Salah satu tsunami dengan magnitudo gempa terbesar saat ini adalah yang terjadi pada tahun 2004. Menurut publikasi tertentu, gempa yang menyebabkan tsunami ini berkekuatan 9,1 hingga 9,3 SR. Gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor, atau jatuhnya meteor mungkin menjadi penyebab terjadinya tsunami. Jenis tsunami yang paling umum adalah yang disebabkan oleh gempa bumi. Wilayah ini merupakan wilayah tektonik aktif karena Provinsi Aceh terletak di antara lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia.Â
Pada pagi hari tanggal 26 Desember 2004, pukul 07.59 WIB, gempa bumi berkekuatan 9,1 Mw melanda titik terjauh di pantai timur Afrika (Britannica, 2008). Salah satu patahan terpanjang dalam sejarah, gempa bumi yang melanda pantai barat Aceh meluas hingga Laut Andaman (The National Science Foundation /NSF 2005). Karena pusat gempa hanya beberapa kilometer di bawah permukaan laut, maka tergolong dangkal. Banyak negara di Asia Tenggara (india, Malaysia, Thailand, dan Myanmar), sejumlah negara di Asia Selatan (Sri Lanka, Maladewa, dan India), serta beberapa negara di pesisir timur benua Afrika (Somalia dan Seychelles) telah mengalami I- 3 perambatan gelombang tsunami.Â
Timeline dan penyebab terjadinya tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004 akibat gempa tektonik yang dahsyat. Asal usul gempa tektonik dijelaskan dalam literatur Abdi Jihad dan Vrieslend Haris Banyunegoro PMG Mata Ie Stasiun Geofisika Banda Aceh. Pergeseran lempeng bumi di bawah Pulau Sumatera yang termasuk Provinsi Aceh menjadi pemicu terjadinya gempa. Ada tiga zona yang mungkin terjadi gempa dengan intensitas tidak menentu, menurut artikel Melihat Potensi Gempa dan Tsunami Aceh.Â
(Widiyani, 2020) Tiga wilayah yang mungkin berkontribusi terhadap terjadinya tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004 atau gempa bumi susulan di wilayah Sumatera adalah: 1. Zona subduksi Lempeng Indo-Australia bergabung dengan lempeng Eurasia di zona ini. Di sepanjang Palung Sunda, lempeng-lempeng menyerang dengan kecepatan 50–70 mm/tahun. 2. Zona sesar Sumatera Bagian Aceh, Batee, Pelisangan, Pidie, Seulimin, dan Tripaa membentuk zona ini. Tsunami dapat disebabkan oleh pergerakan sesar yang tiba-tiba dan intens atau pergerakan sesar yang rutin. 3. Zona Fraktur Penyelidik (IFZ) Zona sesar, yang juga dapat mengakibatkan gempa bumi, adalah zona berikutnya. Tsunami dapat terjadi jika patahan tersebut bergerak dan melepaskan energi dalam jumlah besar.Â
Karena gempa bumi sering terjadi berulang kali, besar kemungkinan tsunami akan terjadi di masa depan. Kita diingatkan untuk mewaspadai ciri-ciri periode ulang gempa dengan kronologi awal gempa dan penyebab terjadinya tsunami Aceh tahun 2004. Studi Mekanisme Gempa Aceh Menggunakan GPS yang dilakukan oleh Kelompok Keahlian Geodesi ITB tahun 2004 merupakan salah satu pengingat akan perlunya memperhatikan periode gempa. Menurut penelitian, kemungkinan telah terjadi penumpukan deformasi sebelum terjadinya gempa yang menyebabkan tsunami. Negara yang terkena dampak paling parah akibat tsunami tahun 2004 adalah Indonesia. Salah satu provinsi yang terkena dampaknya adalah Provinsi Aceh. Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Jaya disebut-sebut paling terkena dampak tsunami tahun 2004.Â
Sejumlah lokasi tambahan di sebelah timur Aceh, termasuk Pidie, Bireuen, dan Lhokseumawe, juga terkena dampak tsunami tahun 2004. Dibandingkan dengan Banda Aceh dan Pesisir Barat Daya Aceh, wilayah pesisir timur Aceh tidak terlalu terkena dampak tsunami. Tsunami tahun 2004 di lepas pantai Aceh berdampak pada enam belas negara. Besarnya tsunami merenggut korban jiwa sedikitnya 303 orang, dan wilayah Afrika Timur merupakan wilayah terjauh dari pusat gempa.Â
Selain warga lokal, wisatawan mancanegara yang berada di negara terdampak tsunami juga turut menjadi korban jiwa akibat tsunami Aceh. Swedia telah mengakui bahwa 534 warga negaranya meninggal dunia. Swedia kini menjadi negara Eropa yang paling banyak menderita korban jiwa akibat tsunami Aceh tahun 2004.Â
(Syamsidik, Nugroho, Oktari, & Fahmi, 2019) A. Dampak Tsunami Aceh 1. Bidang Sosial Budaya Dampak gempa bumi dan tsunami memberikan dampak yang cukup besar terhadap bidang sosial. Penilaian kerusakan dan kerugian di sektor sosial dan budaya meliputi perumahan, pendidikan, dan layanan kesehatan. Kerusakan terparah akibat tsunami terjadi pada perumahan, lebih parah dibandingkan wilayah lain. Dampak kerugian yang ditimbulkan sebesar Rp 13,4 triliun atau mewakili 32% dari total kerusakan dan kerugian akibat bencana tersebut. Sektor pendidikan diperkirakan kehilangan 45.000 siswa dan 1.870 guru.Â
Sekitar 1.962 sekolah rusak atau hancur dengan kerugian diperkirakan mencapai Rp 1,41 triliun. Selain itu, sektor kesehatan juga terdampak dengan hancurnya lima rumah sakit dan 11 puskesmas. Di bidang keagamaan, berdasarkan data survei desa (Podes), terdapat sekitar 2.000 masjid, 5.500 meunasah, 2.150 musala, dan 91 tempat ibadah yang terdampak. Podes dan Mendagri memperkirakan pembangunan kembali tempat ibadah di Aceh dan Sumatera akan menelan biaya sekitar Rp776 juta. 2.Â
Bidang Ekonomi Pada sektor perekonomian, perkiraan kerugian pada sektor pertanian dan irigasi sebesar Rp 2,2 triliun. Hingga 320.000 orang kehilangan pekerjaan karena rusaknya tanaman pangan dan sawah. Perhitungan ini berdasarkan perkiraan Kementerian Pertanian untuk luas sawah 21.000 hektar Pada sektor peternakan, berdasarkan data BPS bidang peternakan dan pertanian diperkirakan terdapat 23.300 ekor ruminansia besar, 21.000 ekor ruminansia kecil, dan 2,5 juta ekor ungags hilang. kerusakan kawasan Kerugian diperkirakan mencapai Rp 126 miliar. Di sisi lain, dampak terhadap sektor korporasi tidak sebesar dampak terhadap sektor lainnya.Â
Secara keseluruhan, kerugian sektor ini diperkirakan sekitar Rp 44 miliar, dan kerugian akibat pengurangan produksi diperkirakan mencapai Rp 169 miliar. 3. Bidang Infrastruktur Dampak bencana tsunami Aceh terhadap sektor infrastruktur dapat digambarkan dalam beberapa hal. Kerusakan dan kerugian mencapai Rp 8,2 triliun, terutama disebabkan oleh transportasi (61% dari total beban) dan irigasi, pengendalian banjir dan perlindungan pantai (25%), dimana 7,7% disebabkan oleh energi, air dan sanitasi (7,7%) 3,4% dan 2,5%. Kerusakan infrastruktur transportasi juga terutama disebabkan oleh transportasi jalan dan darat dengan kerugian sebesar Rp 3,4 triliun.Â