Awal tahun 2000 Zimbabwe mulai dihadapkan dengan krisis ekonomi yang ditandai dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang terus melonjak. Zimbabwe secara geografis terletak di benua Afrika. Sebelum dilanda krisis ekonomi, Zimbabwe merupakan sumber pangan bagi negara lain dikawasan Afrika. Faktor-faktor yang menyebabkan krisis ekonomi Zimbabwe antara lain seperti ketidakmampuan dalam melunasi hutang, nilai kurs yang terus merosot, serta tingginya tingkat korupsi dalam negeri. Bahkan pada tahun 2005 Zimbabwe dinobatkan sebagai negara yang paling parah mengalami kemerosotan ekonomi. Selain itu tingginya tingkat inflasi juga membawa Zimbabwe masuk kedalam jurang krisis ekonomi. Penurunan nilai kurs Zimbabwe juga menjadi pertanda bagi masyarakat Zimbabwe yang tengah berada di masa sulit. Penurunan nilai kurs ini berdampak pada kesejahteraan penduduk. Pada bulan Juni 2019, Zimbabwe bahkan telah dihadapkan dengan hiperinflasi yang nilai nya mencapai 175% sehingga menghancurkan nilai upah bagi para pekerja. Masyarakat Zimbabwe kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka seperti pangan, obat-obatan hingga air untuk konsumsi. Situasi ini menjadikan batasan bagi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Inflasi besar-besaran ini membuat Zimbabwe mau tidak mau menghapuskan penggunaan mata uangnya akibat inflasi. Zimbabwe kemudian beralih menggunakan mata uang dolar sebagai alat tukar resmi. Pada awalnya peralihan mata uang ini telah meningkatkan pendapatan. Akan tetapi, peralihan mata uang justru menambah permasalahan baru karena Zimbabwe terpaksa bergantung pada mata uang dolar dan tidak lagi dapat mengontrol kebijakan moneter di negaranya.
Krisis ekonomi memberikan dampak bagi pembangunan perekonomian Zimbabwe karena mengalami keterhambatan akibat dari nilai kurs yang tidak stabil. Tingkat investasi yang rendah juga menjadi salah satu hambatan bagi pembangunan ekonomi di Zimbabwe. Nilai kurs dan harga yang tidak stabil menurunkan tingkat investasi di Zimbabwe. Menurut The World Bank tingkat utang di Zimbabwe diperkirakan telah mencapai 76% dari PDB nya ditahun 2022. Kondisi ini memberikan batasan bagi Zimbabwe dalam pembiayaan lunak guna meningkatkan investasi produktif. Zimbabwe juga memiliki ketergantungan dengan industri pada sektor pertanian sebagai tingkat ekspor paling tinggi. Akan tetapi, saat ini industri pertanian tengah diambang produktivitas yang rendah.
Persoalan lain yang timbul akibat dari krisis ekonomi ini adalah gejolak dalam negeri antara pemerintah dan masyarakat. Krisis ekonomi yang kian memburuk menimbulkan bentuk protes dari masyarakat kepada pemerintah. Masyarakat mengecam langkah yang diambil pemerintah dalam menangani kriris ekonomi. Menurut masyarakat Zimbabwe, pemerintah menerapkan 'penangkapan politik' dalam menangani persoalan sulit ini. Para tokoh publik mengecam tindakan pemerintah yang menekan bentuk protes masyarakat. Pemerintah melakukan penangkapan bagi para aktivis yang melakukan protes kepada pemerintah. Hal ini justru menimbulkan permasalahan baru yang tidak lain bukan menyelesaikan persoalan kriris ekonomi. Bentuk protes lainnya terus bermunculan dari masyarakat untuk menyuarakan penderitaan yang mereka alami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H