Mohon tunggu...
Bawah Paras Laut ۞
Bawah Paras Laut ۞ Mohon Tunggu... lainnya -

~Diaspora Tanah Kumpeni, 40+, domisili di suburb Amsterdam. Paspor merah, hati tetap ijo. Mencoba menulis isu sehari-hari untuk dokumentasi pribadi. Sukur-sukur berguna bagi sesama.~\r\n\r\n“If you don’t like something, change it, if you can’t change it, change your attitude” -Maya Angelou-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Panti Jompo Kaum Vegetarian di Belanda

15 Juli 2013   04:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:32 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hah, panti werda buat lansia veggy?” celetuk saya heran. Awal 2012 lalu saya ditelpon kerabat dekat untuk menemaninya cari info di acara presentasiperusahaan real estate Belanda, Casa Cura. Rencananya, developer ini akan membangun kompleks apartemen bagi penduduk vegetarian mulai usia 55+ di Belanda. Kompleks ini terletak di kota historis Terborg, propinsi Gelderland, Belanda tenggara. Panti lansia ini menyandang nama Het Deurvorst (HD).

[caption id="attachment_275116" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi: hetdeurvorst.nl"][/caption]

April 2012 silam, pemda setempat telah memberikan lampu hijau dan kalau tak ada halangan berarti, penghujung 2013 kompleks empat lantai ini mulai dapat dihuni. Seingat saya, panti jompo bagi manula berdarah Indo atau kelompok LGBT sudah jamak di sini. Tapi, sepertinya panti werda ‘khusus’ vegetarian belum pernah ada di Belanda. Kerabat saya, biasa dipanggil Oom Rully (71) dan Tante Henny (73) sangat antusias dengan kompleks apartemen ini.

Mereka termasuk golongan babyboomers dan masih dapat menikmati pensiun dini. Sepuluh tahun lalu, mereka bisa leyeh-leyeh menikmati hari tua. Beruntung, mereka dikaruniai kesehatan dan tabungan pensiun memadai. Sebetulnya, kediaman mereka pun amat ideal di pinggir kota kecil, jauh dari keramaian, dan dikelilingi pepohonan rimbun. Hanya saja, begitu anak-anak keluar rumah, mereka sering kesepian dan kecapaian merawat rumah serta kebun.

Oom Rully dan Tante Henny, keduanya vegetarian sejak masih muda. Belakangan, Tante Henny suka mengeluh soal perawatan rumah mereka dan agak risau seandainya Oom Rully berpulang lebih dulu. “Wah, siapa nanti yang mengurus rumah dan tanaman kesayangannya,” ujar Tante Henny. Kendati sepuh, iadan suaminya masih aktif kumpul-kumpul dengan rekan sebayanya main bridge, paduan suara, nonton maraton DVD atau mencoba resep hidangan vegetarian.

Nah, kompleks perumahan HD cukup jeli dan mengincar konsumen seperti Tante Henny ini. Fase pertama HD hampir rampung, terdiri dari 13 apartemen, dan disewakan mulai € 760 per bulan atau dapat dibeli mulai € 150.000. Fase kedua, sekitar 50 apartemen selesai akhir 2013. Panti werda berbentuk setengah melingkar ini memiliki kebun sayur-mayur, buah-buahan, dan apotek hidup kolektif. Penghuni kompleks HD nantinya akan menentukan tanaman di kebun mereka.

[caption id="attachment_275117" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi: hetdeurvorst.nl"]

13738369081101530472
13738369081101530472
[/caption]

Selain itu, HD membuka kafe merangkap restoran vegetarian dan semacam pusat info vegetarisme. Mengutip brosur properti Casa Cura, HD dibangun menggunakan bahan-bahan sinambung, isolasi alami, dan dilengkapi sambungan energi ramah lingkungan. Pokoknya, eco friendly deh!Uniknya, calon penyewa atau pembelinya tak diharuskan vegetarian, boleh flexitarian atau vegetarian paruh waktu. Yang penting, menghargai atau menghormati gaya hidup penghuni HD lainnya.

Penghuni berkebutuhan khusus dapat menikmati fasilitas customized seperti perawatan 24 jam dan katering vegetarian. Tante Henny dan suaminya optimis sewaktu hadir di open house Casa Cura. Apa pasal? Karena banyak peminat ‘sealiran’ yang berusia lebih muda ketimbang mereka. “Kita serasa muda lagi dong!” kelakar si tante dan oom. Mereka sendiri besar di lingkungan pertanian dan selalu dekat dengan ternak. Sewaktu kuliah, mereka memutuskan berhenti mengonsumsi daging.

Anak-anak mereka pun vegetarian. Iya lah, biangnya siapa? Haha… Tapi, mereka sendiri tak fanatik dan tak mencampuri prinsip semi-vegetarian cucu mereka yang masih menyantap daging merah ataupun putih. Tante Henny percaya, konsumsi daging membebani lingkungan dan masih banyak pilihan lain di pasar swalayan—entah produk organik maupun non-organik. Ia juga mengkhawatirkan asupan hormon bagi hewan potong atau kondisi memprihatinkan dan berdesakan di kandang.

Selamat boyongan sambil menikmati pensiun, Oom dan Tante!

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun