Mohon tunggu...
Bawah Paras Laut ۞
Bawah Paras Laut ۞ Mohon Tunggu... lainnya -

~Diaspora Tanah Kumpeni, 40+, domisili di suburb Amsterdam. Paspor merah, hati tetap ijo. Mencoba menulis isu sehari-hari untuk dokumentasi pribadi. Sukur-sukur berguna bagi sesama.~\r\n\r\n“If you don’t like something, change it, if you can’t change it, change your attitude” -Maya Angelou-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mecat Pegawai Lewat SMS, Pantaskah?

21 Juli 2013   10:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:15 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boleh jadi, saya termasuk tipe old fashioned. Jujur aja, saya paling sebel menginformasikan sesuatu lewat SMS atau surat elektronik email kecuali dalam keadaan terdesak. Banyak yang bilang sarana itu lebih praktis, cepat, dan menghemat biaya. Namun, buat saya ada hal-hal yang rasanya lebih baik diomongkan langsung tatap muka atau memakai telpon biasa. Akhir pekan ini, saya seluncur di dunmay menghabiskan malming di teras mungil belakang rumah.

Mata saya terpaku di salah satu milis portal berita: PHK Lewat SMS Aja, Gampang Kan? Alamak! Gimana ya rasanya ‘dirumahkan’ melalui text messaging begini? Kalau diputuskan mantan via SMS sih, saya punya pengalaman pribadi. Keki banget! Waktu itu, akhir tahun 90-an, ponsel masih segede ‘batu bata’. Jadi, kalau dibanting mantap bunyinya. Nyeselnya dobel deh, karena sebagai pelajar harus irit-irit dan nabung cukup lama buat beli handphone baru. Haha

[caption id="attachment_276510" align="aligncenter" width="600" caption="Foto: theherald.com.au"][/caption]

Ceritanya, Jody Jackson, karyawati restoran Barducci’s Italian Bistro di Florida, Amerika, awal Juli 2013 mendapat SMS tak menyenangkan dari bosnya, Gregory Kennedy. Isinya kurang lebih adalah pemecatan Jackson karena bosnya terpaksa menutup restoran miliknya. Padahal, Jackson sudah bekerja dua tahun di rumah makan itu. Sekitar 12 kolega Jackson juga mengalami nasib serupa dan mereka masih menunggu gaji terakhir yang belum dilunasi bos mereka.

Jackson tak tinggal diam dan menghubungi WFTV, stasiun televisi setempat. Setelah beberapa kali dihubungi oleh stasiun tivi tersebut, akhirnya pemilik restoran tersebut memberikan alasan—ironisnya juga melalui SMS—ihwal pemecatan Jackson dan rekan-rekannya. Ringkasnya, Kennedy menekankan banyak pengusaha jasa boga gulung tikar di Florida dan ia termasuk salah satunya. Selain itu, Kennedy berjanji secepat mungkin membayar gaji terakhir Jackson.

Yang mengenaskan, SMS ‘kejutan’ Kennedy dikirim ke Jackson, juru masak di Barducci’s Italian Bistro, tertanggal 4 Juli atau Hari Kemerdekaan Amerika. Kok kesannya ‘moral bobrok’ ya? 2010 lalu, saya pun punya pengalaman tak mengenakkan dengan atasan saya. Sebetulnya saya sudah mencium gelagat buruk. Alih-alih menelpon atau memanggil saya ke ruangannya, ia malah mengirim email singkat bahwa kontrak kerja saya tak diperpanjang ke depannya.

Saya tak terlalu down atau kecewa walaupun rada-rada gondok. Beberapa bulan sebelumnya, saya memang sudah rencana hengkang dan telah mendapat posisi lebih baik di tempat lain. Untung, email bos saya nadanya relatif sopan kendati standar. Cuma saya sempat berpikir, “Apa tak ada cara lain yang lebih manusiawi dan personal?” Padahal, kantor saya waktu itu lumayan besar dan punya Human Resource Department. “Buat apa mereka dibayar?” batin saya.

Kisah miris lain dialami seorang remaja putri asal Inggris, Chelsea Taylor (16). Bosnya ‘kehilangan’ 10 poundsterling di catatan administrasinya. Taylor dipecat bosnyamelalui status di Facebook. Parahnya, karena dijembreng seperti ini, otomatis tiap orang bisa baca. Waduh, remaja 16 tahun kok dipermalukan begini. Apa tak bisa hubungi langsung dan hindari main hakim sendiri? Oya, ibunya Taylor sebenarnya bersedia membayar ‘kerugian’ 10 poundsterling itu.

Saya bukannya tak mensyukuri perkembangan teknologi atau kemajuan zaman. Tapi, untuk ‘masalah’ bersifat pribadi atau persoalan terkait hukum, tampaknya pembicaraan face to face lebih afdol. Bos-bos juga kudu belajar bersikap profesional dan tidak bertindak ‘pengecut’. Setahu saya, bawahan sering dituntut menghormati atasannya. Namun, ‘superior’dan bagian SDM wajib pula respek terhadap pihak ‘inferior-nya’. Begitu bukan? Atau bukan begitu? Hehe...

Salam anti texting penting! No hard feelings.

***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun