Mohon tunggu...
Bawah Paras Laut ۞
Bawah Paras Laut ۞ Mohon Tunggu... lainnya -

~Diaspora Tanah Kumpeni, 40+, domisili di suburb Amsterdam. Paspor merah, hati tetap ijo. Mencoba menulis isu sehari-hari untuk dokumentasi pribadi. Sukur-sukur berguna bagi sesama.~\r\n\r\n“If you don’t like something, change it, if you can’t change it, change your attitude” -Maya Angelou-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lho, Indekos Kok di Panti Jompo...

21 Maret 2015   20:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:19 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14269454271261581822

Ya, rapopo… Panti Werda Humanitas di kota Deventer, Belanda, sejak 2013 lalu menyediakan kamarnya cuma-cuma bagi beberapa mahasiswa. Mereka tak dipungut uang sewa asalkan mau menyisihkan waktu 30 jam setiap bulan menemani penghuni panti jompo itu.

Seperti apa suasananya?

[caption id="attachment_404518" align="aligncenter" width="420" caption="Foto: humanitasdeventer.nl"][/caption]

Jordi (19) terlihat sibuk memotong roti buat dua ibu sepuh di ruang makan. Ia tak lupa membuat selfie dan mengirimnya lewat SMS ke pacarnya. Jordi bukan sedang mengunjungi neneknya melainkan memang tinggal di panti jompo itu. Ia sudah menetap selama 1,5 tahun bersama oma-oma itu.

Jordi beruntung, tak perlu memikirkan uang sewa kamarnya. Gratis!

Kompasianers, belakangan ini mulai banyak panti werda di Belanda kelebihan kamar terutama karena peraturan masuk yang makin diperketat. Sebaliknya, mahasiswa sering kesulitan mencari tempat tinggal.

Nah, Gea Sijpkes, Direktris Panti Werda Humanitas,punya ide brilian. Dua setengah tahun lalu, ia merintis kos-kosan bagi mahasiswa di panti jompo.

“Para manula tak kesepian, pelajar pun tak perlu keluar uang buat sewa kamar. Kombinasi ideal buat dua pihak,” tutur Gea, sitir surat kabar Trouw.

Pemikiran Gea dianggap masuk akal. Terbukti, konsepnya ditiru di kota-kota Belanda lainnya.Win win solution… Cari personil untuk panti jompo juga tak mudah. Kehadiran mahasiswa itu sedikit meringankan beban karyawan panti werda bersangkutan.

Di Panti Werda Humanitas tercatat 160 penghuni, ditambah enam orang mahasiswa. Setiap pukul lima sore, mereka berkumpul di ruang makan menyantap hidangan malam, biasanya roti dan kondimennya. Acara ini diorganisir bergantian oleh enam pelajar itu.

Kali ini, Jordi dan Max (24), masing-masing kuliah Psikologi Terapan serta Media dan Informatika, dapat giliran.

“Sudah pas rasanya? Mau tambah lagi rotinya? Tuh kan bisa potong sendiri!” ujar Max cekatan.

Sesekali, Jordi dan Max mencoba duduk di troli penuntun ibu-ibu itu. Selain jadi ‘pemandu’ kumpul-kumpul itu, mereka turut membantu hal-hal ‘sepele’ seperti membelikan kado untuk acara bingo dan membagi selebaran kegiatan.

Enam mahasiswa itu tinggal di koridor yang berbeda, maksudnya supaya mereka teratur dapat mengajak ngobrol manula-manula itu, dengan syarat selama pintu kamar kaum senior itu terbuka. Terkadang, mahasiswa itu membantu mengurus belanjaan mereka, jika sewaktu-waktu sakit atau terjatuh misalnya.

Max, mahasiswa IT yang baru beberapa bulan menetap, menolong oma-oma yang bermasalah dengan komputer.

“Tentu saja ini beda dengan kos-kosan mahasiswa pada umumnya. Saya sadar sedari awal. Saya ingin membagi waktu dengan cara lain dan berbuat sesuatu untuk masyarakat. Dari sesama untuk sesama!” tuturnya.

Salut ya, saya umur-umur segitu masih pecicilan dan biangnya hura-hura deh. Hehe…

Mahasiswa-mahasiswa ini suka dan rela tinggal bersama orang-orang lansia itu. Mereka tak sungkan berbaur dengan oma-oma. Tak ada paksaan!

Sejauh ini, enam pelajar dianggap cukup di antara 160 penghuni. Biar bagaimana pun, panti werda bukanlah asrama mahasiswa.

Perkiraan saya sih, mahasiswa itu diseleksi tabiatnya atau bidang studinya sebelum diperbolehkan tinggal bersama kaum jompo itu. Tak mungkin mengizinkan pelajar tukang bikin onar atau hobi mabuk-mabukan.

Oma Middelburg (83) pun, salah seorang penghuni Humanitas sejak empat tahun, senang dengan kehadiran anak-anak muda itu.

“Lebih hidup suasananya. Saya tak pernah absen kongko-kongko!” katanya, kutip harian Trouw.

Lalu, apa untungnya bagi enam mahasiswa itu?

Dibanding kamar mahasiswa kebanyakan, ‘pemondokan’ mereka jauh lebih lapang dan komplit fasilitasnya. Di samping itu, mereka belajar jadi relawan dadakan. Bagus kan buat isi CV di masa depan sewaktu cari kerjaan?

Pulang larut malam pun tak jadi soal. Jordi pernah ngulik di kamarnya bersama enam kawan. Tak ada yang protes.

“Saya juga enggak keberisikan, kok!” timpal Oma Middelburg.

Ah, manisnya…

Salam awet muda!

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun