Misal, anak tidak bisa dipaksa untuk memilih jurusan studi yang sama dengan pilihan ayah atau ibunya saat kuliah dulu. Atau demi gengsi, anak dipaksa harus masuk program studi favorit seperti kedokteran, teknik atau ekonomi, padahal anak ternyata lebih menyukai program bahasa asing. Ini hanya sebuah contoh kecil yang banyak terjadi di masyarakat dan tak menutup kemungkinan, keluarga kita akan juga mengalaminya.
Sejatinya, pendidikan anak adalah rancangan yang juga harus dinikmati dan membuat anak nyaman dengan pilihannya.
Dan saya berusaha menerapkan filosofi Ki Hajar Dewantara ini dalam keuangan keluarga saya. Sebisa mungkin, sesuai kekuatan dan kemampuan yang saya miliki.
Apa dan bagaimana Filosofi Ki Hajar Dewantara ini menjadi aplikatif untuk perencanaan pendidikan anak masa depan ?
Ing Ngarso Sung Tuladha dengan ungkapan Ngarso artinya depan dan Tuladha menunjukkan teladan, makna dari konsep ini adalah setiap manusia memiliki kesempatan menjadi pemimpin dengan memberikan teladan kepada siapa saja dalam kebaikan dan kehormatan. Dalam level management apa saja, ia harus memberikan contoh yang baik.
Contoh kebaikan yang harus diterapkan dalam keuangan keluarga adalah hidup sederhana dan "gemar menabung". Karena kekuatan keuangan adalah "bisa menyimpan" saat muda dan kuat untuk "digunakan" saat tua dan lemah. Inilah contoh kekuatan teladan yang bisa diaplikasikan dengan asuransi pendidikan untuk anak.
Saya memilih menyimpan uang dalam 1 bulan untuk disimpan dalam asuransi pendidikan kurang lebih sekitar 2 juta untuk 2 anak saya. Karena anak pertama, alhamdulillah sudah lulus dari fakultas kedokteran gigi dan sekarang sudah menjadi dokter di sebuah klinik terkemuka di Denpasar, Bali.
Dengan hitungan 1 juta untuk 1 anak per bulannya, maka tidaklah berat jika diumpamakan, dalam satu hari kita menahan uang sebesar Rp.33.000,- saja. Tentu saja, hitungan setiap keluarga di atas kertas bisa berbeda. Dengan memperhatikan fokus keluarga pada pendidikan masa depan anak, uang sebesar itu tidaklah memberatkan bila melihat dan memandang manfaat yang akan diperoleh kelak buat anak saat mereka membutuhkan dana untuk masuk perguruan tinggi.
Ing Madya Mangun Karsa dengan madya berarti "tengah" dan karsa bermakna "kehendak". Siapapun kita, sebagai kepala keluarga adalah seorang middle manager, artinya apabila mau berpikir dan bertindak konsisten, siapapun pemimpin itu pasti punya atasan sekaligus bawahan. Jika ingin berhasil, dianjurkan untuk dapat memperhatikan, membentuk, memelihara dan menjaga keseimbangan antara kehendak juga keperluan atasan dengan bawahannya.
Jika memang bercita-cita untuk memasukkan anak ke dalam sebuah program studi favorit yang terbaik atau menyekolahkan anak di luar negeri, misalnya, kita sebagai orang tua harus memperhatikan minat, kemampuan intelektual dan akademis anak. Membangkitkan semangat anak untuk menjadi "sesuatu" yang terbaik di masa depan. Memberikan anak pencerahan akan pentingnya sudah mulai memikirkan bidang apa yang akan mereka jadikan sandaran hidup sejak lulus sekolah menengah dan berusaha mengarahkan mereka pada bidang yang juga sesuai dengan keuangan kita sebagai orang tua.
Atasan orang tua adalah anak, dalam artian kita menyerahkan sepenuhnya bidang studi yang mereka minati dan ingin digeluti kelak saat kuliah. Anak pun akan menjadi bawahan, saat anak setiap bulannya mendapat ongkos dana untuk membayar pendidikan mereka. Tapi sekali lagi, jangan disalahartikan kalau "atasan bawahan" yang saya tulis, "sama" dengan yang terjadi di sebuah perusahaan atau organisasi. Tidak ada makna untung rugi untuk orang tua maupun anak. Lebih kepada simbolis bahwa anak adalah buah cinta yang wajib dihargai kemauannya, cita-citanya dan kemauan mereka juga harus mengikuti kemampuan keuangan orang tuanya.