hubungan politis antar partai menjadi lemah sehingga tidak satupun partai yang berani atau tidak mau berkoalisi mendukung Adang Daradjatun sebagai gubernur. PKS kalah.

Warna pergerakan PKS kurang jelas dimulai saat Hidayat Nurwahid hingga sekarang. Visi mereka tidak lagi sesuai dengan khittah awal dibentuknya pengajian menjadi partai politik. Perjalanan PKS di bawah Tifatul Sembiring yang banyak berpantun (sementara rakyat begitupun kader mereka) sulit mencari nafkah untuk penghidupan. Inikah leadership PKS. Mereka harus banyak belajar dari para assabiquunal awwaluun………..

PKS yang peduli itu tidak menampakkan kepeduliannya secara nasional. Kasus Haryanto, seorang anak SD yang berniat gantung diri karena malu tidak mampu membayar sekolah pada era 90an itu tidak digubris sama sekali. Lucunya, justeru masalah Haryanto tersebut ditanggapi secara pribadi oleh seorang artis yang notabene berbeda agama. Hmmmm….kepedulian PKS baru sebatas jargon.

Lalu? PKS berkoalisi dengan Demokrat yang kemudian didera isu korupsi yang sangat kuat. Mengapa pilih koalisi? Bukankah banyak simpatisan anda yang menyuarakan agar menjadi partai bebas alias oposisi yang menjadi penyeimbang kekuasaan? PDI justru berani mengambil peran ini walau nampak setengah-setengah.

Kepemimpinan dan visi personal PKS belum mumpuni. Kemampuan dan penguasaan ilmu dalam konteks pemerintah dan politik mereka masih rendah.. Hal ini dapat dilihat bagaimana PKS menempatkan seorang guru menjadi kepala camat di Depok. Guru yang tidak memiliki latar belakang pemerintahan kemudia ditempatkan pada posisi yang bukan bidangnya. Padahal mereka tahu dan sadar bahwa bila salah menempatkan orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saatnya. Tapi semua itu tidak lagi menjadi pegangan mereka. Kekuasaan menjadikan mereka lupa.

PKS juga tidak tegas bersikap. Ketika orang memojokkan dengan isu eksklusif, mereka serta merta seperti kebakaran jenggot. Mereka kemudian menjadikan kritikan itu sebagai dasar menjadi partai terbuka. Di sinilah timbul friksi internal. Sempalanpun muncul akibat ketidak jelasan sikap ini. Mereka bilang, ada agen yang menyusup untuk membelah PKS. Padahal munculnya friksi memang karena sikap plintat-plintut mereka sendiri. Lucunya, pada pilkada tahun ini, upaya pemenagannya juga meminta bantuan suara dari kalangan nonmuslim. Lihat di sini . Kalau Hidayat naik jadi gubernur, apakah tidak ada komentar  bahwa ini merupakan kemenagan mereka juga? He..he...ruarrrr biasa...

Hidayat memang memiliki ketokohan sebagai mantan ketua MPR. Namun untuk menjadi Gubernur DKI tidak hanya ketokohan yang diperlukan. Wawasan, keterampilan, penguasaan menejerial dan administrasi pemerintahan, keberanian, kejujuran dan ketegasan menjadi bait bait yang harus dimiliki sang calon. Dan itu tidak ada pada Hidayat Nurwahid. Mohon maaf pada kader….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun