Sedang ramai kabar berita mengenai terdengarnya suara-suara orang sedang bermain drumband di langit-langit angkasa Kota Jogja. Warga pun heboh. Sampai-sampai, Sri Sultan ikut turun komentar. Fenomena apa ini? Apakah ini merupakan bagian dari tanda-tanda zaman edan?
[caption id="attachment_314927" align="aligncenter" width="430" caption="doc | jantanpb.blogspot.com"][/caption]
Berita ini saya baca di media online detik.com. Diberitakan, suara orang main drumband ini terdengar saat pagi-pagi buta. Nadanya awalnya teratur, kencang dan lantas pelan. Tak sedikit warga yang mendengarkan bunyi misterius di angkasa tersebut yang belum ketahuan dari mana asalnya.
Karena banyak warga yang ikut mendengar suara drumband tanpa muasal itu, tak ayal kabar pun meluas tanpa bisa dibendung. Publik dibuat heboh. Irene, warga Jogja yang tinggal di Banguntapan, menuturkan bahwa suara ini terdengar sekitar pukul 5 pagi.
“Saya dengar sekitar jam 5 pagi, berlangsung 3 menitan. Baru kali ini saya mendengarnya,” kisahnya. Karena merasa merinding, Irene mengaku takut dan tak ingin lagi mendengar suara-suara drumband tersebut.
Warga lain adalah Joko Prawito. Prawito malah bercerita suara semacam itu sudah pernah ia dengar pada usia 7 tahun. “Di tahun 1989, saya sering mendengar suara drumband jelang subuh hingga jam 6 pagi,” tutur Prawito.
Pengalaman sama juga diceritakan Agus Ibrahim. “Sewaktu kuliah di Jogja, pertengahan 80-an, saya sering mendengarnya sekitar pukul 1-3 pagi,” terang Agus. Dijelaskan Agus, mendengar suara tersebut, ia dan teman-temannya penasaran. Mereka memutuskan menelusuri jejak suara, dengan naik sepeda motor ke asal suara drumband yang bermuara di Jl Beo. Sayang, setelah dikejar suaranya malah lenyap.
Dalam komentar pembaca detik.com, komen berasal dari Den Bagus. Bagi Den Bagus, suara drumband merupakan iringan pasukan Laut Selatan yang sedang lakukan patroli ke Keraton Jogja. “Karena memang antara keraton dan Pantai Selatan ada hubungan perjanjian dari zaman leluhur dulu,” catat Den Bagus. Ia mempersilahkan bagi pihak yang mau percaya dan tidak percaya.
Komentator berikutnya adalah Chimuk Mukti. Ia mencoba merunut asal suara drumband sejak di zaman Orde Lama, di mana PNI, PKI, dan Muhammadiyah sama-sama memiliki drumband sendiri-sendiri.
Mereka gunakan drumband sebagai cara berlomba dalam rangka unjuk kekuatan. “Tetapi setelah itu, suara drum band masih sering terdengar di pagi buta, arah timur laut dari Kotagede. Ada yang menduga itu drumband-nya lelembut. Atau mungkin cuma resonansi udara. Waallahu alam,” tulis Mukti menganalisa.
Komentar Sri Sultan
Sri Sultan sendiri mengaku tak pernah mendengar suara-suara drumband yang pernah kerap didengar oleh warganya tersebut. Sultan Mengaku tidak tahu-menahu soal berita yang cukup menggegerkan Jogja itu. Padahal, perbincangan sudah amat ramai dibicarakan.
[caption id="attachment_314928" align="aligncenter" width="476" caption="doc | www.tribunnews.com "]
Lebih-lebih, jika kejadian tersebut sudah bukan kabar yang asing, karena bahkan jauh di tahun-tahun sebelumnya banyak pihak yang mengaku sudah mengalami pendengaran soal suara-suara drumband di waktu dini hari.
"Aku ra krungu, gak reti aku (Aku nggak dengar, nggak ngerti-red). Drumband piye, tanya sama yang denger (Aku tidak dengar, tidak tahu saya. Suara drumband apa)," kata Sri Sultan Hamengku Buwono X usai menghadiri Rapur di DPRD D.I.Yogyakarta, Kamis(9/1/2014), seperti dilansir detik.com.
Kemungkinan Asal Suara
Sebenarnya, asal suara drumband bisa saja bukan berasal dari alam lain sebagaimana sering dipersepsikan. Boleh jadi memang di kala subuh buta, ada pihak-pihak yang sengaja melakukan latihan drumband. Waktu-waktu yang paling tepat untuk belajar apa pun memang di saat hening dan tengah malam, terutama pukul 3 pagi.
