Mohon tunggu...
Bawah Paras Laut ۞
Bawah Paras Laut ۞ Mohon Tunggu... lainnya -

~Diaspora Tanah Kumpeni, 40+, domisili di suburb Amsterdam. Paspor merah, hati tetap ijo. Mencoba menulis isu sehari-hari untuk dokumentasi pribadi. Sukur-sukur berguna bagi sesama.~\r\n\r\n“If you don’t like something, change it, if you can’t change it, change your attitude” -Maya Angelou-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kiat Belanda Urai Kemacetan Lalu Lintas

5 Maret 2015   05:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:09 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


“Kurangi macet hingga 20% di 12 regio terpadat di Belanda. Tekan angka penggunaan kendaraan bermotor tanpa penambahan jalan atau aspal satu meter pun!” demikian secara garis besar target Melanie Schultz van Haegen, Menteri Infrastruktur dan Lingkungan Belanda, 2012 silam.


[caption id="attachment_400944" align="aligncenter" width="480" caption="Foto: autoweek.nl"][/caption]

Melanie, salah satu anggota VVD, partai liberal yang memiliki kursi mayoritas di parlemen Belanda sekaligus partai penganut kebebasan berkendara yang sangat pro aspal, dipaksa ‘tunduk’ karena imbas krismon sejak 2008 terakhir.

Sekalipun anggaran departemennya dipangkas, Melanie malahan jeli melansir dua acuan penting menghadapi macet akut di Belanda: gunakan jalan secara efisien dan imbau pemakai jalan agar menghindari jam sibuk.

Enggak main-main, pada praktiknya, bersama pemda setempat, Melanie menerapkan sekitar 300 kebijakan eksperimental seputar penanganan kemacetan di kawasan terpadat Belanda dan mengucurkan dana € 1,1 milyar. Evaluasi menyeluruh bakal digelar 2015.

Namun, data 2014, kutip koran NRC Handelsblad, mulai memperlihatkan hasil positif: 29 dari 300 kebijakan terbukti mengurangi kemacetan hingga 4% dan tiap hari 13.500 pengendara kendaraan bermotor mau menghindari jam sibuk.

Cukup menjanjikan toh? Gimana tuh pelaksanaannya di lapangan?

Secara global, separuh dari 300 kebijakan itu isinya ialah optimalisasi penggunaan infrastruktur yang sudah ada. Di Belanda umpamanya, lajur darurat jalan tol pada jam-jam sibuk sengaja dibuka lebih lama secara elektronis. Pengendara diizinkan memakai bahu jalan ini sehingga arus kendaraan lebih lancar.

Setengah kebijakan lainnya justru bertujuan mengurangi kepadatan lalu lintas. Salah satunya, beri imbalan pengguna jalan yang mau menghindari jam sibuk atau rela memilih rute lain.

Lalu lintas air pun terbukti efisien. Di Rotterdam, kota pelabuhan penting Belanda, transportasi barang dan pekerja kantoran dapat dilakukan melalui air. Sekedar info, Rotterdam selalu bertengger di daftar Top 10 wilayah termacet di Walanda.

Di Twente, wilayah agraris Belanda, jam sekolah kejuruan dibuat bervariasi, sehingga tak semua orang tumplek di jalan pada waktu yang sama.

Berikut ini beberapa inisiatif di Negeri Kincir Angin yang rada-rada nyeleneh. Mungkin bisa diterapkan di kota-kota besar di Indonesia, meski sikonnya jauh berbeda dan perbandingan disiplin serta kesadaran pengguna jalan amat timpang. Meniru yang baik tak ada salahnya kan?


  • Positive Drive
    Cocok buat gamers dan anak muda. Sebuah app mendata rute yang ditempuh. Pilih rute lengang berarti dapat poin. Naik sepeda menambah poin. Poin yang dikumpulkan dapat ditukar dengan hadiah tertentu.
  • Kontainer mini
    Pabrik bir Bavaria mendistribusikan produknya melalui kapal sungai (penghematan 600 kontainer tiap tahun). Perusahaan di Twente menyalurkan barangnya tak lagi memakai truk dan memilih jalur air (penghematan 600 truk per tahun).
  • Perahu modern
    Tiga perusahaan di Rotterdam membeli lahan parkir berlokasi di seberang sungai untuk 160 karyawannya dan mengoperasikan kapal ferry . Ini menyiasati macet sekitar 20 menit di jembatan penghubung.
  • Info per individu
    Di Amsterdam misalnya, pengendara mobil mendapat info melalui app mengenai rute alternatif yang dapat ditempuh seusai pertandingan akbar sepakbola guna mengurangi antrian mengular.
  • App info parkir
    Pengendara tak perlu putar-putar cari tempat kosong. App ini juga berlaku bagi truk pengangkut barang internasional.
  • Electric freeway
    Rencananya, jalan bebas hambatan selebar 6 meter antara Amsterdam-Almere ini khusus dibuat bagi pengendara sepeda dan skuter elektris. Sebagai negara pegowes, jalur khusus sepeda pun kontinu diperbaiki.
  • Blue golf
    Sentra data terpadu lalin air dan darat. Pengemudi mendapat info mengenai kapal laut yang melintas, sehingga tak perlu menunggu sewaktu jembatan dibuka.
  • Info macet melalui ponsel
    Mirip app Waves keluaran Google di Jakarta.
  • Hindari macet = uang
    Di Utrecht dan Rotterdam ada uji coba registrasi melalui transponder yang dipasang di plat nomor kendaraan bermotor. Siapa yang menghindari jam padat, dapat uang. Berlaku pula bagi sebagian penumpang kereta api.
  • Pakai sepeda = fulus
    Karyawan Erasmus Medisch Centrum di Rotterdam mendapat € 0,10 per kilometer jika mereka memakai sepeda atau pilih bayar parkir jika mengendarai mobil. Walhasil, 700 lahan parkir ekstra tersedia bagi pengunjung dan pasien.

Kompasianers, 10 sampai 20 tahun lalu, Belanda yang seuprit ini pun menghadapi masalah serupa seperti di Indonesia. Janji partai politik untuk menarik minat pemilih biasanya adalah investasi di jalan raya, rel kereta api, dan jalur laut. Penambahan aspal relatif mudah dan cepat dilakukan.

Nah, akibat resesi di Eropa yang berkepanjangan, Kementrian Infrastruktur dan Lingkungan Belanda pun mesti putar otak cari alternatif. Salah satu solusi yang sukses hingga saat ini adalah imbalan uang. Terbukti kan, orang Belanda memang perhitungan. Hehe…

Mereka-mereka yang rela menghindari jam-jam macet ini sengaja diberi bonus. Enggak banyak sih, tapi hasilnya arus lalin lebih moncer. Masalahnya, karena jalanan terkesan lengang, maka pengendara yang tak biasa menyetir malah tertarik menggunakan mobil atau motornya.

Selain itu, kebijakan ini tak boleh menguras anggaran kementrian terkait. Memang nantinya insentif itu akan dihapus, tetapi minimal orang yang pernah menanggalkan kendaraan bermotor mulai sadar bahwa enggak pakai mobil pun enggak kiamat kok. Gitu lho kasarnya.

Mengukur tabiat orang ternyata lebih sulit ketimbang menghitung angka riil efek penambahan jalan. Ini juga yang jadi kritik utama terhadap kebijakan menghadapi macet di Belanda. Tak mudah mengubah kebiasaan seseorang seputar mobilitas. Saya aja pinginnya berangkat ngarit jam 8 pagi dan sedapat mungkin pukul 6 petang, gimanapun caranya, kudu sampai di rumah lagi.

Ini pula yang jadi titik berat para petinggi transportasi Belanda dalam menekan kemacetan lalin. Bahkan, alih-alih patah arang, mereka merangkul psikolog. 2010 lalu, terlontar rencana rekeningrijden. Terjemahan gampangnya, Anda membayar tergantung dari jumlah kilometer yang ditempuh, rute yang dipilih, berkendara saat jam padat, dan seberapa ramah lingkungan gas buangan kendaraan Anda. Rencana ini pun terjungkal sebab kurang pendukung di parlemen Belanda.

Terus, apa dong solusi ideal dalam jangka panjang? Mobil pintar alias self driving car!

Beberapa universitas Belanda, lembaga teknik, dan pabrik mobil berinisiatif melakukan riset. Google pun setahu saya sedang uji coba mobil tanpa awak ini. Apa istimewanya? Mobil-mobil ini secara sinkron dapat start, berhenti, dan saling komunikasi satu sama lain melalui kamera atau sensor. Jika Anda punya kesempatan mampir di Bandara Schiphol, Amsterdam, bus tanpa awak ini sudah beroperasi. Memang masih dalam skala kecil di seputar bandara.

Prediksi saya sih, 10 tahun ke depan macet di Belanda bakalan berkurang dengan sendirinya. Jumlah penduduk Belanda cenderung menciut, orang mulai banyak kerja di rumah, dan generasi muda sekarang tak lagi terlalu butuh kendaraan pribadi. Yang penting otak enggak ikutan mampet. Haha…

Salam padat merayap dari Belanda!

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun