Bukan hal yang jarang lagi ditemui di zaman sekarang, beberapa penyimpangan-penyimpangan seksual yang tidak diinginkan terutama pada remaja yang mengklaim apa yang mereka lakukan bukan hal yang tabu lagi.Â
Memang, yang menjadi bibit-bibitnya adalah hal yang terlihat sederhana menurut pandangan orang awam, seperti berperilaku lebih 'gemulai' bagi cowok, atau sebaliknya bersikap terlalu 'tomboi' untuk anak cewek. Tapi tanpa disadari hal sesederhana itu bisa menjadi pemicu adanya penyimpangan yang lebih mengkhawatirkan saat dia dewasa nanti.
Lalu, apakah kekhawatiran-kekhawatiran diatas ada kaitannya dengan pola pengasuhan dan pengenalan tentang seksualitas pada anak sejak usia dini? Tentu saja.Â
Tak dapat dipungkiri, beberapa hal yang mungkin luput dari perhatian orangtua saat proses pengasuhan anak saat kecil bisa saja menjadi kesalahan fatal yang berpengaruh besar saat anak tumbuh dewasa. Dan pengenalan konsep seksualitas sejak dini menjadi salah satu problem yang masih banyak dilewatkan oleh orangtua sampai saat ini.
Bagi beberapa orangtua, mengenalkan atau berbicara mengenai seksualitas atau orientasi seksual pada anak sejak dini merupakan pembahasan yang tabu, padahal tidak seperti itu, sederhananya, seksualitas adalah bagaimana seseorang merasa dan memahami diri mereka sepenuhnya dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan interaksi seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku yang lebih halus seperti isyarat gesture, cara berpakaian, dan juga termasuk pola pikir, serta nilai, dan fantasi emosi.Â
Adapun seks, menjelaskan ciri jenis kelamin secara anatomi dan fisiologi pada laki-laki dan perempuan atau hubungan fisik antar individu (aktivitas seksual genital). Â
Dan ini-meskipun terdengar tabu, tapi jauh lebih penting untuk dikenalkan sejak dini, dengan penyampaian yang mudah dimengerti oleh anak, daripada beresiko menjerumuskan anak pada pengenalan yang salah saat dia tumbuh remaja tanpa memiliki pengetahuan dasar mengenai konsep seks dan seksualitas tersebut.
Peran Penting Orangtua dalam perkembangan Gender AnakÂ
De Graaf, Vanwesenbeeck, Woertman,dan Meeus menyatakan bahwa dukungan dari  orangtua yang  berupa kehangatan keluarga, kasih sayang dan kekeluargaan yang memiliki hubungan proposional sangat berpengaruh pada hubungan seksual sang anak dikemudian hari.Â
Kontrol orangtua yang dimaksud disini yakni seperti penetapan peraturan yang jelas, adil dan tidak mengatur berlebihan alih-alih mengenalkan kepada anak dengan pendekatan yang mereka pahami, dapat membentuk kontrol diri sendiri yang lebih baik baginya.Â
Sebaliknya, pengalaman seorang anak tentang seksualitas yang over kontrol dari orangtua  menimbulkan perasaan bersalah yang besar, dan memiliki kompetensi yang lebih buruk dalam komunikasi seksual serta akan ada banyak keterlibatan aktivitas seksual oleh anak yang tidak diinginkan.Â
Pengetahuan orangtua tentang gender menunjukkan pola pergaulan yang akurat tentang seksualitas seperti tentang kepuasan, kepercayaan diri dan ketegasan. Pengasuhan orangtua mempengaruhi hasil pemikiran anak, termasuk bagaimana mereka mengenali dan menggunakan konsep seksualitas yang sesuai dengan kodrat mereka hingga dewasa.Â
Sederhananya, bahwa seorang anak yang dibesarkan dengan penuh, kehangatan, suportif akan membentuk psikologis anak yang positif, dan dapat menentukan, berbuat atau memikirkan tentang seksualitas yang sehat, dapat menangani risiko tentang hal --hal seksualitas dengan penuh tanggung jawab dan memiliki komunikasi seksual yang baik.
Adapun catatan pentingnya adalah, bahwa untuk memberikan edukasi dan pengenalan yang terbaik kepada anak, orangtua perlu meluangkan waktu dengan penuh / lebih banyak, termasuk tentang seksualitas sejak dini.Â
Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan oleh orangtua dalam memperkenalkan gender pada anak :Â
Peranan orangtua dalam pembentukan gender dapat dilalui dengan caraÂ
1. Sedini mungkin memperkenalkan perbedaan jenis kelamin, dengan mengajarkan dan memperkenalkan menggunakan toilet sesuai dengan gendernya, bagaimana cara anak perempuan dan anak laki-laki membuang hajatnya.Â
2. Mengajarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berpakaian. Hal ini  membutuhkan proses sosialisasi dari orang tua secara bertahap.
3. Terus mengedukasi anak tentang batasan dari dirinya yang perlu dijaga, dilihat, maupun disentuh oleh orang lain dan mengajarkan privasi khususnya tentang seksualitas dan anggota tubuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H