Alasan kenapa warga meyakini suara-suara drumband tersebut sebagai sesuatu yang ajaib dan berasal dari alam lain, karena mungkin masih kuatnya tradisi kepercayaan pada keberadaan makhluk-makhluk di dunia lain. Taruhlah misalnya mengenai fenomena hubungan Pantai Selatan dan Keraton Jogja. Hal ini makin diperkuat dengan belum terbiasanya warga untuk meneliti lebih mendalam tentang adanya sebuah fakta. Mereka masih berputar dengan membicarakannya dengan sesama warga, tanpa terbersit mencari, jangan-jangan memang ada pegiat drumband sedang latihan.
Hal ini misalnya seperti yang menjadi kegiatan para taruna Akademi Angkatan Udara (AAU), yang satu kompleks dengan Lanud Adisucipto. Apalagi, ketika pihak AAU tidak menampik bahwa pihaknya memang memiliki aktivitas rutin latihan saat suasana masih sepi.
“Latihan setiap pagi. Pukul 5 pagi keluar lapangan, sampai kira-kira pukul 06.00 WIB, dilanjutkan dengan lari pagi, olahraga,” papar Kepala Penerangan AAU (2007-2012), Mayor Hamdi Londong, dilansir situs yang sama pada Senin, (6/1/2014).
Bagi Hamdi, suara drumband para taruna bisa terdengar hingga pusat Kota Jogja, karena kebawa angin. Apalagi ditambah dengan suasananya yang masih senyap dan lengang. Sekedar diketahui, kampus AAU berjarak 8 km di sebelah timur kota. Bahkan, terang Hamdi, latihan bisa lebih awal, yaitu pukul 04.00-04.30 jika sedang ada agenda tampil. Ia menyebutkan yang berlatih sekitar 300 taruna.
Ditanya soal fenomena warga dengan suara-suara drumband yang misterius, Hamdi malah terkekeh. “Jadi, ini kenapa warga kok isunya jadi horor begitu? Kami latihan betulan. Ini soal ketidaktahuan saja,” jelasnya. Selama ia bertugas, Hamdi mengaku belum pernah ada warga yang mengonfirmasi ke AAU soal kabar horor itu secara langsung.
Masih Ada Kemungkin dari Alam Lain
Namun demikian, melihat beberapa penuturan dan pengalaman warga, yang bahkan sudah pernah mengalami sejak tahun 80-an misalnya, bisa saja dimungkinkan bahwa suara drumband tersebut memang berasal dari alam lain.
Sayang sekali, soal fenomena ini belum saya baca di detik.com, misalnya sejak kapan AAU sering menggelar jadwal rutin latihan drumband? Apakah dilakukan sejak jauh sebelum tahun 80-an? Jika saja latihan drumband dilakukan sesesudah tahun 80-an, maka tidak mustahil suara-suara tersebut memang asli dari alam lain.
Saya sendiri yang pernah bertahun-tahun hidup di Jogja, belum pernah mengalami fenomena yang aneh ini. Memang ada sih fenomena aneh yang pernah saya alami di kota budaya ini, yaitu pada tahun 2006.
Kala itu, orang-orang sedang panik karena ancaman bahaya meletusnya Gunung Merapi. Lebih-lebih aktivitas Merapi yang makin agresif dan bisa mengancam Kota Sleman, termasuk daerah saya tinggal. Semua orang takut pada Merapi, tetapi anehnya, kondisi Merapi malah baik-baik saja. Istilah Mbah Marijan, Mbah Merapi hanya sedang batuk-batuk. Ancaman maut nyatanya tidak berasal dari utara, yaitu Merapi, tetapi malah berasal dari selatan, yang memicu terjadinya gempa hebat.
Anehnya di mana? Ya aneh saja. Semua orang ingin menyelamatkan diri ke Selatan, karena di Utara sedang mengeluarkan bahaya maut. Tapi semua pihak kecele, karena nyatanya ancaman maut datang dari Selatan.
Ya seperti dalam kisah Nabi Nuh, orang-orang lantas berlari ke Utara, di mana terdapat tempat yang tinggi bernama gunung itu berada. Nah, aneh sekali bukan?
[caption id="attachment_314929" align="aligncenter" width="448" caption="doc | wan.web.id"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H