Mohon tunggu...
Badrut Tamam
Badrut Tamam Mohon Tunggu... Dosen - Nikmati tiap jengkal di mana kakimu berpijak, karena di atasnya ada langit yang harus engkau junjung

Nikmati tiap jengkal di mana kakimu berpijak, karena di atasnya ada langit yang harus engkau junjung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

MTQ Bukan Hanya Soal Juara, tapi Juga Syiar Agama

17 Juni 2024   07:29 Diperbarui: 18 Juni 2024   05:23 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Arbain (Mantan Juara 1 KTIQ Kaltim 2012 dan Penulis 44 Buku Multigenre)Dok Pri

KALTARA,-Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) merupakan ajang kompetisi keahlian di bidang Al-Quran yang dilaksanakan secara berjenjang setiap tahunnya, mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, Nasional hingga Internasional. Pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ini bertujuan untuk mengagungkan Al Quran sekaligus sebagai syiar agama Islam. Musabaqah Tilawatil Quran tidak hanya melantunkan ayat-ayat Al Quran tetapi menuliskan dan mengeksplorasi ayat ayatnya dengan berbagai pendekatan multiperspektif serta menjadikannya sebagai way of life. Dalam perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), ada beberapa cabang yang diperlombakan yaitu: (1) Tilawah Quran, (2) Hifdzhil Quran, (3) Tafsir Quran, (4) Musabaqah Fahmil Qur'an (MFQ), (5) Musabaqah Syarhil Qur'an (MSQ), (6) Musabaqah Khattil Qur'an (MKQ), dan (7) Musabaqah Karya Tulis Ilmiah Qur'an (MKTIQ).

dok pri
dok pri

Berbagai cabang lomba tersebut merupakan sebuah ikhtiar untuk membumikan nilai-nilai Al Qur'an dalam kehidupan serta  mengajak masyarakat untuk dekat dan cinta pada Al-Qur'an. Akan tetapi, dewasa ini dengan pesatnya teknologi, informasi dan digitalisasi, MTQ telah terdisrupsi oleh berbagai tren zaman yang semakin canggih. Tak ayal generasi muslim saat ini lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain game online ketimbang belajar dan mengikuti lomba atau bahkan sekedar hadir menyemarakkan pelaksanaan MTQ di suatu daerah. Bahkan dapat dikatakan, MTQ seolah-olah tidak mampu menarik minat masyarakat untuk mengikuti MTQ di setiap jenjang cabang lombanyanya, hal ini dibuktikan dengan sulitnya mencari regenerasi peserta untuk mengikuti MTQ setiap tahunnya. Masyarakat lebih suka menonton acara hiburan musik artis ibu kota ketimbang MTQ. Fenomena semacam ini tentu menjadi pertanyaan dibenak kita, apakah pihak penyelenggara MTQ tidak kreatif dan inovatif dalam mengelola pelaksanaan MTQ ini ataukah memang generasi muslim sudah jauh dari agama.

Tidak hanya itu, pelaksanaan MTQ hanya dijadikan ajang kompetisi tahunan  untuk meraih juara sebanyak mungkin yang dapat membawa nama baik daerah. Tak jarang berbagai motif kecurangan dilakukan untuk memperebutkan juara umum. Namun mereka lupa dan menafikan bahwa esensi MTQ adalah syiar agama Islam yang mengagungkan Al Qur'an dan dewan hakimnya telah disumpah atas nama Al-Qur'an. Meskipun demikian, masih banyak dijumpai dewan hakim yang kurang sportif dan profesional karena terbuai dengan 'cawe-cawe' berupa bonus yang fantastis untuk memenangkan daerahnya, karena dewan hakim merupakan utusan dari masing-masing daerah dan  tentunya memiliki anak didik yang secara emosional "harus diperjuangkan". Memang tidak bisa dipungkiri dan itu manusiawi, masih ada saja oknum yang menjadikan MTQ sebagai money oriented dan "menggadai" integritas dan profesionalismenya. Dan terkadang penentuan dewan hakim tidak lagi berdasarkan keilmuan dan kepakaran melainkan karena unsur kekerabatan. Padahal untuk menjadi seorang dewan hakim sejatinya harus menempuh uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang dinilai berdasarkan sertifikat kejuaraan yang didukung oleh sertifikat dewan hakim.

Untuk menjadi seorang dewan hakim pada hakikatnya ia adalah seorang mantan juara dalam bidang yang akan ia nilai. Namun, istilah "tiada rotan akan pun jadi" diakibatkan minimnya dewan hakim yang berasal dari alumni kejuaraan pada bidang-bidang dalam MTQ, masih begitu sulit untuk ditemukan, maka syarat kedua berlaku untuk boleh menjadikan seseorang dewan hakim namun harus mengikuti bimtek dan pelatihan dewan hakim baik di tingkat provinsi maupun nasional dengan dibuktikan oleh sertifikat dewan hakim. Namun, pelatihan dewan hakim tidak menjadi tolak ukur pasti, apalagi ada beberapa bidang dan cabang lomba yang memang membutuhkan keterampilan yang luar biasa, seperti dewan hakim cabang hafidz quran, seyogyanya dewan hakimnya harus memiliki keterampilan wajib seorang hafidz qur'an, begitu pula cabang lain seperti Menulis Karya Tulis Ilmiah Al Quran (KTIQ), setidaknya ia adalah seorang mantan juara, akademisi dan penulis. Karena cabang ini tidak boleh dinilai oleh bukan seorang penulis. Logikanya, bagaimana seorang hakim menilai tulisan peserta sementara ia tidak pernah menulis. Maka dari itu, penting kiranya menempatkan posisi dewan hakim bidang KTIQ ini kepada mantan juara, akademisi, dan penulis professional. Karena seorang penulis adalah pembaca yang baik dan tentunya memiliki keterampilan membaca dan menulis yang baik pula. Jika ada cabang dalam MTQ dinilai oleh bukan pakar dalam bidangnya maka, itu adalah sebuah kekeliruan yang nyata dan telah melanggar norma-norma agama dan etika perhakiman serta menodai amanah yang telah diberikan. Penilaian hanya berdasarkan pada selera dan subjektivitas bukan berazaskan kualitas. Padahal sudah jelas dan tegas Rasulullah Saw bersabda: "Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya (pakarnya), maka tunggulah terjadinya kehancuran". (HR. Bukhari).

Semoga perhelatan MTQ Provinsi Kalimantan Utara ke-9 yang digelar di Kabupaten Tana Tidung, dapat berjalan dengan baik, amanah dan professional serta ditemukan para calon juara MTQ yang berkualitas untuk mewakili Provinsi Kalimantan Utara di MTQ Tingkat Nasional yang diselenggarakan di Provinsi Kalimantan Timur dan Ibu Kota Nusantara (IKN).

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun