Mohon tunggu...
Talita Hariyanto
Talita Hariyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Airlangga

Manusia hina sebagai makhluk mulia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hypatia dalam Film Agora (2009): Simbol Wanita Modern, Berpendidikan, Beradab, dan Terhormat

27 Juni 2024   14:42 Diperbarui: 27 Juni 2024   15:02 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agora (2009) Trailer. The Movie Planet (YouTube) 

Film Agora diangkat dari kisah nyata. Film yang rilis di tahun 2009 ini mengangkat konflik pergolakan umat beragama, namun secara khusus menceritakan pertarungan antara agama dengan filsafat. Selain konflik agama, film yang berlatar di Alexandria ini juga dibumbui oleh konflik asmara, konflik politik, dan konflik sosial-budaya. Yang menjadikan Agora lebih menarik adalah karena kehadiran sang tokoh utama yang bernama Hypatia. Hypatia adalah seorang filsuf sekaligus matematikawan yang sangat tertarik dengan astronomi. Secara tidak langsung, film ini juga mengusung unsur feminisme yang kental.

Konflik antara agama Kristen dan Pagan pecah ketika umat Kristen melakukan penghinaan terhadap dewa-dewa Pagan. Ammonius, seorang tokoh Kristen, dengan sengaja mengata-ngatai patung atau berhala yang disembah umat Pagan dengan sebutan “patung mulut bisu, patung buta, patung tidak bisa mencium.” Ketika kaum Pagan mendengar hal itu, tersulutlah emosi mereka, sehingga langsung mengambil tindakan penyerangan. Sebetulnya, peperangan ini bisa hindari jika kaum Pagan mendengarkan nasihat Hypatia yang bijaksana dan rasional. 

Wanita itu tidak setuju jika kaumnya mengotori tangan dengan darah untuk sebuah penghinaan. Ia menyarankan agar ujaran kebencian itu dilaporkan kepada Prefect, bukan karena ia membela umat Kristen, melainkan demi menghindarkan murid-muridnya dari hasutan untuk membunuh secara keji. Namun sangat disayangkan, Theon, ayah Hypatia sekaligus direktur yang berkuasa mengambil keputusan, memilih untuk melawan balik demi memuaskan hasrat. Alhasil, perang tak bisa dihindarkan. Tak tanggung-tanggung, umat Pagan menghabisi umat Kristen dengan brutal. Meski demikian, karena kalah jumlah, umat Kristen berhasil membalik keadaan dan memaksa umat Pagan untuk mundur, hingga kembali ke sarangnya di Serapeum.

Keesokan harinya, umat Pagan terpaksa meninggalkan perpustakaan karena kebijakan pemerintah kerajaan Romawi di Alexandria. Mereka tak memiliki kesempatan untuk mengamankan warisan penting, termasuk manuskrip filsafat yang berbentuk gulungan, patung, dan benda-benda bersimbol Pagan. Akhirnya, umat Kristen membakar habis peninggalan itu.

Konflik agama tidak hanya sekali dilukiskan dalam film ini. Ada pula konflik Kristen-Yahudi yang terjadi beberapa tahun setelah konflik Kristen dan Pagan. Peperangan ini diinisiasi oleh Ammonius yang menilai bahwa peribadatan umat Yahudi tidak tepat. Akhirnya, ketika penampilan teater pada perayaan Hari Sabat, umat Yahudi dilempari batu secara brutal. Singkat cerita, karena umat Yahudi tidak mendapatkan keadilan, mereka membalas dendam dengan membuat suatu jebakan. Namun, umat Kristen tiada habisnya melakukan pembalasan. Mereka melakukan pembantaian dan pengusiran secara masif. Kemarahan ini tidak dapat dibendung oleh pemerintah saat itu.

Dalam film Agora, manusia digambarkan sebagai makhluk yang suka memberontak, main hakim sendiri, dan sukar menjaga harmonisasi antaragama. Hal ini dibuktikan dengan pecahnya kedua konflik akibat sekelompok orang yang suka mengadu domba. Mereka tidak menghargai keberagaman agama, entah apa alasannya, boleh jadi agar Alexandria menjadi kawasan yang dihuni satu jenis agama saja, yaitu Kristen. Akibat dominasi suatu agama tertentu, penganutnya beranggapan bahwa agama mereka adalah yang paling sempurna, sehinga mereka berkeinginan kuat untuk melenyapkan orang-orang yang tidak sejalan. 

Menurut saya, saat itu manusia juga tidak mengerti bagaimana cara memanusiakan manusia, seolah-olah ia dilahirkan hanya untuk menjadi objek pembantaian yang tidak mengenal hak hidup. Pada masa itu, nyawa manusia juga dianggap remeh. Tidak ada prosesi pemakaman yang layak bagi para korban, yang ada hanyalah proses pemusnahan melalui pembakaran massal di tengah kota.

Alam digambarkan sebagai sebuah fenomena yang tidak pernah habis untuk dicari tahu. Dalam situasi perang, Hypatia masih tetap mempelajari dan merenungkan astronomi, khususnya seputar gerak benda langit. Ia tidak puas jika belum menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Di tengah laut pun, Hypatia masih bereksperimen menggunakan karung yang dijatuhkan budaknya dari atas kapal. Hypatia menyadari bahwa ilmu pengetahuan adalah satu-satunya kebenaran, dan tidak merupakan dogma belaka. Maka, ia mati-matian memperjuangkan hal tersebut. Hingga suatu ketika, sebelum ajal menjemput, Hypatia berhasil menemukan jawaban dari penelitiannya, tentang Elips sebagai jalur kosmik untuk pengembangan teori Ptolemy-Aristarchus, dan menunjukkannya kepada Aspasius.

Tahun 391M menunjukkan bagaimana orang-orang munafik menggunakan agama sebagai alat politik, hal ini dibuktikan oleh Cyril yang mendesak Hypatia agar memeluk agama Kristen untuk kepentingan pribadi. Hal ini dilakukan Cyril untuk merebut kekuasaan Orestes, karena ia tahu, kelemahan Orestes adalah Hypatia. Namun, wanita itu memiliki pendirian kuat. Meski ia bukan fanatik Paganisme, ia tidak bisa begitu saja memercayai agama Kristen. Darah filsuf telah menguat di dirinya. Ia akan mempertanyakan dan merenungkan segala sesuatu sebelum memutuskan untuk memercayainya. Pada kenyataannya, agama Kristen tidak melulu digambarkan sebagai agama yang buruk. Dalam suatu scene, diceritakan bahwa Davus yang saat itu baru saja menjadi Kristen, bersedekah dengan cara membagi-bagikan roti. Ia mengorbankan gajinya untuk memberi makan orang-orang miskin papa.

Hal yang bisa dipetik dari film Agora adalah dedikasi seorang wanita cendikiawan dan visioner yang melampaui zamannya. Sikap-sikap Hypatia yang cerdas dalam menyelesaikan masalah, tidak mudah dipengaruhi, selalu bersikap kritis dan radikal dalam segala hal, serta berani mengambil resiko patut kita contoh. Hypatia memiliki segala kriteria untuk digolongkan sebagai wanita modern, berpendidikan, beradab, dan terhormat. Maka tidak heran, jika dirinya dijadikan simbol feminisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun