Mohon tunggu...
Talisa Rizki A
Talisa Rizki A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Talisa adalah mahasiswa hubungan internasional yang gemar melakukan sorotan terhadap kemungkinan ketimpangan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Program Affiliate E-Commerce: Indonesia Sasaran Empuk Kapitalisme?

6 Maret 2023   01:22 Diperbarui: 6 Maret 2023   18:08 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Permintaan konsumen lebih terpenuhi.

Platform e-commerce memberikan fitur yang memungkinkan konsumen untuk mengajukan pertanyaan, memberikan pendapat, maupun ulasan terhadap penjual di dalamnya. Contohnya sarana chat dapat memberikan akses pembeli untuk mendapatkan detail dari dagangan penjual serta berkonsultasi terkait memilih barang yang sesuai untuk dibeli. Ketika barang nantinya tidak sesuai atau bermasalah konsumen dapat menyelesaikannya dengan penjual. 

      Kemudian, terdapat laman penilaian yang memungkinkan konsumen selanjutnya untuk menilai kinerja produk ataupun penjual. Pada laman timbal balik konsumen juga dapat memberikan masukan mereka terkait bagian dari produk yang perlu diperbaiki kedepannya. Itu memberikan keuntngan pula pada pihak penjual karena dapat melakukan product development tanpa harus melakukan survey terpisah.

Keuntungan yang melekat pada e-commerce membuatnya memiliki berbagai jenis bisnis dalam jumlah banyak. Jenis B2B, B2C, C2C, C2B apapun itu di bawah bendera unicorn dengan berbagai nama berdiri untuk menguasai pasar. Maka yang terjadi adalah persaingan yang secara alami muncul antara satu sama lain. Masing-masing e-commerce ini melakukan upaya untuk dapat bersaing satu sama lain dan mempertahankan perusahaan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membuka program affiliate. Munculnya program ini diharapkan mampu meramaikan aktivitas dalam aplikasi sehingga dapat meningkatkan keuntungan.

Program affiliate singkatnya adalah penyebaran tautan dari produk-produk yang ada dalam aplikasi. Pekerja program ini akan mendapat komisi kumulatif dari setiap tautan yang diklik oleh pengguna internet. Besaran pendapatan setiap tautan dapat meningkat ketika seseorang membeli produk. Oleh karena kemudahan semacam itu, para pekerja akan melakukan berbagai macam marketing untuk meraup audiens. Mulai dari video unboxing biasa, review, rekomendasi, outfit, dan masih banyak bentuk marketing lain yang dilakukan. Para pekerja program mengharapkan bentuk marketing yang mereka lakukan dapat membuat pengguna internet tidak hanya sekedar mengklik tautan yang dibagikan, tetapi juga tertarik membeli barang-barang yang dipasarkan

Namun nyatanya, program affiliate merupakan pedang bermata dua bagi masyarakat Indonesia. Sisi menguntungkannya karena siapa saja dapat bergabung dalam program dan meraup keuntungan. Di sisi lain dari marketing yang dilakukan pelaku program affiliate akan berdampak pada maraknya perilaku konsumtif pada masyarakat. Bagaimana tidak? Kemudahan pembelian dalam genggaman disertai marketing tanpa batas di jejaring media sosial akan meningkatkan konsumsi masyarakat yang didasari atas keinginan.

Marketing dalam program affiliate ini menjerumuskan masyarakat dalam asymety information. Masyarakat yang terpapar informasi yang tidak utuh akan mengalami efek bonded rationality atau rasional terbatas. Akibatnya mereka akan melakukan konsumsi dalam hal ini berbelanja online secara berlebihan. Awalnya masyarakat berbelanja demi memudahkan urusan untuk memenuhi kebutuhan, tetapi seiring masifnya marketing apik yang digagas pekerja program affiliate masyarakat terbuai membeli demi memenuhi keinginan semata.

Maka dari itu, analisis ini menyatakan bahwa program bentuk ini menjadikan masyarakat kita sebagai ladang subur bagi kapitalisme. Para pemilik modal dari perusahaan di negara besar menjajakan produk melalui e-commerce dengan mudah dan marketing secara cuma-cuma. Pekerja affiliate sukarela melakukan marketing karena sudah menerima syarat dan ketentuan termasuk mengenai komisi yang ditetapkan. Apabila terus dibiarkan, dikhawatirkan tanpa disadari akan muncul sistem kapitalisme terselubung di negara kita. Keuntungan penjualan yang mengalir pada kapital pemilik modal pihak kaya akan semakin kuat dan bertambah keuntungannya. Kemudian sebaliknya bagi masyarakat yang diarahkan untuk melakukan konsumsi dan menjadi pihak yang diperas akan semakin miskin akibat kontrol diri dan kesadaran yang kurang.

Untuk itu perlu adanya edukasi terutamanya mengenai bagaimana cara menjadi konsumen yang bijak dan pintar, diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Mementingkan kebutuhan jangka panjang dalam pembelian. Ini dimaksudkan mengutamakan kualitas dari produk dibandingkan membeli dengan harga terjangkau, tetapi mudah rusak.
  • Meminimalisir pembelian produk turunan. Selain buruk bagi kesehatan, hasil produksi manufaktur biasanya akan lebih mahal karena memiliki biaya nilai tambah.
  • Benar-benar melakukan prioritisasi dalam membeli apapun. Pikirkan dengan matang mengenai hal yang akan dibeli termasuk dalam kebutuhan atau hanya sekedar keinginan.

Dengan demikian, untuk dapat mencegah masyarakat kita menjadi sasaran empuk bagi kapitalisme yang  kesadaran dalam diri konsumen tidaklah mudah, tetapi bukan tidak mungkin. Langkah awal dapat dimulai dari diri kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun