Melanjutkan studi ke jenjang perkuliahan di luar negeri adalah harapan bagi sebagian besar orang. Menurut banyak pendapat, melanjutkan pendidikan di luar negeri adalah kesempatan yang sangat bagus karena dapat mengemban pendidikan berskala internasional. Menurut data secara keseluruhan dari UNESCOÂ Institute of Statistics jumlah mahasiswa dari Indonesia yang saat ini sedang berkuliah di luar negeri tercatat hingga tahun 2021 adalah 53.604 orang. Berdasarkan jumlah tersebut dapat diketahui bahwa minat mahasiswa Indonesia untuk berkuliah di luar negeri sangat tinggi.
Salah satu negara dengan tujuan favorit bagi mahasiswa Indonesia adalah Mesir. Hal ini berdasarkan yang disampaikan oleh Duta Besar Indonesia di Mesir bapak Dr. Lutfi Rauf, ia menyampaikan bahwa hingga tahun 2022 total mahasiswa Indonesia yang mengemban pendidikan di Mesir sebanyak 12.000 pelajar. Selain itu, bapak Lutfi Rauf juga melanjutkan bahwa 90% dari total mahasiswa tersebut mengambil program studi dalam bidang keagamaan dan sisa nya mengambil program studi dalam bidang umum seperti farmasi hingga kedokteran.
Delia Eka Nurvinahari adalah salah satu mahasiswa Indonesia yang sedang melanjutkan pendidikan nya di Mesir. Wanita asal Kalimantan ini memutuskan untuk melanjutkan pendidikan kuliah nya di Universitas Al Azhar Kairo.
Universitas Al Azhar Mesir di Kairo adalah kampus tujuan utama dari para mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Mesir. Meskipun, Al Azhar Kairo baru ditetapkan menjadi universitas pada tahun 1961, Universitas Al Azhar sendiri telah berdiri sejak 970 Masehi. Maka dari itu, kampus ini termasuk dalam perguruan tinggi yang tertua di dunia. Kampus Al Azhar Kairo merupakan pusat studi yang berfokus kepada pembelajaran mengenai Islam tetapi menggunakan sistem pendidikan yang lebih modern. Menurut 2022 Best Global Universities Rankings, kampus Al Azhar terdaftar dalam urutan terbaik ke 994 di dunia.
Perjalanan Delia dalam menimba ilmu di negeri Mesir  tentu nya dihadapi dengan berbagai tantangan. Tantangan pertama dihadapi oleh nya ketika proses pendaftaran hingga seleksi yang dikenal cukup ketat. Sehingga tidak mudah untuk dirinya dan para pendaftar lainnya untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Al Azhar Mesir. Hal-hal yang tentu nya menjadi perhatian penting bagi para calon mahasiswa yaitu mempersiapkan 'modal' untuk dapat diterima di Al Azhar Mesir. Beberapa diantaranya yang perlu dipersiapkan yaitu lancar dalam berbahasa Arab maupun Inggris. Sebab sistem pembelajaran di Mesir 100% menggunakan bahasa pengantar Arab.
Setelah dinyatakan lulus di Al Azhar Mesir, maka ia kemudian dinyatakan dapat berangkat ke Mesir dan memulai perjalanan studi nya di Kairo, Mesir. Sesampainya di Mesir ia merasakan beberapa culture shock dikarenakan perbedaan budaya antara Indonesia dan juga Mesir. Tantangan selanjutnya yang dihadapi oleh para mahasiswa Indonesia di Mesir yaitu tantangan budaya.
Menurutnya perbedaan yang paling dirasakan yaitu pada makanan dan juga lingkungan sekitar. Delia sebagai mahasiswa Indonesia yang terbiasa mengonsumsi nasi dan masakan khas Indonesia merasakan perbedaan yang signifikan ketika ia telah sampai di Mesir. Sebab, makanan yang ia temukan di Mesir mayoritas berupa roti-rotian dan juga sajian khas Timur Tengah yang tentunya berbeda dengan Indonesia. Hal ini menjadi tantangan baginya saat baru saja tiba di Mesir.
Perbedaan lainnya menurut Delia antara kehidupan di Mesir dan juga Indonesia yaitu waktu beraktivitas masyarakat nya. Jika di Indonesia masyarakat mulai beraktivitas sejak pagi hari, berbeda dengan Mesir yang sebagian besar masyarakat nya memulai aktivitas sehari-hari mereka di siang hari hingga malam hari.
Selain itu, mahasiswa Indonesia juga dihadapkan dengan perbedaan sistem perkuliahan. Universitas di Mesir hingga saat ini masih menggunakan sistem manual untuk keperluan administrasi dan lain sebagainya yang mana berbeda dengan Indonesia yang kebanyakan menggunakan sistem online. Maka dari itu mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Mesir diharuskan untuk mengikuti antrian yang sangat panjang saat mengurus administrasi ketika awal semester saat pergantian semester lama ke semester baru.
Selain itu sistem perkuliahan di Mesir yang membebaskan para mahasiswa untuk hadir ataupun tidak di kelas saat waktu perkuliahan dengan meniadakan presensi saat kuliah. Hal ini kemudian menciptakan kesenjangan bagi para mahasiswa tergantung dengan tingkat kerajinan mahasiswa saat hadir dalam perkuliahan. Mahasiswa hanya dituntut untuk dapat lulus dari ujian setiap semester nya untuk dapat melanjutkan ke semester berikutnya hingga lulus.
Perbedaan budaya yang dihadapi mahasiswa Indonesia di Mesir yaitu penggunaan bahasa sehari-hari untuk komunikasi. Mesir sebagai negara yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa nasional untuk komunikasi tentunya mengharuskan mahasiswa Indonesia untuk dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab. Hal ini menjadi perbedaan budaya dalam penggunaan bahasa sehari-hari.
Perbedaan-perbedaan budaya tersebut disebabkan oleh berbagai faktor seperti letak geografis antara Indonesia dan juga Mesir yang berbeda, hal ini tentunya dapat mempengaruhi bagaimana sistem kebudayaan dari suatu negara tersebut. Selain itu, latar belakang sejarah yang berbeda antara Indonesia dan juga Mesir menjadi faktor perbedaan budaya. Perbedaan-perbedaan tersebut tentu nya harus dapat diterima oleh mahasiswa Indonesia yang mengemban pendidikan disana. Hal ini dikarenakan mahasiswa Indonesia sebagai pendatang tentu nya harus dapat beradaptasi dengan budaya ditempat mereka belajar dan tinggal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H