Mohon tunggu...
Tamam Malaka
Tamam Malaka Mohon Tunggu... social worker -

pejalan yang menyukai sunyi tetapi pun menyenangi keramaian alam pikir umat manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sadap-Menyadap Bikin Pintar Rakyat Nusantara

24 Februari 2014   17:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_324280" align="aligncenter" width="546" caption="tekno.kompas.com"][/caption]

Polah usil sadap-menyadap oleh negeri Kanguru atas negeri Gajah Mada, nyata-nyata harusnya dapat merugikan negeri berpulau-pulau itu, dan bikin penghuninya merinding. Namun ajaibnya, efek yang terjadi malah sebaliknya. Polah itu malah makin mencerdaskan penghuni di dalamnya.

Bukan hanya mampu mencerdaskan, tetapi juga menjadikan penghuni negeri tersadap tersebut makin jenaka. Makin senang bercanda dan rajin berbagi kelakar-kelakar ringan. Setidak-tidaknya hal demikian misalnya bisa disimak di wilayah Provinsi Kompasiano.

“Saya dan Bu Markonah baik-baik sajo,” kata warga Provinsi Kompasiano bernama Arke. Menurut warga Kompasiano yang kini tinggal di tanah Arab tersebut, ia mengaku amat prihatin dengan ulah usil sadap-menyadap tersebut. Pasalnya, ia merasa kasihan dengan para penyadap yang bisa saja tiba-tiba pingsan dalam hitungan jam setelah khusyuk menyimak hasil sadapan.

“Kamar saya penuh sempak beraneka ragam mas. Karena ndak muat, kami taruh koleksi-koleksi kami di beberapa ruangan. Ruang tamu, beranda maupun kamar mandi. Bahkan, karena saking banyaknya koleksi kami, ranjang kami pindah di atas atap,” jelas Arke dengan wajah geleng-geleng. Jelas saja, ruang atap lolos dari upaya sadap, itulah yang disedihkan Arke. “Suara kami sulit kena sadap karena kebawa angin dan suara gerimis hujan,” tambahnya.

Warga Kompasiano lainnya adalah Pakde Kartono. Menanggapi sadap-menyadap, Pakde mengaku tak ambil pusing. Pasalnya, dengan adanya kasus tersebut, warga negeri Gajah Mada tersebut semakin ramai dan menyenangkan. Sebagaimana diketahui, semula rata-rata warga kebanyakan tampak sedih dan nelangsa karena bunyi-bunyian yang tak henti keluar dari perut-perut mereka.

“Ini juga diakui teman saya, seorang konsultan teknik dari Jepang, Mr. Takada. Dia bilang, Indonesia itu unik, belum habis tuntas penyelesaian suatu masalah, sudah muncul masalah lain. Belum habis suatu berita (isu), sudah muncul berita (isu) lain,” kata Pakde.

Sadap-menyadap negeri Kanguru tersebut juga memiliki dampak menular yang positif. Sebab, alih-alih terganggu dengan polah penyadapan itu, warga negeri Gajah Mada malah tertarik belajar ilmu sadap-menyadap. Dan warga Kompasiano adalah yang paling antusias. Selama beberapa waktu, warga Kompasiano sibuk membicarakan apa sebenarnya hakikat dari teknologi bernama sadapan tersebut.

Penulis sendiri yang semula hanya tahu soal sadap getah pinus, lama-lama makin paham bahwa terdapat sadapan lain yang jauh lebih keren, yaitu menyadap getah pikiran orang dengan cara menggunakan teknologi. Saya merasa beruntung ngopi di salah satu Warung Kopi (Warkop) di salah satu pinggiran kota Provinsi Kompasiano. Di situ, saya berkesempatan bertemu dengan sahabat Gatot Swandito dan beberapa kawan lain yang sedang asyik ngobrol gayeng soal sadapan.

[caption id="attachment_324281" align="alignnone" width="434" caption="tempo.co"][/caption]

“Berbeda dengan KPK maupun kasus penyadapan terhadap SBY yang menyadap lewat jaringan komunikasi seluler, penyadapan yang dilakukan terhadap Jokowi tidak melalui jaringan komunikasi telepon, baik PSTN maupun seluler,” kata bung Gatot serius. Saya terus manggut-manggut mendengar pemaparannya, meski masih belum banyak paham.

“Bicara soal sadap-menyadap, kita lebih canggih kok sebenarnya. Jauh sebelumnya negeri-negeri bule pintar bikin teknologi sadap, leluhur kita sudah lebih cerdas. Mereka menyadap cukup lewat membatin aja,” sambung kawan lain bernama Gunawan.

Kontan semua penghuni Warkop tercengang.

“Misalnyo?” tanya kawan berikutnya yang berambut lumayan keribo, penasaran.

Gunawan sejenak terdiam sebelum menyahut. “Lho, apa dikira ilmu santet bukan termasuk teknologi menyadap? Kemungkinan juga Jokowi menemukan jarum, pisau silet, paku, pecahan kaca, dan benda-benda aneh lainnya di sekitar rumah Jokowi sebagai prilaku untuk melakukan penyadapan dan penyantetan Jokowi menggunakan teknologi perdukunan,” tandasnya mantab, semantab Kopi Luwak.

Demikian laporan berita Koran Harian, Kolaps, hari ini. Semoga Anda merasakan sensasi keunikannya. Wassalam...

[caption id="attachment_324282" align="alignnone" width="225" caption="dipsadapkaret.com "][/caption] salam Petromax...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun