Politik orang Jakarta memang luar biasa. Hingar-bingar baunya sampai hingga ke tulang sumsum. Meletus ia di ubun-ubun rakyat negeri. Pilkada DKI berhasil memindahkan alam riil masyarakat Indonesia menuju alam maya!
Bayangkan saja, saya paling malas membaca berita soal politik daerah. Kalau politik Nasional barangkali saja iya. Tetapi ketika pilkada DKI, mata saya melek. Sangat lebar. Telinga saya tenggelam dikuasai oleh mata yang terhipnotis oleh pemberitaan.
Tetapi bukan karena saya memang mau membacanya. Masalahnya pemberitaannya serupa ribuan balon meletus di udara, mengagetkan orang dan serta-merta mengarahkan padangan fokus ke angkasa raya.
Rasa-rasanya, kemana mata melangkah, di situ ratusan jejak kaki pilkada DKI seliweran seperti kabut gunung Tambora di media-media. Mata saya memang tetap tak ke mana-mana, tapi jejaknya itu lho. Bikin yang lain-lain kabur untuk dibaca!
Gimana saya mau baca berita atau catatan yang lain, wong daya ledak pola tulis pemberitaannya memang punya daya letus yang luar biasa. Judul-judul artikelnya tak hanya dibuat bombastis nan heboh, tapi juga pedas, bahkan sakral, nakal, genit nan semlohai. Sampai-sampai mata saya terasa kuyu-kuyu dibuatnya. Kayak habis hujan butir-butir salju seminggu!
Jadi, satu kata yang tepat bagi saya untuk menggambarkan proses perkembangan terakhir soal pertarungan menjadi Gubernur itu adalah: nggilani. Bagaimana tidak nggilani, sungguh baru kali saya mengalami ledakan fenomena pemberitaan dari proses pilkada di mana isunya bak bom atom meletus!!
Di mana ia meletus? Di dunia maya tentunya. Apalagi di kompasiana ini.
Duh, malah kayak-kayak sudah kena bom serentak.
Dan yang bikin mata saya kelelep,
sebagian besar artikel
yang mengulas