Sering kita temui dan hadapi sendiri sebuah fakta yang terkadang menyakitkan, entah bagaimana harus menghadapi.
Seluruh hati kita, waktu atau cinta sudah kita curahkan pada seseorang dan ternyata orang tersebut tidak menerima cinta kita. Atau dalam sebuah organisasi atau kerja sama, kita sudah melakukan kerja sama dengan baik ternyata kita dikhianati.
Bukankah ini menyakitkan hati?
Lantas apa yang salah?
Sebagai contoh sebuah solusi ditawarkan oleh Buku "7 Habits Of Highly Effective People", Covey menawarkan 3 prinsip kemenangan publik, yaitu Berpikir menang-menang, Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu,baru dimengerti dan Wujudkan sinergi. Intinya Covey ingin memberi pemahaman, ibarat bercermin, apa yang kita lakukan,maka bayangan pun akan mengikuti kita. Atau ibarat menebar benih,apa yang kita tanam,itu yang kita tuai. Ya, ini benar.
Tapi tampaknya menurut saya, kenyataan tak seindah teori Covey.
Kita menabur benih, bukan panen yang didapat terkadang ada hama, angin, banyak gangguan menerpa.
Banyak kenyataan menyakitkan di hadapan kita yang tidak sesuai teori Covey itu.
Ada cerita, bagaimana seorang istri/suami setia harus ditinggal pasangannya yang selingkuh. Apa salah dia?
Atau seorang pegawai setia yang tiba-tiba harus di'PHK' perusahaannya?
Jawabannya karena Covey tidak menghadirkan Allah dalam teorinya.
Perhatikan dalam Qur'an di Surat Al Mudatstsir ayat 6 & 7 : " Dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak. Dan untuk memenuhi perintah Tuhanmu, bersabarlah"
Kebanyakan dari kita mengharapkan orang yang kita beri akan memberi balasan serupa. Kita senyum, kita mengharap orang itu tersenyum . Kita mencintai seseorang, kita membayangkan orang itu akan mencintai kita. Ternyata sikap ini keliru. Yang baik adalah ketika kita memberi karena memang ingin memberi, terlepas orang itu ingin memberi kita atau tidak. Senyum kita adalah senyum ketulusan, terserah orang lain akan tersenyum atau tidak; terlepas orang itu akan mencintai atau tidak, inilah yang disebut Stephen R. Covey dengan "CINTA TIDAK BERSYARAT".
Sampai disini saya sepakat dengan Covey. Tapi ia lupa ada hal yang lebih agung yang menggerakkan cinta itu, yaitu "Memenuhi perintah Tuhan".
Cinta tak bersyarat sangat berbeda dengan Cinta karena Allah.
Cinta tak bersyarat jika dalam kurun waktu tertentu tidak terbalas akan bisa berubah jadi kebencian, minimal bosan terluka dan serasa dunia tidak adil.
Tapi cinta karena Allah akan menumbuhkan sebuah harapan besar bahwa pengorbanan batin selama di dunia tidak pernah disia-siakan karena akhirat akan selalu ditegakkan.
Inilah juga yang terjadi pada seorang koruptor. Mungkin seorang pejabat yang bekerja mati-matian merasa ia tidak akan mendapat balasan setimpal yang bisa membuat ia kaya. Ia melupakan Tuhan dan pengadilan akhir kelak. Ia sia-siakan cinta.
Bila pekerjaan dan kehidupan ini dilandasi dan menghadirkan Tuhan maka cinta itu akan menghadirkan kekuatan dan pengharapan. Dan itulah yang tidak dimiliki seorang koruptor. Yang ada hanya putus asa dan kehampaan.
Oleh karenanya saya lebih sepakat untuk sebuah cinta tidak bersyarat. Yaitu ini adalah sebuah proses sedang hasilnya Tuhan yang menentukan. Kita hanya menjalankan sebuah proses saat bergaul dengan manusia, karena cinta Tuhan yang kita harapkan adalah cinta tertinggi. Jika Allah mencintai kita, manusia pun akan mencintai kita.
Paradigma seperti ini tidak pernah disinggung Stephen R. Covey. Secara teori , apa yang dipaparkan oleh Covey masuk akal dan sangat "WAH" . Namun tidak sedikit yang bingung karena ternyata hidup ini tidak seperti matematika 4x4=16. Matematika kehidupan 4x4, jawabannya bisa 16, bisa 32, atau bisa jadi NOL !
Sekali lagi, tanpa bantuan Allah, semua usaha yang kita curahkan hanya akan sia-sia untuk membuka pikiran hati manusia. Hanya dengan bantuan Allah, maka hati manusia akan bisa disentuh, dibuka dan digerakkan.
Salam Kompasiana!
Pkl.02.0 wita
dari hati yang malam ini terbangun
untuk bergerak mendekat
keagungan Tuhan Semesta Alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H