Mohon tunggu...
Agung Soni
Agung Soni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bismillah...Alhamdulillah Wa syukurillah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hidup Made Tak Semanis Pepaya yang Dijualnya

6 Januari 2014   14:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:06 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panas sekali rasanya Kota Denpasar siang ini. Lagi gerah-gerahnya, lewatlah seorang anak penjual buah keliling yang tidak biasanya saya lihat melintas depan bengkel. Tingginya kurang lebih 130 centimeter, berkulit sawo matang dan wajah yang semringah ( sering senyum dan tertawa).

Made, ia menyebut namanya. Usianya baru 11 tahun. Setiap hari kepalanya dibebani 50 sampai 100 macam potongan buah-buahan segar untuk dijajakan keliling kota Denpasar. Sambil berkalung tas pinggang dan bersendal jepit, ia lintasi Denpasar Barat hingga ke pelosoknya.

Made mengaku kalau ia tidak punya biaya untuk bersekolah. Ayahnya keburu meninggal saat ia masih kelas 4 SD. Adik-adiknya ia tinggalkan di Karangasem bersama ibunda tercinta. Made hidup berjualan dengan mengikuti orang sebagai majikan besar yang menyediakan tempat tinggal buat anak-anak jalanan seperti Made dan menyediakan buah setiap harinya.

Dagangan yang dijual Made memang banyak jenisnya. Ada pepaya, jagung sisir, melon, semangka, salak, dan lain-lain.

[caption id="attachment_314085" align="aligncenter" width="480" caption="Made (11 th) penjual buah keliling, segera membalikkan badannya ketika tahu ia hendak saya ambil gambarnya (dok.pribadi)"][/caption]

Dari hasil berjualan keliling selama 8 jam ( dari jam 8 pagi sampai 3 sore) , omzet Made mencapai 200 - 300 ribu rupiah sehari. Dan dari uang jualan sehari, Made hanya diberi 40 ribu rupiah. Kata bosnya Made, "sudah untung kau tidak bayar kost, di Denpasar kost mahal. Uang ini untuk membayar makan dan kost kamu sebulan". Made tidak sendirian. Ia bersama teman-temannya hidup dalam satu kost. Paginya Made dkk disebar ke semua penjuru kota untuk menjual buah segar.

"Kenapa Made ndak sekolah ?", pancing saya.

Made hanya melambai-lambaikan tangannya sambil berkata , " Sing lapis, Oom". ( tidak punya uang--artinya).

"Mau ikut Oom terus Made sekolah. Made gak usah kerja. Di rumah Oom saja tinggalnya. Mau ?", tanya saya iba.

"Udah Om. Ini kembaliannya ya. Suksma", Made menolak saya dengan halus sambil berlari.

Saat saya berusah mengambil wajah Made untuk dipotret pun ia cepat - cepat membalikkan badannya tanpa ada perasaan sungkan kepada saya. Katanya, "Malu Oom, jelek begini".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun