SAMARINDA,-Polemik terhadap salam lintas agama yang menyatakan bahwa mengucapkannya bukan bagian dari implementasi toleransi lantaran pengucapan salam adalah wujud dari doa yang bersifat ubudiyah atau pengabdian diri kepada Allah SWT mendapat berbagai respon dari Masyarakat.
Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, Prof. Dr. Zurqoni, M.Ag menanggapi polemik tersebut dengan bijak.
Menurutnya salam lintas agama merupakan salah satu bentuk ikhtiar yang patut diapresiasi positif dalam kaitannya turut serta membingkai toleransi dan menjaga kerukunan umat beragama di tanah air.
"Salam lintas agama adalah sebuah konsep yang menggambarkan salam atau ucapan selamat yang digunakan untuk berkomunikasi antar pemeluk agama yang berbeda. Konsep salam lintas agama ini mencerminkan nilai-nilai toleransi, kerukunan, dan menghormati perbedaan keyakinan antar individu,"ujar Rektor, Senin (03/06/2024).
Dari penuturan Prof. Zurqoni diperoleh keterangan bahwa salam memiliki makna yang sangat penting dalam Islam. Kata "salam" berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah kedamaian, keselamatan, dan keberkahan. Dalam konteks keagamaan Islam, salam memiliki beberapa esensi yang sangat berharga antaranya salam merupakan salah satu ucapan sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umat Islam. Beliau mendorong umatnya untuk saling memberi salam sebagai tanda kasih sayang, persaudaraan, dan kebersamaan. Kemudian salam dianggap sebagai tanda kedamaian dan keselamatan. Ketika seseorang memberi salam, itu berarti dia mengharapkan keselamatan dan keberkahan bagi orang yang salam. Salam juga merupakan cara yang baik untuk mempererat hubungan sosial antar individu. Dengan memberi salam, seseorang menunjukkan rasa hormat, kesopanan, dan perhatian terhadap orang lain.
"Dengan demikian, salam dalam Islam bukan hanya sekedar ucapan sapaan, tetapi juga mengandung makna yang dalam dan penuh kebaikan. Hal ini menunjukkan pentingnya sikap saling menghormati, peduli, dan menyebarkan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari,"paparnya.
Prof. Zurqoni juga menjelaskan dalam konteks sosial dan keagamaan, salam lintas agama seharusnya dianggap sebagai bentuk penghormatan dan kesopanan dalam berinteraksi dengan sesama manusia, terlepas dari perbedaan keyakinan agama yang dianut oleh pemberi salam. Hal ini dapat membantu memperkuat hubungan antar individu dari berbagai latar belakang keagamaan, serta mempromosikan perdamaian dan toleransi di Tengah-tengah Masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia.
"Penting untuk diingat bahwa salam lintas agama bukan hanya sekedar ucapan, tetapi juga merupakan sikap dan perilaku yang menunjukkan rasa hormat dan toleransi terhadap keberagaman keyakinan agama. Dengan mempraktikan salam lintas agama, kita dapat membangun hubungan yang harmonis dan memperkuat nilai-nilai persatuan dalam masyarakat yang multicultural,"paparnya.
Bagi Prof. Zurqoni Hubungan persaudaraan dengan non-muslim dibangun di atas prinsip kebaikan dan keadilan. Tidak ada larangan berlaku baik dan adil terhadap mereka yang berlainan keyakinan.