Mohon tunggu...
Tamam Malaka
Tamam Malaka Mohon Tunggu... social worker -

pejalan yang menyukai sunyi tetapi pun menyenangi keramaian alam pikir umat manusia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa Jadinya jika Pemimpin Suka Marah-marah?

12 Mei 2014   20:42 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_335880" align="alignnone" width="630" caption="Risma Marah-Marah di Taman Bungkul| lensaindonesia.com"][/caption]

Walikota Tri Rismaharini ngamuk besar di Taman Bungkul gara-gara acara bagi-bagi Es Krim. Heran, mengapa jadi pemimpin harus marah-marah dan emosional macam itu? Apa ini baik bagi pendidikan berbangsa dan bertanah air?

Bahkan, seperti dilansir merdeka.com, Risma sembari memaki-maki. “Sialan bener... bajingan semua. Lihat, itu rusak semua!” semprot Risma pada panitia acara bagi-bagi Es Krim yang digelar oleh PT. Unilever Indonesia. Di antara panitia, bahkan sampai ada yang mengelus dada. Mungkin dia kaget dan tak menyangka bakal kena bentak Walikota perempuan Surabaya itu dengan sedemikian murka.

“Sekian puluh tahun kita buat. Ngerti nggak??!! Itu semua uang rakyat! Nggak punya izin lagi!” kata Risma keras. Sebagaimana diberitakan, taman kota yang paling dibanggakan warga Surabaya itu berantakan gara-gara acara bagi-bagi Es Krim yang digelar pada momen car free day. Banyaknya massa yang antusias pada cara, menyebabkan mereka mengabaikan kondisi taman. Walhasil, banyak tanaman yang terinjak dan rusak.

[caption id="attachment_335879" align="aligncenter" width="400" caption="kondisi taman yang rusak | news.detik.com"]

1399875968406667160
1399875968406667160
[/caption]

"Taman sekitar Taman Bungkul rusak, sepanjang median jalan, mulai sebelum CFC sudah ada yang rusak, sampai perempatan Al-Falah, rusak semuanya. Yang ikut katanya ada ratusan ribu orang," tutur Fikser, Kabag Humas Pemkot Surabaya.

Terlebih, papar Fikser, Surabaya tidak punya sumber daya alam yang bagus. Karena itu, Walikota mencoba menjadikan Surabaya sebagai kota yang menarik banyak orang, yang di antaranya dengan sarana membuat taman-taman yang indah.

“Karenanya, Bu Risma meminta pertanggungjawaban panitia. Yang beliau sampaikan, pertama, 'taman ini dibangun dengan dana APBD, itu uang rakyat. Taman ini dibangun dalam waktu yang cukup lama.' Beliau sampaikan, 'bukan hanya uang, tapi juga keringat orang-orang yang telah melakukan sesuatu, ini hilang semua. Tapi anda tidak menghiraukan itu.' Seperti itu ibu marahnya," terangnya.

Apa Pantas, Memimpin dengan Amarah?

Kejadian Risma marah-marah bukanlah yang pertama kali. Kejadian di Taman Bungkul dengan kasus rusaknya kondisi taman adalah yang kesekian kali. Sepertinya, marah-marah menjadi di antara pilihan seorang Risma? Apa ini pantas dilakukan seorang pemimpin?

[caption id="attachment_335881" align="aligncenter" width="386" caption="Keteladanan: seni marah ala Risma | news.detik.com"]

1399876303121192082
1399876303121192082
[/caption]

Puluhan Tahun negara ini berdiri, ketidakdisiplinan menjadi salah satu ciri khas bangsa ini yang susah diubah. Bukan hanya soal kedisiplinan, kita juga sudah mengalami stadium yang akut soal menaati ketertiban. Dan dalam soal menaati peraturan. Segala sesuatu bisa dirundingkan. Tanpa perlu marah-marah. Begitulah kira-kira situasi mentalitas kita semua.

Dalam posisi ini, ketegasan menjadi amat penting. Kita memerlukan sosok pemimpin yang sanggup mengubah perilaku buruk yang sebenarnya sudah kita idap selama beratus-ratus tahun. Sosok pemimpin yang tak hanya tegas pada rakyat ketika bersalah, tetapi pada pihak-pihak lain atau siapapun yang sekiranya tidak taat pada aturan.

Maka, dalam konteks ini, saya rasa marah menjadi salah satu model kepemimpinan yang bagus menurut saya. Tentu saja, marah di sini yang sesuai dengan konteksnya. Tidak asal marah-marah. Tetapi marah yang disertai oleh kekuatan leadership yang kuat dan istiqamah, yaitu aspek keteladanan yang handal. Dan seorang Risma, saya kira memiliki selalu marah di saat yang tepat. Marah di saat yang tepat, menurut para ahli, merupakan bagian dari kecerdasan.

Dan memang, kita ini memang perlu dimarahi. Perlu dibentak. Perlu dihardik. Biar segera bangun. Biar matanya terbuka dari tidur panjangnya. Kita ini sudah terlalu lama tidur. Sudah terlalu lama tidak mendayagunakan potensi berpikir. Daya pikir kita harus dibangunkan. Yang namanya orang yang suka tidur, ya baru bangun kalo dibentak-bentak. Tentu saja, orang yang membangunkan haruslah sosok yang punya integritas sebagai sosok “Pembangun dari Lelapnya Kembang Tidur”!

Saya kok jadi ingat Gus Dur. Gayanya yang senantiasa istiqomah di garis “Kontroversialitas” benar-benar telah merangsang bangunnya daya nalar, daya pikir, dan daya analitis bangsa ini. Gerakan-gerakan politiknya yang kontroversial, diam-diam selalu merangsang rasa penarasan dan hasrat ingin tahun masyarakat. Rakyat yang selama ini otaknya mengkerut dan beku karena lama tak tidak didayagunakan, akhirnya terpancing untuk bergerak ke sana-kemari.

[caption id="attachment_335883" align="aligncenter" width="350" caption="apasih.com"]

13998766821995523314
13998766821995523314
[/caption]

Orang yang tertidur memang perlu segera dibangunkan!

[caption id="attachment_335885" align="aligncenter" width="554" caption="kusuka.com"]

13998770121430614248
13998770121430614248
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun