Berita tentang seorang guru di Lamongan yang mengaku enggan menegur siswa yang tertidur di kelas karena takut dilaporkan ke polisi menjadi perbincangan hangat di media massa dan media sosial. Kasus ini mencerminkan sebuah dilema yang dihadapi oleh banyak guru di Indonesia saat ini: bagaimana menjalankan tugas mendidik secara efektif di tengah tekanan sosial, hukum, dan ekspektasi yang sering kali bertolak belakang. Â
Sebagai calon guru IPA, berita ini menimbulkan kekhawatiran dan refleksi mendalam tentang profesi keguruan yang akan saya jalani. Profesi guru tidak hanya mengemban tugas akademik, tetapi juga peran mendidik karakter siswa. Namun, ketika peran tersebut dibatasi oleh ketakutan akan konsekuensi hukum atau tekanan dari pihak-pihak tertentu, efektivitas pengajaran dan pendidikan secara keseluruhan menjadi terganggu. Â
Mengapa Kasus Ini Terjadi?
Dari sudut pandang saya, kasus ini terjadi karena beberapa faktor utama:Â Â
1. Ketidakseimbangan Relasi Guru-Orang Tua-Siswa:
Dalam beberapa kasus, guru sering kali dianggap sebagai pihak yang sepenuhnya bertanggung jawab atas perkembangan siswa, tanpa dukungan memadai dari orang tua. Ketika seorang siswa bermasalah ditegur oleh guru, beberapa orang tua cenderung melihat ini sebagai tindakan yang "berlebihan" atau bahkan melanggar hak anak. Hal ini menciptakan ketakutan di kalangan guru untuk menjalankan perannya secara tegas. Â
2. Minimnya Perlindungan Hukum bagi Guru:
Guru kerap menghadapi situasi sulit di mana tindakan mendisiplinkan siswa dapat dipersepsikan sebagai tindakan kekerasan. Sayangnya, hukum di Indonesia belum sepenuhnya memberikan perlindungan yang jelas dan tegas bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Hal ini membuat guru ragu untuk mengambil langkah tegas terhadap siswa yang melanggar aturan. Â
3. Kurangnya Pemahaman tentang Etika dan Hak Asasi:
Banyak pihak, termasuk siswa dan orang tua, memiliki pemahaman yang kurang mendalam tentang batasan hak asasi manusia dalam konteks pendidikan. Mereka kadang lupa bahwa mendidik juga berarti memberikan koreksi untuk membentuk karakter siswa. Â